Menghibur Hati Yang Gundah
Menghibur Hati Yang Gundah
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shalallahu
'alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Amma ba'du:
Di antara perkara yang harus menjadi
perhatian kita bersama didalam kehidupan bersosial ialah berusaha untuk
menebarkan rasa kasih sayang, ramah, cinta, persaudaraan, lapang dada, di
antara kaum muslimin. Karena hal tersebut merupakan sarana yang bisa menghibur
perasaan orang yang merasa terkucil, lemah, miskin, fakir, dan kekurangan,
dengan berbagai macam sarana yang ada.
Dan dalam buku ini berisi tentang sedikit
penjelasan tentang hal tersebut, sebagaimana yang ada didalam al-Qur'an dan
hadits yang shahih serta jejak para ulama salaf dari kalangan umat ini.
Kita memohon kepada Allah azza wa jalla
untuk mengangkat kesedihan orang-orang yang sedang di landa kesedihan, dan
menghilangkan kesusahan orang sedang di timpa kesulitan. Shalawat serta salam
semoga terlimpah kepada hamba dan rasulNya, nabi kita Muhammad, kepada para
keluarga serta para sahabatnya.
Muhammad sholeh al-Munajid
Menghibur
Perasaan
Sesungguhnya akhlak yang mulia merupakan
salah satu sifat dari sifat-sifat yang di miliki oleh para nabi, shodiqin
(orang-orang yang jujur) serta orang sholeh. Karena akhlak mulia akan
menyebabkan dirinya memperoleh martabat, terangkat kedudukannya serta
menimbulkan efek yang positif dari adanya rasa menyayangi dan mencintai.
Namun, sebaliknya, akhlak yang buruk
juga mempunyai efek, akan tetapi efeknya juga buruk, seperti saling membenci,
iri dan dengki, serta bermusuhan. Oleh karenanya, tidak keliru kalau sekiranya
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan untuk berakhlak yang
baik, serta berpegang teguh dengannya. Dan dalam sebuah hadits beliau
menyatukan antara akhlak yang mulia dengan ketakwaan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia
menceritakan: 'Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya; 'Apa penyebab
terbanyak yang bisa memasukan orang ke dalam surga? Maka beliau menjawab:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « التقوى و حسن الخلق» [ أخرجه ابن ماجه]
"Ketakwaan serta
akhlak yang baik". HR Ibnu Majah no: 4246. Dan di nyatakan hasan oleh
al-Albani.
Dan menghibur perasaan orang yang sedang
di rundung duka, serta mereka yang lagi tertimpa bencana, maka ini merupakan
sarana terbesar yang dapat menimbulkan adanya persaudaraan, dan kecintaan di
antara kalangan kaum muslimin. Sehingga, dapat di simpulkan bahwa yang namanya
berbudi pekerti yang luhur merupakan tata krama serta akhlak mulia yang ada di
dalam agama Islam. Yang mana, tidak mungkin ada seseorang yang mempunyai akhlak
mulia melainkan dirinya pasti seorang yang memiliki jiwa yang mulia pula.
Bahkan, menghibur orang yang sedang
dirundung musibah, merupakan bagian ibadah yang agung. Sehingga, ada sebagian
para ulama yang menyebutkan masalah ini dalam permasalahan yang berkaitan
dengan keyakinan (I'tiqod), sebagaimana yang di sebutkan oleh Isma'il bin
Muhammad al-Ashbahani dalam sebuah perkataannya: 'Dan di antara madhzab ahlu
sunah ialah simpati terhadap orang-orang yang lemah….dan menyayangi ciptaan
Allah'.[1]
Karena ahlu sunah, mereka adalah
orang-orang yang mengetahui kebenaran dan menyayangi makhluk. Dan target yang
mereka inginkan ialah tersebarnya kebaikan di kalangan makhluk dan petunjuk,
oleh karenanya, mereka adalah orang-orang yang sangat luas kasih sayangnya
terhadap umat manusia. Sangat besar empati yang mereka miliki, jujur di dalam
nasehatnya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
'Dan kalangan para Imam ahlu sunah wal jama'ah, serta ahli ilmu dan iman.
Mereka mempunyai ilmu, adil dalam bersikap, dan menyayangi. Mereka mengetahui
kebenaran yang bisa mengantarkan mereka selaras dengan sunah… menyayangi
makhluk. Sehingga keinginan terbesar yang mereka inginkan ialah adanya
kebaikan, petunjuk dan ilmu di kalangan umat manusia'.[2]
Perhatian Islam
Dengan Jiwa Yang Baik
Agama Islam mempunyai perhatian yang
sangat besar dengan akhlak mulia ini. Bahkan Islam memerintahkan hal tersebut,
dengan adanya hukum yang berbeda dalam keadaan yang berbeda pula. Di antaranya
ialah:
Disunahkan untuk ta'ziyah bagi keluarga mayit, dalam
rangka untuk menghibur mereka, sebagai bentuk empati dan kepedulian kita
terhadap mereka, memberi dorongan agar bisa sabar, terhadap musibah yang sedang
menimpanya, dan untuk menentramkan hati mereka ketika di tinggal oleh anggota
keluarganya yang mati.
