Imam muslim mengabadikan sebuah kisah yang di
sampaikan oleh Rasulullah. Kisah sebuah ketulusan kunci mendapatkan hidayah dan
kemulyaan. Disebutkan bahwa Rasulullah bercerita tentang seorang kiai yang
sangat gemar beribadah. Ia sengaja memilih tempat yang jauh dari kebisingan
kota, di atas gununglah yang jadi pilihanya. Cukup lama ia berada di tempat
tersebut, hari-harinya adalah hanya untuk bersujud dan berdzikir kepada
Allah.
Ditempat yang berbeda, yaitu ditengah kebisingan
manusia mencari dunia, hiduplah seorang pemuda yang bergelimang dalam dosa dan
kenistaan. Ia adalah preman pasar yang dalam kesehari-harianya adalah menimbun
dosa.
Pada suatu ketika sang kiai yang di atas gunung
tersebut kehabisan bekal makanan, maka iapun harus segera turun ketengah pasar
untuk membeli bekal makanan secukupnya. Dalam waktu yang bersamaan, preman pasar
yang terkenal dengan kejahatanya tersebut tiba-tiba tergerak hatinya untuk
bertemu dengan kiai yang tinggal di lereng gunung. Ia yakini ia adalah orang
soleh dan kedatanganyapun adalah untuk tujuan yang amat mulya yaitu ingin
mendengar nasehat dan mendapatkan bimbingan dari sang kiai. Maka iapun mengambil
keputusan untuk pergi keatas gunung untuk menemui orang tersebut.
Karena waktu untuk memenuhi keperluan dua manusia
tersebut adalah sama maka mau tidak mau mereka harus berpapasan ditengan jalan.
Di pegunungan yang ada adalah jalan setapak yang hanya cukup satu orang
berjalan, jika ada orang lain yang datang dari arah berlawanan maka salah satu
dari mereka harus mengalah. Begitulah pemandangan yang terjadi pada saat itu
antara sang kiai yang ahli ibadah dan preman yang ahli maksiat.
Suasana yang amat mengagetkan sang preman saat
itu, berpapasan dengan orang yang dikagumi dan di hormati ditempat yang tidak di
duga yaitu di tengah jalan setapak. Ia merasa belum siap bertemu di tempat
tersebut, ia ingin bertemu dengan sang kiai dirumah dan tempat ibadahnya dan
bukan di jalan. Sang preman merasakan didalam dirinya rasa takut, kagum dan
hormat bercampur menjadi satu. Itulah yang menjadikan sang preman terduduk di
jalan setapak tanpa ia sadari. Ia tidak mampu bertutur kata sepatah katapun dan
ia hanya mampu memberi isyarat dengan tanganya kepada kiai tersebut yang
maksudnya "silakan melewati jalan setapak ini!" Sang kiaipun berlalu dan mata
sang premanpun tidak berpindah dari sang kiai hingga lenyap dari
pandanganya.
Suasana lain yang di rasakan sang kiai di saat
matanya tertuju kepada sang preman yang berdiri di jalan setapaknya. Ia merasa
risih dengan pemandangan itu maka iapun melewati sang preman dengan
kesombonganya, tidak ia mengucapkan salam kepadanya, tidak ia bertanya keperluan
dan tujuan sang preman ke atas gunung. Yang ada adalah keangkuhan dan
kesombonganya karena merasa dia adalah kiai dan ahli ibadah yang seolah
benar-benar lebih dekat kepada Allah SWT lalu ia memandang sang preman dengan
mata merendahkan dan meremehkan. Ditengah-tengah cerita ini Rasulullah
menjelaskan bahwa karena kesombongan sang kiai tersebut maka Allah mencabut
hidayah dari hatinya dan karena keinsyafan, kekaguman dan rasa hormat sang
preman kepada kiai maka Allah memberikan hidayah kepadanya dan mengangkatnya
menjadi kekasihnya.
Itulah penjelasan dari Rasulullah bahwa orang
yang katanya ahli ibadah, alim, soleh akan tetapi jika itu semua menjadikan ia
merendahkan orang lain maka hal itu akan menjadikan sebab di cabutnya hidayah
Allah SWT. Begitu sebaliknya biarpun seseorang bergelimang dalam kejahatan dan
kemaksiatan akan tetapi ada keinsyafan, kekaguman dan cinta di hatinya kepada
kiai, orang soleh dan ahli ibadah maka hal itu akan menjadikan sebab mendapatkan
hidayah dari Allah SWT.
Itu adalah cerita dari Rasulullah SAW untuk kita,
yang yang isinya adalah nasehat dan peringatan bagi kita. Kita harus melihat
diri kita, sebagai apa kita? Menginsyafi keberadaan kita. Jika kita sebagai
ustadz harus insyaf dengan posisi ini dengan senantiasa memandang orang yang
belum mengerti dengan mata kasih dan cinta, bukan dengan kesombongan dan
keangkuhan. Jika kita adalah orang yang tidak mengerti atau banyak dosa maka
kita harus menyadari kekurangan ini dengan senantiasa berusaha untuk bisa dekat
dan mencintai para ulama dan orang soleh. Itulah pintu hidayah untuk mendapatkan
kemulyaan dihadapan Allah SWT. Inilah yang akan menjadikan kiai semakin terlihat
santun dan indah dalam mengajak kepada kebaikan yang pada akhirnya menjadikan
orang yang berada di jalan yang salah mudah untuk mencintai para kiai. Hasilnya
adalah keindahan dari yang mengajak dan yang di ajak dan dari sinilah sebab
mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Wallahu a'lam bishshowab.
|
Post a Comment