Berbuat Baik Kepada Mayit
Berbuat Baik
Kepada Mayit
Segala puji bagi Allah yang telah mematikan dean
menjadikan kubur sebagai tempat tinggalnya, kemudian bila Ia menghendaki maka
akan membangkitkannya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada manusia
terbaik.
Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk disembah dengan benar melainkan
Allah semata, yang tiada sekutu bagiNya. Maha Hidup yang tidak tersentuh
kematian, sedangkan seluruh makhluk pasti akan menemui ajalnya. Aku juga
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya. Amma ba'du:
Tidak ada
seorangpun diantara kita pasti pernah mempunyai saudara dan kerabat yang
dicintai, yang telah mati dan meninggalkan kehidupan dunia fana ini. Sedangkan
orang tersebut punya kedudukan dan tempat yang tinggi didalam hati, namun
sekarang, catatan amalnya telah tertutup, kesempatan untuk beramal pun telah
tiada. Yang ada dirinya sekarang hanya rela tertimbun diantara tumpukan tanah,
tergadai bersama amalannya, dirinya hanya tinggal berharap dan menunggu rahmat
Rabbnya pada hari kiamat kelak.
Dirinya
begitu membutuhkan serta sangat menginginkan adanya kebaikan yang datang
menerangi kuburnya, menambah pahala, mengangkat derajat, serta menutupi
dosa-dosanya dulu yang pernah dilakukan oleh dirinya.
Mereka
sekarang telah menghadapi suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan di alam kubur,
yang membatasi antara dunia dan akhirat. Dirinya tidak mungkin bisa kembali
lagi kedunia untuk mengerjakan amal kebajikan yang baru, agar bisa menambah
bekal amal sholeh. Allah ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ]
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ٩٩ لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ
صَٰلِحٗا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن
وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ [ (سورة
المؤمنون 99- 100).
"(Demikianlah keadaan
orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku
berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka
ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan".
(QS al-Mu'minun: 99-100).
Betapa
bahagianya dia sekiranya tiba-tiba datang kepadanya kebaikan dari orang-orang
yang pernah hidup bersama ditengah-tengah mereka, atau dari orang lain, yang
hanya memiliki hubungan dalam ikatan agama yang agung ini. Sedangkan jarak
zaman antara dirinya dengan orang-orang tersebut sangatlah panjang dan terpaut
oleh tempat yang berjauhan?!
Sesungguhnya
itu merupakan kebahagian yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, tidak pula
tertampung pada sebuah ruangan.
Pada
kenyataannya, hubungan kita yang melimpah, dan perasaan kita yang peka terhadap
keluarga kita yang telah meninggal, seharusnya menjadi sebuah praktek nyata.
Bisa membuahkan hasil yang bisa dipetik langsung oleh mereka, sehingga mereka
merasa bahagia didalam kegelapan liang lahat. Sungguh betapa terasa sempit
jalan-jalan yang ada dan terputus sudah harapan untuk bisa beramal shaleh, maka
dengan bukti nyata seperti itu, bisa sebagai wujud kebaikan kita kepada mereka
yang telah berada di alam kubur.
Dan
tatkala kami meminta untuk berbuat baik kepada ahli kubur secara aplikatif,
maka kami ingatkan secara tegas, bahwa barangsiapa yang meminta kepada ahli
kubur, manfaat atau menolak mara bahaya, maka hati-hati karena itu adalah
syirik besar dan merupakan sebuah dosa yang tidak akan diampuni. Seperti yang
ditegaskan oleh Allah ta'ala di dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ]
وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن يَدۡعُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسۡتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىٰ
يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَآئِهِمۡ غَٰفِلُونَ ٥ وَإِذَا حُشِرَ ٱلنَّاسُ
كَانُواْ لَهُمۡ أَعۡدَآءٗ وَكَانُواْ بِعِبَادَتِهِمۡ كَٰفِرِينَ [.
(سورة الأحقاف 5- 6).
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang
yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan
(doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?
Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan
itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka". (QS AL-Ahqaf: 5-6).
