Mencetak Generasi Qurota a'yun
Mencetak Generasi Qurota a'yun
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan.(QS Al Kahfi 46)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.(QS Tahrim 6)
Rasulullah SAW bersabda:
Setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin
dan dia bertanggunjawab atas kepemimpinannya.
Dan, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan
bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Dan, wanita adalah pemimpin di rumah
suaminya. Dan akan ditanya, dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Dan, seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya itu. (Muttafaq alaih)
Pendahuluan
Secara alamiah kepribadian ibu sangat
dekat dengan anak-anaknya dan mencintai mereka.
Dia pandai menarik hati mereka , sehingga mereka senantiasa membuka jiwa
dan hati bagi sang ibu yang dicintainya.
Mereka mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapinya, sang ibu
menanggapinya dan berusaha untuk mengatasi dan mengarahkan mereka mengendalikan
perasan mereka dengan tetap memperhatikan tingkat pemikiran dan usia mereka.
Sejarah
telah membuktikan pengaruh ibu sangat besar terhadap anak, Umar bin Abdul Aziz adalah contoh dari
pendidikan seorang ibu yang baik, ibunya Layla adalah hasil perkawinan Ashim
bin Umar bin Khattab dengan gadis pemerah susu yang jujur yang bernama Fatimah.
Seperti dalam buku Kehidupan para Tabiin[i],
ketika Umar bin Khattab menemukan kejujuran Fatimah maka ia mengawinkan dengan
anaknya Ashim. Dari perkawinan inilah
lahir Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah dari Bani Ummayh yang mampu
mencerahkan Islam pada masanya.
Sementara
itu, anak Muawiyah seperti Yazid dan keponakan Muawiyah anak Zayid, Ubaidillah [ii],
dilahirkan dari ibu Yazid berasal dari suku Badui yang
dinikahi karena kecantikan, kedudukan, dan keluargannya. Sehingga
keduanya tidak mewarisi sifat-sifat Muawiyah yang penuh kesantunan, pandangan
politiknya. Sementara itu Ubaidillah tidak
mewarisi kecerdasan dan kecerdikan Ziyad, tapi ia hidup bodoh dan lemah, ibunya
suku Persia yang tidak memilik keahlian yang dapat menjadikan anaknya menjadi
orang besar.
Ummu Madrasatun
Dengan demikian ibu adalah guru terbaik
bagi anak, yang dapat dilihat, dirasakan kedekatannya, sehingga akan
menumbuhkan perasaan-perasaan anak yang akan melahirkan sikap terhadap berbagai
hal. Menurut Doob (1947)[iii],
sikap pada hakikatnya adalah implicate response
yang terjadi langsung setelah rangasangan, baik disadari atau tidak
disadari. Implicate response yang tersembunyi ditambah faktor-faktor lain dari
dalam diri individu seperti dorongan, kehendak, kebiasaan dan lain-lain akan
menimbulkan tingkah laku nyata.
Oleh
karena itu, kontribusi ibu terhadap perkembangan perilaku anak adalah
kuat. Sehingga, peranan ibu untuk
menumbuhkan anak yang berkepribadian kuat, terbuka, tidak mudah tersinggung,
cerdas adalah dominan. Ibu yang
pemurung akan melahirkan anak yang pemurung, sebaliknya ibu yang ceria akan
melahirkan anak yang ceria.
Dalam
kaitannya dengan kemajuan sebuah bangsa, maka posisi ibu adalah strategis. Karena dengan kaum ibu yang sehat lahir dan
bathin akan melahirkan generasi muda yang sehat lahir dan bathin pula.
Lantaran
itulah dengan posisi yang strategis,
adalah tugas semua komponen masyarakat, untuk mendudukkan kembali posisi ibu
pada porsinya. Bukan hanya ibu
biologis saja, akan tetapi juga ibu
seutuhnya.
Kerjasama Orang Tua dalam Mendidik Anak
Akan
tetapi, peluang ibu untuk menjadi ibu seutuhnya
sangat tergantung peran suami. Karena
sesuai dengan tugas suami yang dibebankan Islam padanya, maka ia bertugas mencari nafkah, dan mendidik
istri, sehingga kerjasama suami dan istri dalam mendidik anak adalah
mutlak. Artinya, pembagian tugas jelas,
mencari nafkah adalah domain suami, mendidik anak adalah domain istri.
Namun, hal ini tidak berhenti pada
pembagian tugas. Tapi, melanjutkannya
menjadi sinergi, ada kerjasama, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan
tugas-tugas tersebut. Sehingga timbul
suasana saling pengertian.