Di syari'atkan bagi wanita yang dicerai sebelum di
gauli supaya masih memperoleh setengah dari mahar yang telah diberikan oleh
suaminya, hal tersebut, jelas sebagai bentuk untuk menghibur hatinya yang
sedang hancur dan sedih. Berdasarkan firman Allah azza wa jalla:
﴿
وَإِن طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدۡ فَرَضۡتُمۡ لَهُنَّ فَرِيضَةٗ فَنِصۡفُ مَا فَرَضۡتُمۡ ٢٣٧ ﴾ [البقرة: 237]
"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum
kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan
itu". (QS al-Baqarah: 237).
Begitu pula, telah tetap di dalam syari'at adanya
penetapan membayar diyat (ganti rugi) bagi orang yang membunuh secara tidak
disengaja. Hal tersebut, dilukakan dalam rangka untuk menutupi kesedihan, bagi
hati keluarga yang terbunuh, dan mengibur perasaan mereka.[3]
Untuk lebih menyakinkan lagi tentang
pentingnya akhlak ini serta keutamaan yang dimilikinya, adalah tatkala perkara
ini dijadikan sebagai perintah pertama yang dianjurkan oleh Allah ta'ala supaya
disebarkan kepada manusia oleh Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam ketika
memulai dakwah ilahiyahnya, yaitu menyamakan kedudukan orang yang seharusnya
disetarakan untuk mengibur hatinya. Hal tersebut sebagaimana yang digambarkan
oleh Allah dalam firmanNya:
"Sebab itu, terhadap
anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
minta-minta, janganlah kamu menghardiknya". (QS adh-Dhuuha: 9-10).
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dalam
tafsirnya, beliau mengatakan: 'Dan sebagaimana engkau adalah seorang yatim
wahai Muhammad lalu kamu dilindungi oleh Allah. Maka engkau jangan berlaku
sewenang-wenang terhadapnya jangan pula merendahkannya. Akan tetapi, hibur
dirinya, berbuatlah baik kepadanya. Dan perlakukan dirinya sebagaimana engkau
memperlakukan apa yang engkau cintai terhadap anakmu'.[4]
Kemudian Allah ta'ala melarang untuk
menghardik orang yang meminta-minta, selanjutnya Allah memberi wasiat kepada
NabiNya supaya berlemah lembut terhadap mereka, untuk menghibur perasaannya.
Sehingga dirinya tidak di timpa rasa rendah yang berlebihan dengan sebab
hardikan, bersamaan dengan keadaanya
yang sudah rendah dengan sebab meminta-minta. Maka, ini merupakan adab tinggi
yang ada dalam agama Islam.
Dalam suatu kesempatan Allah menegur
NabiNya Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam di karenakan dirinya berpaling
dari salah seorang sahabatnya, hanya disebabkan dirinya buta yaitu Abdullah bin
Umi Maktum radhiyallahu 'anhu, di mana Nabi berpaling darinya lalu lebih
mementingkan untuk mendakwahi para pembesar Quraiys. Dengan harapan kalau
seandainya mereka masuk Islam maka para pengikutnya mengikuti para pembesarnya.
Dan Ibnu Umi Maktum berkata kepada beliau meminta bimbingan: 'Ya Rasulallah,
ajarilah diriku sebagaimana apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu'.
Namun, Rasulallah enggan untuk memenuhi permintaannya, lalu beliau memutus
pembicaraan kemudian berpaling darinya dan pergi. Maka, Allah azza wa jalla
menurunkan ayat sebagai teguran kepadanya:
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa), atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu
pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?". (QS Abasa: 1-4).
Imam Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya: 'Maka Allah ta'ala menegur
beliau atas perbuatannya tersebut, supaya hati orang yang beriman tidak sedih
dan hancur'.[5]
Oleh karena itu, Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam setelah itu sangat bersemangat untuk menyebarkan
akhlak yang mulia dikalangan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum, secara jelas
dan terang. Di antaranya sebagaimana bisa terlihat di dalam beberapa hadits
shahih, yaitu:
Pertama: Menanyakan keadaan orang yang kehilangan
orang yang disayangi atau sedang sedih menanggung hutang.
Sebagaimana yang dijelaskan
dalam sebuah riwayat, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuma, dia menceritakan:
'Aku pernah bertemu bersama Rasulallahu shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu
beliau bertanya kepadanya: 'Wahai Jabir, aku lihat dirimu sedang dirundung
kesedihan? Aku menjawab: 'Wahai Rasulallah, ayahku mati dalam peperangan Uhud,
dan beliau meninggalkan tanggungan keluarga dan beberapa hutang'. Beliau
memberi nasehat padaku: 'Maukah aku beri kabar gembira, bagaimana Allah menemui
ayahmu? Tentu, wahai Rasulallah, jawabku. Beliau melanjutkan: 'Tidaklah Allah
berbicara kepada seorang makhlukpun melainkan Dirinya berada dibelakang tabir.
Maka, tatkala Allah menghidupkan ayahmu, Allah berbicara langsung, lalu
berfirman padanya: 'Wahai hambaKu, apa yang ingin engkau harapkan pasti akan
Aku kabulkan? Dia menjawab: 'Duhai Rabbku, hidupkanlah kembali diriku kemudian
aku berjihad kembali untukmu untuk yang kedua kalinya'. Maka Allah azza wa
jalla berfirman: 'Sesungguh telah menjadi ketentuan yang telah Aku tentukan,
bahwasannya kalian tidak mungkin di kembalikan lagi kedunia". HR
at-Tirmidzi no: 3010. Di nyatakan hasan oleh al-Albani.
Kedua: Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam biasa membantu
orang yang sedang kesulitan menanggung beban hutang sekaligus memberi
solusinya.