Adapun
mereka, sekarang berada didalam kubur terpendam bersama amalnya, tinggal
menunggu mendapat balasan sesuai dengan amal perbuatannya. Tidak mempunyai
kemampuan, tidak pula kekuatan dan keutamaan untuk dirinya sendiri, tidak mati
tidak pula hidup, tanpa cahaya, lalu bagaimana mungkin mereka mampu menguasai
dan memberi orang lain?! Lebih jelasnya lihat firman Allah ta'ala berikut ini:
قال الله تعالى : ] وَلَا تَدۡعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَۖ فَإِن
فَعَلۡتَ فَإِنَّكَ إِذٗا مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ١٠٦ وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ
فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ
يُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ [ (سورة يونس 106-107).
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang
tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah;
sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau
begitu Termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia.
dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak
kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS Yunus: 106-107).
Mereka
sebagaimana akan engkau lihat, sangat membutuhkan sekali orang yang mau berbuat
kebajikan untuknya, dengan bentuk amal sholeh agar kiranya bisa meringankan
adzab yang sedang diterimanya, bagi orang yang telah ditentukan mendapat adzab,
dan itu dengan keadilan Allah. Dan untuk mendongkrak derajatnya dan menambah kebaikan
yang dimilikinya, tentunya bagi orang yang ditentukan mendapat hal itu dengan
kasih sayangnya Allah, dirinya memperoleh ganjaran serta tameng untuk
melindungi dirinya dari adzabnya Allah.
Sebuah
pepatah mengatakan: 'Orang yang tidak mempunyai sesuatu tidak mungkin mampu
memberikan hal tersebut'. Orang yang sangat membutuhkan kasih sayang Allah
tidak mungkin mampu memberi kasih sayang tersebut pada orang lain, orang yang
sangat butuh pada ampunan Allah tidak akan mampu memberi pertolongan pada orang
lain. Lebih jelasnya simak firman Allah berikut ini:
قال الله تعالى : ] ذَٰلِكُمُ
ٱللَّهُ رَبُّكُمۡ لَهُ ٱلۡمُلۡكُۚ وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمۡلِكُونَ
مِن قِطۡمِيرٍ ١٣ إِن تَدۡعُوهُمۡ لَا يَسۡمَعُواْ دُعَآءَكُمۡ وَلَوۡ سَمِعُواْ مَا
ٱسۡتَجَابُواْ لَكُمۡۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يَكۡفُرُونَ بِشِرۡكِكُمۡۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ
مِثۡلُ خَبِيرٖ [ (سورة
فاطر 13-14).
"Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu,
kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah
tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka,
mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat
memperkenankan permintaanmu. dan dihari kiamat mereka akan mengingkari
kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai
yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui". (QS Faathir: 13-14).
Seorang
mayit, siapapun dia, walaupun dirinya termasuk keturunan terbaik dari anak cucu
Adnan, dalam hal ini yaitu Nabi kita shalallahu 'alaihi wa sallam, tetap beliau
tidak akan mampu memberi manfaat bagi orang yang masih hidup walau hanya
setipis kulit ari. Namun, segala manfaat, mara bahaya, kebaikkan dan kejelekan,
seluruhnya berada ditangan Dzat yang mempunyai kunci langit dan bumi, Dialah
yang Maha Mampu atas segala sesuatu. Bagaimana mungkin, dengan ini semua hati
lebih condong kepada selain Allah tabaraka wa ta'ala, yang dirinya masih
memungkinkan untuk didatangi oleh kematian. Sehingga terputus harapan mereka,
dan tertutup catatan amal mereka?!
Maka bagi
orang yang masih melakukan perbutana tersebut, demi Allah, dirinya berada
diatas kesesatan yang nyata. Melenceng jauh dari jalan Allah yang lurus. Dan
terjerumus kedalam perangkap syirik besar yang menghancurkan amal perbuatan,
dan mengharuskan dirinya masuk kedalam neraka. Duhai sungguh malang sekali
orang yang tergelincir kedalam kesesatan seperti itu! Sedangkan Allah ta'ala
berfirman tentang orang yang berbuat syirik:
قال الله تعالى : ]
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن
يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلَۢا بَعِيدًا [.
(سورة النساء 116).
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (QS an-Nisaa': 116).