Dan, untuk menumbuhkan rasa saling
mengerti, kontribusi suami berperanan besar, karena ia diharapkan mampu menampilkan sosok pemimpin sekaligus
perencana pendidikan keluarga. Ia musti
mampu membuat rancangan garis besar pendidikan anak baik itu jangka
pendek, menengah, dan jangka panjang.
Yang kemudian didiskusikan dengan istri bagaimana pelaksanaannya
sehari-hari.
Masa Keemasan Anak
Masa Pranatal
Pada dekade 1940-an, para ahli psikologi
perkembangan mulai menunjukkan perhatian
serius pada perkembangan pranatal ini Hurlock (Suharsono, 2002)mengatakan[iv],
bahwa bebagai riset medis diketahui bahwa kehidupan janin yang sangat singkat
dalam kandungan ibu mengalami fase perkembangan yang sangat dahsyat.
Menurut
Suharsono[v]ada
empat aspek dasar yang sangat menentukan yang diperbuat ibu dan ayah bagi
perkembangan janin. Pertama,
aspek fisik dan material. Kedua,aspek
moral. Ketiga, aspek intelektual. Keempat, aspek spiritual.
Masa 0-5 th
Berbagai
penelitian menunjukkan, lebih dari 50% perkembangan individu terjadi pada usia
dini yang merupakan periode subur bagi pertumbuhan otak. Pada masa ini asupan
gizi sangat berpengaruh. Selain itu penanaman nilai sangat perlu dikenalkan dan
ditanamkan.
Penanaman
nilai-nilai pada fase ini dilakukan harus dalam suasana gembira dan
menyenangkan, sehingga akan melahirkan anak yang terampil, perkembangan bahasa
cepat dan koordinasi inderanya cepat. Para peneliti di Baylor of Medicine
menemukan, perkembangan otak anak yang jarang diajak bermain atau jarang
disentuh lebih kecil 20% atau 30% dari ukuran normal pada usia itu[vi].
Cara-cara Nabi Mendidik Anak
“Ajarlah,
permudahlah, dan jangan persulit! Gembirakanlah dan jangan takut-takuti! Jika
salah seorang dari kalian marah hendaklah berdiam diri! (HR. Bukhori dan Ahmad)
Keteladanan orang tua merupakan modal penting dalam mendidik
anak, karena orang tualah yang paling banyak diikuti oleh anak-anaknya, dan
mereka pulalah yang memberi pengaruh kuat terhadap jiwa anak, oleh karena
itulah maka Rasulullah mengatakan “Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya
menjadi yahudi, nasrani atau majusi.”
Selain itu, orang tua perlu bersikap
adil dan tidak pilih kasih, cerita dalam Al Qur’an tentang saudara-saudara
Yusuf cukuplah menjadi pelajaran agar setiap orang tua bersikap adil terhadap
anak-anaknya. Dan Rasulullahpun mengatakan dalam sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi, “Bertakwalah kepada Allah, bersikaplah
adil terhadap anak-anak kalian.”
Untuk mendapatkan kemudahan dari Allah maka
orang tua sebaiknya berdoa untuk anak-anaknya.
Rasulullah bersabda “Janganlah kamu berdoa buruk
ke atas dirimu, janganlah kamu berdoa buruk atas anak-anakmu, janganlah kamu
berdoa buruk ke atas pelayanmu dan janganlah kamu berdoa buruk ke atas harta-hartamu!
Jangan sampai kamu (berdoa begitu) bertepatan dengan waktu (dimana) Allah (akan
mengabulkan doa), lalu tutun di dalamnya pemberian (yang kamu minta) sehingga
doamu itu benar-benar terkabul.” (HR.
Abu Dawud)
[i]) Ahmad Mahmud, Azhari, Potret 28 Tokoh
Tabiin, Jakarta, Robbani Pers 2006, hal 309 - 310
[ii] )Al Hasyimy, Dr. Muhammad Ali, Jati
Diri Wanita Muslimah, Jakarta, Pustaka Al kautsar, 1997,hal 202
[iv] )Suharsono, Melejitkan IQ, IE, &
IS, Jakarta, 2002, hal 33
[v] )Suharsono, Melejitkan IQ IE & IS,
Jakarta,2002, hal 37
[vi]).Rahmawti Neny, Ali Nugraha, Kiat
Merangsang Kecerdasan Anak, Jakarta, 2003, hal 3
Post a Comment