Pada suatu hari beliau masuk ke dalam masjid, didalamnya beliau
menjumpai ada seseorang dari kalangan Anshar yang bernama Abu Umamah. Lantas
beliau bertanya: 'Wahai Abu Umamah, tidaklah aku melihat dirimu duduk di masjid
pada waktu bukan untuk sholat (ada apa gerangan)? Dia menjawab: 'Duka yang
berkepanjangan dan hutang yang terus menghantuiku, wahai Rasulallah'.
Beliau lalu bersabda:
'Maukah engkau aku ajari sebuah kalimat yang jika kamu ucapkan pasti Allah akan
menghilangkan kesedihanmu, dan melunasi hutang-hutangmu? Tentu, wahai
Rasulallah, jawabnya. Beliau mengatakan: 'Ucapkanlah di waktu pagi dan sore
hari:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن وأعوذ
بك من العجز والكسل وأعوذ بك من الجبن والبخل وأعوذ بك من غلبة الدين وقهر الرجال» [ أخرجه أبو داود]
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari (bahaya) rasa gundah
gulana dan kesedihan, dan berlindung kepadaMu dari (rasa) lemah dan malas, dan
berlindung kepadaMu dari (rasa) pelit dan penakut, serta berlindung kepadaMu
dari lilitan hutang dan penguasaan orang lain".
Maka aku lakukan apa yang
beliau ajarkan, dan betul Allah azza wa jalla menghilangkan kesedihanku dan aku
mampu melunasi hutang-hutangku". HR
Abu Dawud no: 1555.[6]
Ketiga:
Kebiasaan beliau ialah menghibur orang yang sedang dirundung kesedihan serta
orang yang terdzalimi.
Tatkala gembong munafik Abdullah bin Ubay
mengatakan kepada para sahabatnya, sebagaimana diabadikan oleh Allah dalam
firmanNya:
﴿
لَئِن رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا
ٱلۡأَذَلَّۚ ٨ ﴾ [المنافقون 8]
"Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita
telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah dari padanya." (QS al-Munaafiquun:
8).
Maka Zaid bin Arqam mendengar
ucapannya tersebut, lantas dia mengabarkan kepada pamannya dan pamannya
langsung menyampaikan kepada Rasulallah shalallahu 'alaih wa sallam, setelah
itu beliau mengutus kepada Abdullah bin Ubay, namun, pimpinan orang munafik ini
bersumpah dan mengingkarinya.
Berkata Zaid, mengkisahkan
apa yang dialaminya: 'Maka Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam percaya
dengan ucapannya, dan tidak menerima kabarku… Setelah itu, hatiku begitu sedih
yang tidak ada seorangpun yang bisa merasakan perasaanku atas kejadian
tersebut…. Dan manakala aku dalam keadaan seperti itu….. Kepalaku tertunduk
karena menanggung kesedihan, tiba-tiba Rasulallah mendatangiku, beliau memegang
kupingku lalu tersenyum di wajahku. Maka tidak ada yang lebih menjadikan diriku
bahagia atas kejadian itu sampai kiranya aku berangan-angan bisa kekal didunia
ini". HR at-Tirmidzi no: 3313. Dan di nyatakan shahih oleh al-Albani.
§ Jenis dan ragam hati
yang sedih serta bagaimana cara menghiburnya.
Manusia pada saat ini sangat membutuhkan
pada kalimat yang lembut, persamaan hak yang sama, pelayanan yang baik, tidak
menunda dalam pelayanan yang sedang mereka butuhkan, karena itu merupakan
perkara yang sangat penting sekali. Lebih khusus pada zaman ini, yang hampir
kita jumpai masing-masing orang mempunyai pendapat sendiri-sendiri, sedikit
amal nyata, telah nampak sekali sikap pelit dan bakhil sehingga menimbulkan
problem berikutnya yaitu kefakiran dan kebodohan.
Dan suatu kekeliruan yang fatal jika
orang sholeh dan cinta kebaikan menutup mata terhadap orang-orang yang lemah
serta orang yang hatinya sedang dirundung kesedihan. Dan berbicara tentang
probelamatika manusia secara keliru serta kebutuhan dasar yang sedang
dibutuhkan oleh mereka dalam kehidupan kesehariannya.
Dan bukan suatu perkara yang berlebihan
jika harus membentuk adanya sebuah yayasan sosial yang bergerak di bidang
menopang dan membantu kelanjutan hidup bagi para jompo, janda dan anak yatim.
Dan bukan termasuk perkara yang sia-sia apabila kita bertindak didalam membantu
kebutuhan para fakir, orang yang lemah dan sakit serta yang tertimpa bencana.