Hati-hati
dari akibat buruk perbuatan bid'ah, dan terjerat dalam tipu daya setan! Karena
tidak semua amal sholeh boleh dihadiahkan untuk mayit, namun, hal tersebut
harus sesuai dengan aturan syari'at yang bijaksana, sehingga kita tidak
terjatuh kedalam perbuatan sia-sia serta berbahaya, dari perkara-perkara baru
dalam agama dan perbuatan bid'ah. Segala sesuatu yang ada nashnya maka kita
amalkan dengan harapan semoga Allah menerimanya. Dan sebaliknya, sesuatu yang
tidak ada nashnya, baik dari al-Qur'an maupun hadits Rasul shalallahu 'alaihi
wa sallam, maka kita berhenti dengan mencukupkan diri, tidak coba-coba
memberanikan diri untuk melampaui dan membikin amalan baru, sehingga seluruh
jerih payah kita tidak merugi, dan amal ibadah kita tidak runtuh. Karena agama Allah ta'ala di letakan pada
sikap yang tengah-tengah, antara orang yang ghuluw (berlebih-lebihan)
dan orang yang meremehkan. Dan bagi orang yang ingin selamat hendaknya dia
berpegang teguh dengan sikap yang tengah-tengah tidak melampaui batas dan
berlebih-lebihan.
Dan dalam
risalah ini saya mencoba –dengan segala keterbatasan ilmu- untuk mengumpulkan
nash-nash syar'iyah yang berkaitan dengan perkara-perkara apa saja yang bisa
memberi pengaruh baik bagi mayit oleh orang yang masih hidup. Maka risalah yang
saya susun ini, saya beri judul: 'al-Ihsan ilal Mauta', (Berbuat baik
kepada mayit).
Dan dalam
hal ini saya hanya mencukupkan untuk mengambil dalil-dalil yang jelas serta
hadits yang shahih tanpa panjang lebar didalam penjabaran tidak pula banyak
memberi pembagian didalam mengutarakan maksudnya.
Di sini
saya lebih mengutamakan untuk seringkas mungkin di dalam mengutip nash, baik
dari al-Qur'an maupun Hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tanpa mengiringi
dengan komentar dari saya, dan bila ada maka itu sangat jarang sekali. Dan kita
sudah cukup alhamdulillah dengan dalil-dalil tersebut.
Dan saya
tidak mengkalim bahwa diriku telah berhasil mengumpulkan semua ayat maupun
hadits yang berkaitan dengan masalah ini didalam risalah ini secara sempurna,
hanya saja, saya menganggap bahwa tulisan ini hanya sebagai langkah awal dan
bangunan pertama, yang masih bisa terus dilanjutkan dan disempurnakan bagi
siapa saja yang menginginkannya.
Hanya
kepada Allah tempat bersandar dan bertawakal, Dzat yang memberi hidayah dan
petunjuk, dan kami berlindung kepada Allah dari perbuatan syirik dan kekufuran,
serta dari siksa api neraka dan adzab kubur. Ya Allah berilah kami taufik.
Amalan Pertama
Duduk disisi orang yang sedang
Sakaratul maut, guna mengarahkan pada perkara yang baik
Diriwayatkan dari Sa'id bin Musayib dari ayahnya, di
menceritakan:
لما حضرت أبا طالب الوفاة جاءه رسول الله r فوجد عنده أبا جهل وعبد الله بن أبي أمية بن المغيرة. فقال: «أي
عم! قل: لا إله إلا الله كلمة أحاج لك بها عند الله» فقال أبو جهل وعبد الله بن أبي أمية:
أترغب عن ملة عبد المطلب. فلم يزل رسول الله r يعرضها عليه ويعيدانه بتلك المقالة حتى قال أبو طالب آخر ما
كلمهم: على ملة عبد المطلب. وأبى أن يقول: لا إله إلا الله. قال: قال
رسول الله r : «والله لأستغفرن لك ما لم أنه عنك» فأنزل الله: ]مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا
لِلْمُشْرِكِينَ[ [التوبة: 113]
وأنزل الله في أبي طالب فقال لرسول الله r : ]إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي
مَنْ يَشَاءُ[ [القصص: 56].