§ Para pemilik hati yang
hancur pada hari ini beragam, diantaranya:
Diantara mereka adalah orang-orang
miskin, para janda dan anak yatim, maka ketika menyambung hubungan bersama
mereka, akan menjadi faktor yang dapat menghibur perasaan mereka serta menutupi
musibah yang menimpanya. Mari kita lihat kisah yang terdapat pada para ulama
kita, karena dalam kisah mereka ada pelajaran yang bisa kita petik:
Adalah Abu Barzah beliau seorang ulama
salaf, mempunyai mangkuk besar yang berisi roti, yang disiapkan pagi dan sore
hari bagi para janda, anak yatim serta orang-prang miskin.[7]
Dan kebiasaan yang dilakukan oleh
al-Manshur pemimpin Maghrib ialah mengumpulkan para anak yatim pada tiap tahun,
lalu menyuruh membagi-bagi untuk anak kecil mendapat satu dinar, baju, dan
roti.[8]
Lihat pada Qodhi Muhammad bin Ali
al-Marwazi, beliau dikenal sebagai penjahit, di karenakan kebiasaan yang beliau
lakukan adalah menjahit untuk anak-anak yatim dan orang miskin pada malam hari,
lalu menghitung itu semua sebagi amal sedekah.[9]
Ahmad bin Ali ar-Rafi'i, beliau biasa
mengumpulkan kayu bakar, lalu mendatangi satu persatu rumah para janda kemudian
memenuhi rumahnya dengan kayu bakar tersebut.[10]
§ Di antara orang yang membutuhkan untuk di hibur pada
saat ini ialah orang yang tertimpa musibah dan cobaan.
Yaitu dengan cara memberi dukungan agar
bisa sabar terhadap musibah yang sedang menimpanya, meringankan serta membantu
kesedihan yang di alaminya, dengan ucapan yang baik dan perbuatan yang bagus.
Tatkala Abdullah bin Zubair
radhiyallahu 'anhuma di tawan di Makah, maka di katakan kepada Ibnu Umar:
'Sesungguhnya Asma berada di salah satu sisi Masjid (Ka'bah). Begitu mendengar
hal tersebut, Ibnu Umar tidak menunda waktunya, lalu dirinya bergegas menuju ke
sana, ingin menghibur atas apa yang terhadap anaknya, dan menopang kesedihannya.
Begitu sampai beliau mengatakan padanya: 'Sesungguhnya badan ini tidak ada
apa-apanya, karena arwah yang ada didalamnya akan berada di sisi Allah,
bertakwa dan sabarlah'.[11]
Dalam kisah lain, manakala Ibrahim bin
Muhammad bin Thalhah mendengar, bahwa Urwah bin Zubair di potong salah satu
kakinya, maka beliau mendatanginya untuk memberi semangat, sambil mengatakan
padanya: 'Demi Allah, dirimu sudah tidak butuh lagi berjalan. Tidak memerlukan
untuk sa'i. Sungguh engkau telah menyerahkan salah satu bagian anggota badanmu,
dan salah seorang anak dari anak-anakmu menuju surga. (maka) seluruh anggota
akan menyertai yang sebagian tersebut, insya Allah. Sungguh Allah telah
menyisakan engkau kepada kami, kalau seandainya tidak tentu kami masih dalam
keadaan miskin ilmu, kami sangat beruntung bisa mengambil ilmu dan pendapat
darimu. Demi Allah, pahala yang ada padaku akan terus mengalir dan memenuhi
timbangan kebaikanmu'.[12]
Pada suatu ketika, Qutaibah bin Sa'id
menceritakan: 'Tatkala buku-buk Ibnu Luhai'ah terbakar, maka pada keesokan
harinya Laits bin Sa'ad mengirim kepadanya uang sebanyak seribu dinar'.[13]
§ Di antara orang-orang
yang butuh untuk dipompa semangatnya ialah keluarga yang kurang mampu.
Yaitu dengan terus berhubungan bersama mereka
dan sering mengunjunginya, menanggung beban mereka secara baik, supaya mereka
terhindar dari meminta-minta, dan menjaga mereka agar tidak mengambil barang
orang lain secara paksa, betapa banyak orang yang merasa mudah dengan cobaan
yang menimpanya, manakala dirinya merasa bahagia dengan perbuatan yang
dilakukan oleh keturunannya.
§ Dan pada zaman kita
ini, masuk dalam kategori orang yang sangat membutuhkan untuk di hibur
perasaannya dan hatinya ialah para pembantu.
Karena sebagian diantara mereka ada rela
jauh-jauh meninggalkan keluarga yang dicintainya serta negerinya, hidup di
negeri orang dalam keadaan asing, demi untuk mencari sesuap nasi dan rizki.
Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan dari kita, kiranya sudi untuk
berhenti sejenak berada di sisinya, memompa semangat hidupnya serta
menghiburnya.
Seorang ulama salaf Ahmad bin Abdul
Humaid al-Haritsi mengatakan: 'Tidak pernah aku melihat orang yang paling baik
akhlak dari pada Hasan al-Lu'lu'ai. Dirinya biasa memberi pakaian bagi para
pelayannya sama persis seperti yang dia kenakan'. [14]
§ Bahkan akhlak mulia
ini bukan hanya mencukupkan pada orang muslim saja, namun berimbas kepada non
muslim.
Sebagaimana yang
diceritakan oleh Ibnu Qoyim: 'Pada suatu hari aku datang memberi kabar gembira
(menurutku) pada guruku Ibnu Taimiyyah, berita tentang kematian salah seorang
musuh beratnya, yang sangat besar sekali permusuhannya. Namun, justru beliau
mencelaku dan mengingkari apa yang aku lakukan, kemudian beliau mengucapkan
kalimat istirja' (inna lillahi wa inna ilahi raji'un). Setelah itu beliau
berdiri lalu bergegas menuju rumah orang tersebut untuk ta'ziyah pada keluarga
mayit. Kemudian mengatakan pada mereka: 'Aku sebagai ganti ayah kalian, tidak
ada perkara yang kalian butuhkan pada bantuan melainkan aku pasti akan membantu
kalian'. Mendengar hal tersebut maka keluarganya berbinar bahagia lalu
mendo'akan beliau'.[15]
Efek positif dalam menghibur
Bagi akhlak mulia yang satu
ini mempunyai dampak yang luar biasa, sangat efektif untuk menenangkan jiwa.
Seperti yang kita lihat, seberapa besar efek kebahagian yang masuk pada seorang
wanita tua tatkala diberikan padanya kalimat yang lembut, sehingga bisa
terlihat kebahagian tersebut diungkapkan dan diterjemahkan dalam do'a panjang yang
ikhlas dan jujur.
Barangkali dirimu pernah
mengusap kepala seorang yatim yang sedang menangis karena sedih, maka peristiwa
tersebut selalu membekas didalam ingatan anak tersebut, sehingga dia selalu
ingat keberadaanmu sepanjang hidupnya. Lalu dia mendo'akan kebaikan untukmu
selama hidupnya.
Atau, engkau berdiri di sisi
saudaramu seraya memberi dukungan, kata penyemangat supaya bersabar manakala
ditinggal mati oleh orang yang sangat berharga dan dicintainya. Sehingga
dirinya tidak pernah melupakan kejadian itu bersamamu sepanjang hidupnya.
Karena sesungguhnya, jiwa seseorang itu mempunyai watak dasar untuk mencintai
terhadap orang yang berbuat baik kepadanya.
Maka tatkala adab Islam yang
tinggi mulai ditinggal, semakin bertambah pula kesedihan pada wajah orang-orang
yang sedang tertimpa musibah. Hilangnya rasa persaudaraan, saling mencintai di
antara sesama manusia. Dan yang lebih miris lagi, hilangnya kesempatan bagi
seorang muslim untuk memperoleh pahala dan ganjaran yang sangat besar ini.
§ Sisi gelap, penyakit
yang harus segera diobati.
Berbeda dengan akhlak mulia
yang di atas tadi, sesungguhnya masih banyak dijumpai sebagian orang yang
hatinya sudah keras, sehingga mereka justru senang dan mentertawakan saudaranya
tatkala melihat ada orang yang jatuh tertimpa musibah atau bencana, padahal
mereka tidak pernah mengganggu apa lagi menjahati mereka. Maka, ulah sebagian
orang yang seperti ini, secara nyata telah menghapus prinsip ajaran Islam yang
mulia. Berdasarkan haditsnya Anas radhiyallahu 'anhu yang menceritakan
bahwasannya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ » [ أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidak (sempurna) keimanan salah seorang diantara kalian sampai
dirinya mencintai bagi saudaranya seperti halnya dia mencintai untuk dirinya
sendiri". HR Bukhari no: 13, Muslim no: 45.
Dan inilah fakta, dimana
kita bisa melihat pada zaman kita ini, sebagian orang yang hatinya sudah
terkunci, mereka menjadikan tingkah laku serta gerak badan seseorang itu
sebagai bahan tertawa dan ejekan kepadanya. Di antara gambaran nyata seperti
itu ialah;
Merasa senang manakala
melihat anak tetangganya gagal di dalam menempuh ujian sekolah. Atau merasa
bangga tatkala melihat anak-anaknya berbuat melampaui batas terhadap pembantu
atau supirnya. Atau, merasa bahagia ketika melihat rekan kerjanya tertimpa
musibah. Atau, seorang perempuan yang merasa tentram manakala melihat ada perkara
yang tidak menyenangkan menimpa salah satu anggota keluarga suaminya, atau,
musibah yang menimpanya, atau merasa cuek ketika mendengar temannya habis
dicerai oleh suaminya.
Maka, hati-hati duhai
orang-orang yang masih memiliki hati seperti ini, karena sesungguhnya sifat
seperti ini adalah sifatnya orang-orang munafik, seperti yang tercantum dalam
firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ إِن تَمۡسَسۡكُمۡ حَسَنَةٞ تَسُؤۡهُمۡ وَإِن تُصِبۡكُمۡ سَيِّئَةٞ يَفۡرَحُواْ
بِهَاۖ وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لَا يَضُرُّكُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيًۡٔاۗ إِنَّ
ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطٞ ١٢٠﴾ [ ال عمران 120]
"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka
bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.
jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak
mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa
yang mereka kerjakan". (QS al-Imraan:
120).
Diantara salah satu sifatnya
orang-orang munafik ialah, manakala kaum muslimin memperoleh kemewahan,
kemenangan, dan pertolongan, dan banyak kemulian serta pertolongan terhadap
mereka, maka mereka merasa sempit hatinya. Namun, jika kaum muslimin ditimpa
kekeringan, atau dikalahkan oleh musuh, sesuai dengan hikmah Allah yang ada
dibalik itu semua. Maka, mereka merasa senang dengan kejadian tersebut.[16]
Seorang penyair mengatakan:
Duhai orang yang menjenguk, kenapa engkau merasa
senang atas musibahku
Sungguh,
kedatanganmu semakin menambah sakit dan kelemahanku
Engkau seakan bertanya kabarku, tatkala diriku tidak
terlihat
Namun, seakan-akan
engkau sedang menunggu bela sungkawaku
Dan sebagian jiwa ada yang
bersemangat dengan membiarkan orang yang berbuat jelek atau mendaliminya. Dan,
Allah ta'ala sendiri telah memerintahkan supaya membalas dengan yang semisal di
dalam qishash tanpa melampaui batas, seperti yang di firmankan dalam firmanNya:
﴿
فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡ فَٱعۡتَدُواْ عَلَيۡهِ بِمِثۡلِ مَا ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ ١٩٤ ﴾ [البقرة: 194]
"Oleh sebab itu
barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang
yang bertakwa". (QS al-Baqarah: 194).