"Tatkala Abu Thalib sedang
menghadapi sakaratul maut, Nabi shalallahu 'alihi wa sallam datang
menjenguknya, dan beliau mendapati disisi pamannya sudah ada Abu Jahl dan
Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulallah pun berkata pada pamannya:
'Wahai pamanku! Katakan laa ilaha ilallah, sebuah ucapan yang bisa aku jadikan
bukti dihadapan Allah (kelak)'. Maka Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah
menimpali ucapan beliau: 'Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib?
Namun, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam senantiasa terus mengulang-ulang
kalimat tersebut kepada pamannya, sampai akhir yang diucapkan oleh Abu Thalib
ialah; 'Diatas agamanya Abdul Muthalib'. Dirinya enggan untuk mengucapkan laa
ilaha ilallah.
Begitu
mendengar hal itu Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Demi Allah, aku
pasti akan memintakan ampun untukmu selagi tidak ada larangan untuk itu'. Maka
Allah ta'ala menurunkan ayat:
قال الله تعالى: ] مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ
أَن يَسۡتَغۡفِرُواْ لِلۡمُشۡرِكِينَ [ (سورة التوبة 113)
"Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik". (QS at-Taubah: 113).
Dan Allah menurunkan ayat berkaitan dengan Abu Thalib
kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam:
قال الله تعالى: ] إِنَّكَ لَا تَهۡدِي مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَٰكِنَّ
ٱللَّهَ يَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ [ (سورة القصص 56).
"Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya". (QS al-Qashash: 56).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كان غلام
يهودي يخدم النبي r فمرض, فأتاه النبي r يعوده, فقعد عند رأسه. فقال له: «أسلم»
فنظر إلى أبيه وهو عنده. فقال له: أطع أبا القاسم. فأسلم, فخرج النبي r وهو يقول: «الحمد
لله الذي أنقذه من النار».
[ رواه البخاري ]
"Adalah seorang anak kecil dari
Yahudi yang menjadi pelayan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sakit keras, maka
Nabi datang menjenguknya, lalu duduk disisi kepalanya, sembari mengatakan
padanya: 'Masuk Islamlah'. Kemudian dirinya melihat pada bapaknya yang ada
disisinya (minta persetujuannya), maka ayahnya mengatakan: 'Turuti perintah Abu
Qosim'. Anak kecil tadi lalu masuk Islam, selanjutnya Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam keluar dan beliau bersabda: 'Segala puji bagi Allah, yang telah
menyelamatkan dirinya dari api neraka'. [1]
Amalan Kedua
Berprasangka baik kepada Allah
Masih dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
أن النبي r دخل على شاب وهو في الموت. فقال: (( كيف تجدك ))
؟ قال:
والله يا رسول الله, إني أرجو الله, وإني أخاف ذنوبي. فقال رسول الله: (( لا يجتمعان في قلب عبد في مثل هذا الموطن, إلا أعطاه
الله ما يرجو, وآمنه مما يخاف))
[ رواه الدارمي و ابن ماجه ]
"Bahwa Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam pernah datang menengok seorang anak muda yang sedang sakit keras,
lalu beliau bertanya kepadanya: 'Bagaimana keadaanmu? Pemuda tersebut menjawab:
'Demi Allah, ya Rasulallah, sungguh aku sangat berharap mendapat (balasan baik)
dari Allah, dan sangat takut terhadap dosa-dosaku'. Maka Rasulallah bersabda:
'Tidak akan berkumpul didalam hati seorang hamba dalam keadaan semisal ini,
melainkan Allah pasti akan memberi apa yang diharapnya serta menjamin rasa aman
terhadap apa yang ditakutinya'.[2]
Abdullah
bin Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan: 'Jika kalian mendatangi seseorang
yang sedang sakaratul maut, berilah kabar gembira untuknya, supaya ia bertemu
dengan Rabbnya sedangkan dirinya berprasangka baik kepadaNya, namun apabila dia
sehat seperti sediakala, ingatkan dirinya supaya merasa takut kepada Rabbnya
azza wa jalla'.