Yang demikian tersebut,
karena jiwa biasanya enggan untuk berhenti pada batasan yang telah ditentukan
apabila telah diberi keringanan padanya demi menuntut balas atas haknya, maka
Allah ta'ala memerintahkan supaya bertakwa, yang mempunyai arti secara implisit
agar berhenti dibatasan Allah dan tidak melampauinya. [17]
Maka,
bulan Muharam lebih memungkinkan untuk menahan yang bisa menyebabkan melampaui
batas didalam menuntut qishash. Dan inilah makna yang telah diterangkan diatas.
Sarana Menghibur Hati
Menghibur orang yang sedang dilanda kesedihan bukan hanya mencukupkan
dengan berbicara kepadanya saja. Akan tetapi, hal tersebut terkadang bisa
dengan menggunakan uang, atau bisa juga dengan kedudukan yang dimilikinya, bisa
juga dengan nasehat dan bimbingan, do'a dan memintakan ampunan kepada Allah
atasnya, dapat juga dengan memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut, sesuai dengan
tingkat keimanan sehingga sarananya juga mengekor bersamanya, setiap kali
dijumpai imannya lemah maka semakin lemah pula sarananya, namun, semakin kuat
imannya kuat pula sarana yang ditempuhnya.[18]
Diantara sarana tersebut ialah:
1.
Membantu ketika di tinggal orang yang dicintai.
Diantara perkara yang bisa menghibur hati yang sedang dirundung
kesedihan akibat ditinggal oleh orang yang dicintainya ialah kalimat lembut
ketika mengucapkan belasungkawa. Karena, kalimat yang lembut bagi orang yang
tertimpa musibah akan meneguhkan dirinya, seizin Allah dan menebalkan rasa
sabarnya sehingga mampu menghadapi musbih dengan mudah.
Sesungguhnya seorang hamba itu sangatlah lemah jiwanya, sehingga apabila
ada orang yang menghiburnya, dan yang lainya menguatkan dirinya, maka perkara
yang besar pun menjadi ringan.
Tatkala anak perempuanya al-Mahdi meninggal
dirinya sangat bersedih hati dan berkeluh kesah yang belum pernah terdengar
sebelumnya. Beberapa saat kemudian manusia datang untuk ta'ziyah kepadanya. Dan
pada suatu hari datang Ibnu Syaibah kepadanya, lalu berkata kepadanya: 'Allah
telah memberimu wahai Amirul mukminin kesempatan untuk memperoleh pahala, maka
iringi dengan kesudahan yang baik yaitu sabar, jangan sampai musibah yang Allah
timpakan padamu engkau balas dengan kemarahan, dan engkau lupakan segala nikmatNya.
Sesungguhnya pahala Allah itu lebih baik bagimu dari pada anakmu, dan
kasih sayangnya Allah itu lebih baik baginya dari pada yang kamu berikan, maka
orang yang paling berhak untuk sabar ialah orang yang sadar bahwa tidak mungkin
lagi ada jalan untuk bisa menggembalikan dirinya'. [19]
Maka para manusia tidak pernah melihat
sebelumnya ada ucapan ta'ziyah yang lebih menusuk dalam sanubari dan ringkas
dari pada ucapan ta'ziyahnya, sehingga hal tersebut menjadi faktor al-Mahdi
merasa terhibur hatinya.
Dan
diantara kisah yang sangat menyentuh didalam kalimat ta'ziyahnya ialah seperti
apa yang dikisahkan dari sebagian orang arab tatkala ada seseorang yang masuk
ke istana raja Bani al-Abbas, ketika dirinya ditinggal mati oleh anaknya yang
bernama al-Abbas. Dirinya datang untuk mengucapkan belasungkawanya, kemudian ia
mengatakan: 'Perkara yang lebih baik dari al-Abbas ialah mengharap pahala
setelah kematiannya, dan sungguh Allah itu lebih baik dalam merawat al-Abbasmu
dari pada engkau'. [20]
2.
Memberi ma'af pada orang lain, dan mau menerima
ma'af orang yang meminta ma'af.
Berupayalah untuk mudah menerima udzur atas kesalahan orang lain, karena
hal tersebut bisa sebagai sarana untuk menghibur hati. Karena seorang manusia
pasti memiliki kesempatan untuk berbuat salah manakala berinteraksi bersama
orang lain. Dan kafarahnya atas perbuatan tersebut ialah meminta ma'af.
Demikian juga keadaan bagi orang yang berbuat salah kepadamu, kemudian
dia datang untuk meminta ma'af atas kesalahannya, maka termasuk sifat tawadhu
yang engkau miliki mengharuskan untuk menerima permintaan ma'afnya, tanpa
menoleh pada benar atau tidaknya dirimu, selanjutnya kejelekannya kita serahkan
kepada Allah azza wa jalla…[21]
3.
Saling bertukar dalam memberi hadiah.
Dalam hadiah tanpa dipungkiri mempunyai efek yang luar biasa didalam
menyenangkan hati. Belum lagi efek lain yang bisa mensucikan hati dari rasa iri
dan dengki serta permusuhan. Dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwasannya ia
pernah memberi wejangan pada anak-anaknya: 'Duhai anakku, saling memberilah di
antara kalian, sesungguhnya hal tersebut bisa menumbuhkan rasa sayang diantara
kalian'.[22]
Diriwayatkan dari Abu Yusuf, bahwa ar-Rasyid memberi hadiah kepadanya
dengan jumlah uang yang sangat banyak, dan hadiah tersebut datang tepat sekali
tatkala beliau sedang duduk bersama para sahabatnya. Maka, ada salah seorang
diantara mereka yang mengatakan: 'Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: "Teman duduk kalian adalah serikat kalian".[23]
Lalu
Abu Yusuf menjawab: 'Sesungguhnya ucapan seperti ini tidak mungkin terbantahkan
dalam keadaan seperti ini, hanya saja ini ditujukan kepada orang yang takut
terhadap hadiah, dari yang bisa dimakan dan minum yang bisa membuat hati orang senang, yang menjadi sebab menghibur hati
dengan pengorbanannya'.[24]
4.
Senyuman.
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « تبسمك في وجه أخيك لك صدقة » [ أخرجه الترمذي]
"Senyumanmu
kepada saudaramu itu bernilai sedekah". HR at-Tirmidzi no: 1956.
Dinyatakan shahih oleh al-Albani.
Maksud hadits ini, bahwa menunjukan wajah yang ceria dihadapan saudaramu
apabila bertemu dengannya, itu akan diberi pahala sebagaimana halnya pahala
ketika engkau bersedekah.[25]
Terlebih, buah lain yang bisa dipetik darinya, yaitu bisa menghibur hati dan
menambah rasa cinta kepadanya.
Ibnu Uyainah pernah menyatakan: 'Wajah yang
berbinar merupakan jaring untuk menangkap rasa sayang. Seperti, ketika dirimu
bertemu dengan seseorang di jalan sedangkan raut mukamu menggambarkan
kesedihan, gelisah dan gundah gulana, kemudian orang tersebut tersenyum
kepadamu, maka engkau akan merasa kalau kesedihanmu itu telah hilang dan
sirna'.
Ada
sebuah atsar dari salah seorang sahabat, bahwa Mu'adz bin Jabal radhiyallahu
'anhu pernah mengatakan: 'Apabila ada dua orang muslim bertemu lalu salah
seorang diantara keduanya membikin senang temannya, kemudian ia mengambil
tangannya (untuk berjabat tangan) maka dosa keduanya gugur sebagaimana daun
berguguran dari pohonnya'. [26]
Oleh
karenanya, senyum bisa menyebarkan rasa cinta diantara kaum muslimin, menghibur
perasaan, dan menumbuhkan rasa nyaman dan tenang didalam dada dan jiwa mereka.
5.
Memenuhi kebutuhan orang lain.
Adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam ialah tidak merasa terganggu berjalan bersama para janda tua,
orang miskin dan mau membantu untuk memenuhi kebutuhan mereka.[27]
Hakim bin Hazam mengatakan: 'Sekiranya pada pagi hari tidak aku jumpai
didepan pintu rumahku orang yang membutuhkan bantuan, melainkan pasti aku
mengetahui bahwa itu merupakan musibah yang dengannya aku memohon kepada Allah
agar diberi ganjaran atasnya'. [28]
Berkata Muhammad bin Abdul Wahid, seorang ulama yang terkenal zuhud:
'Enggan untuk membantu menunaikan kebutuhan saudara muslim adalah kerendahan,
dan didalam kerelaan membantu mereka merupakan keluhuran budi pekerti. Maka
bersyukurlah kepada Allah atas karunia tersebut, dan bersegeralah untuk
membantu memenuhi kebutuhan orang lain'.[29]
Pada suatu hari, Baqiyu bin Makhlad pernah menuntun, berjalan bersama
orang yang lemah dalam kegelepan menuju Isbilia, dan pada kesempatan yang lain
bersama seseorang menuju Ilbirah, dan bersama wanita tua menuju Jayyaan.[30] Hal
ini beliau lakukan bersamaan dengan kesibukan dan banyaknya ibadah yang beliau
lakukan, banyaknya murid serta kesibukan beliau dengan mengajar dan menulis.
6.
Saling berkunjung.
Seperti mengunjungi orang yang sedang sakit ketika sakitnya, berkunjung
antar saudara satu sama lain atau kepada orang lain, maka hal ini berdampak
luar biasa didalam menghibur hati yang sedang gundah, dan dapat menumbuhkan
persaudaran dan kasih sayang.
7.
Memahami orang lain.
Kepribadian seseorang itu bagaikan lautan tak bertepi, dan jiwa setiap
orang berbeda-beda, sesuatu yang barangkali cocok dengan orang itu belum tentu
cocok untuk yang lain.
Dan
semoga Allah merahmati Syabib bin Syaibah tatkala mengatakan: 'Janganlah
seseorang duduk pada jalan yang bukan jalannya, maka jika engkau ingin bertemu orang jahil dengan
ilmu, orang yang main-main dengan fikih, orang pandir dengan penjelasan, maka
hal tersebut bisa menganggu teman dudukmu'.[31]
Lihat
ini, al-Muni'i Hasan bin Sa'id al-Makhzumi tatkala dirinya ingin mendirikan
sebuah masjid jami'. Datang seorang
perempuan tua dengan bajunya untuk dijualnya lalu mengfakkan hasilnya untuk
membangun masjid tersebut. sedangkan bajunya tersebut tidak lebih dihargain
setengah dinar, maka beliau menghibur perasaannya, dan membeli baju tersebut
dengan seribu dinar, lalu menyembunyikan bajunya dan membungkusnya.[32]
8.
Merahasiakan kebaikan dan jasanya tatkala
menghibur hati yang gundah.
Adalah Qa'qa'a bin Syaur apabila ada seseorang yang mencarinya, beliau
duduk menemaninya. Lalu beliau memberi bagian dari hartanya, dan membantu
urusannya, serta memberi syafa'at atas keperluannya. Kemudian orang tersebut
pamitan sambil mengucapkan banyak terima kasih kepadanya.[33]
Inilah sebagian kecil sarana yang dapat menghibur jiwa dan hati yang sedang
dirundung kesedihan. Kita memohon kepada Allah semoga menjadikan itu semua
bermanfaat bagi kita.
Selanjutanya, perlu diketahui, bahwasannya orang yang sakit, gundah,
sedih, apakah dia dokter, pegawai, da'i, orang yang kaya atau miskin, orang
dewasa atau kecil, semuanya membutuhkan pada untaian kalimat dengan bahasa yang
indah, senyuman yang hangat, serta interaksi yang rukun. Tanpa dipungkiri kita
semuanya membutuhkan pada bentuk ibadah semacam ini.
Oleh
karena itu, seharusnya bagi semua pihak agar mau menghidupkan kembali ibadah
yang satu ini, lalu menerapkannya baik bersama anak kecil maupun orang dewasa,
dengan orang yang sedang sakit atau yang sehat, bersama para pelajar atau guru,
dengan orang yang alim maupun yang bodoh, bersama orang yang benar maupun
keliru.
Terkadang seorang anak kecil bisa berubah menjadi sosok seorang ulama
besar yang banyak memberi sumbangsih
pada umat, dan itu terjadi hanya dengan sebab sebuah kalimat dorongan yang
didengar dari gurunya atau orang tuanya.
Bisa
jadi, orang sakit dengan kesakitan yang dirasakannya bisa sembuh, sehat wal
afiat gara-gara mendengar ungkapan yang mampu memberinya semangat untuk bisa
sembuh, atau mendengar do'a yang bagus, senyuman yang jujur, dari orang yang
datang berkunjung kepadanya.
Bisa
juga, orang yang salah, banyak melakukan perbuatan dosa, dan mendalimi dirinya
sendiri berubah menjadi sosok yang alim dan sholeh dengan sebab mendengar
sebuah wejangan yang menyentuh, peringatan yang dalam serta bimbingan yang lurus.
Harus
ada perasaan lemah bagi seorang hamba, supaya dirinya selalu menjalin hubungan
bersama Rabbnya Yang Esa, Dialah Dzat yang mampu merubah kehidupan menjadi
senang, dan tempat berlindung bagi orang-orang yang sedang dirundung bencana,
Dialah satu-satunya Dzat yang mampu mengangkat kesulitan. Sebagaimana yang
tercantum didalam firmanNya:
﴿ أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ
إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ ٦٢ ﴾ [ النمل : 62]
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang
yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan". (QS an-Naml: 62).
Ini sebagai peringatan bagi orang-orang yang ditimpa musibah dengan
adanya pahala yang sangat besar.
Dan sebagaimana yang datang
dalam riwayatnya Abu Hurairah dan Abu Sa'id radhiyallahu 'anhuma, bahwasannya
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا
حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ
اللَّهُ بِهَا مِنْ » [
أخرجه البخاري ]
"Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan, tidak pula penyakit,
kesusahan, kesedihan, musibah, sampai sekiranya duri yang menusuknya, melainkan
Allah pasti akan menjadikan sebagai penghapus dosa-dosanya". HR
Bukhari no: 5642.
Berapa banyak orang yang
saling bergantian keadaaanya dan berubah urusannya, dengan sebab ujian atau
musibah yang menimpanya. Oleh karena itu, memberi dukungan pada mereka untuk
sabar dan kuat adalah perkara wajib yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,
sehingga dirinya tidak menjadi orang yang binasa akibat terkena cobaan dan ujian
yang menimpanya, terbawa oleh hantaman angin musibah dan bencana.
Kita berdo'a kepada Allah
azza wa jalla, semoga selalu menjaga kita semua dari fitnah, baik yang nampak
maupun yang tidak nampak, dan menyatukan hati-hati kita, serta mempererat hubungan
persaudaraan diantara kita. Dan menjadikan kita sebagai orang yang mendapat
petunjuk serta mengikutinya dan bukan dijadikan sebagai orang yang tersesat dan
disesatkan.
Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada hamba dan utusanNya nabi kita Muhammad, kepada
keluarga beliau dan para sahabatnya semua.
DAFTAR ISI
1. Muqodimah
2. Menghibur perasaan
3. Perhatian Islam dengan
masalah menghibur perasaan
4. Dampak positif dengan
5. Sarana
6. Daftar isi
[6] . asy-Syaukani berkata: 'Tidak ada cela terhadap sanad
hadits ini'. lihat kitab Tuhfatu Dzakirin hal: 321.
[23] . Ibnu Abdil Barr mengomentari hadits ini dengan
mengatakan: 'Sanad hadits ini layin'. Lihat at-Tamhid 21/124.
[26] . Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitabnya
al-Ikhwan hal: 114. Dan dikeluarkan juga oleh Hanad dalam kitabnya az-Zuhd no:
1028.
Post a Comment