Mu'tamar
bin Sulaiman menceritakan: 'Ayahku pernah berkata menjelang wafatnya; 'Wahai
Mu'tamar, ceritakanlah kepadaku sebuah hadits tentang rahmat Allah, yang
dengannya aku berharap bila mati bisa bertemu denganNya, sedangkan aku
berprasangka baik kepadaNya'.[3]
Dari Jabir
bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Aku pernah mendengar Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam tiga hari sebelum wafatnya, beliau bersabda:
قال النبي r قبل وفاته بثلاثٍ, يقول:
(( لا يموتن
أحدكم إلا وهو يحسن بالله الظن )). [ رواه مسلم ]
"Janganlah salah seorang
diantara kalian meninggal melainkan engkau berprasangka baik kepada
Allah".[4]
Di
kisahkan dari Hayan Abi Nadhar, ia berkata: 'Aku pernah keluar untuk menjenguk
Yazid bin al-Aswad yang sedang sakit, lalu ditengah jalan aku berjumpa dengan
Watsilah bin al-Asqa' yang dirinya juga sama ingin menjenguk Yazid, kemudian
kami pun masuk bersama-sama kepadanya, ketika dia melihat Watsilah datang, maka
dia membentangkan tangannya dan memberi isyarat kepadanya, lalu Watsilah pun
menghampirinya kemudian duduk disebelahnya.
Setelah
berada disebelahnya dia mengambil telapak tangan Watsilah lalu meletakan
diwajahnya, maka Watsilah berkata padanya: 'Bagaimana perasaanmu dengan Allah?
Prasangkaku dengan Allah baik, jawabnya. Kabar gembira untukmu, sesungguhnya
aku mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r: قال الله جل وعلا : « أنا عند ظن عبدي بي, إن ظن بي خيرا, وإن ظن شرا, فليظن بي ما شاء » [ صحيح موارد الظمآن إلى زوائد ابن حبان ـ للألباني ] .
"Allah ta'ala berfirman: 'Aku sesuai dengan apa
yang disangka oleh hambaKu, dirinya berprasangka baik atau berprasangka buruk
kepadaKu, maka berprasangka lah kepadaKu sesuai kehendakmu". [5]
Amalan Ketiga
Membersihkan pakaian orang yang
sedang menghadapi kematian
Di
riwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu, ketika menjelang beliau
wafat, dirinya meminta baju baru lalu dipakainya, setelah itu kemudian beliau
mengatakan: 'Aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول
الله r: «الميت يبعث في ثيابه التي يموت فيها» [ رواه أبو داود ]
Amalan Keempat
Mentalqin orang yang sedang sakaratul
maut dengan kalimat syahadah
Dari Abu
Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «لقنوا موتاكم: لا إله إلا الله». [ رواه مسلم ].
Dari Mu'adz
bin Jabal radhiyallahu 'anhu, ia menceritakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «من كان آخر كلامه لا إله إلا الله عند
الموت دخل الجنة يوما من الدهر. وإن أصابه قبل ذلك ما أصابه» [ صحيح
سنن أبي داود ] .
"Barangsiapa
ucapan terakhir yang dia ucapkan tatkala mati laa ilaha ilallah, maka ia pasti
akan masuk surga satu masa, walaupun sebelumnya dia mendapat apa yang
seharusnya dia dapatkan". [8]
Amalan Kelima
Mendo'akan kebaikan Untuknya
Diriwayatkan
dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, dia mengatakan: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «إذا حضرتم المريض أو الميت, فقولوا خيرا, فإن الملائكة يؤمنون على ما تقولون» [ رواه
مسلم ] .
"Jika kalian menjenguk orang
sakit atau orang yang sedang sakaratul maut, maka katakan oleh kalian ucapan
yang baik, sesungguhnya para malaikat mengucapkan amin terhadap apa yang kalian
ucapkan".[9]
Dari
Syadad bin Aus radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r: «إذا حضرتم موتاكم, فأغمضوا البصر, فإن البصر يتبع الروح, وقولا خيرا, فإن الملائكة تؤمن على ما قال أهل البيت» [ صحيح سنن ابن ماجة ]
"Apabila kalian menghadiri orang meninggal, maka
pejamkanlah matanya, karena pandangan mata mengikuti perginya ruh, lalu ucapan
perkataan yang baik, sesungguhnya para malaikat mengamini apa yang diucapkan
keluarganya". [10]
Amalan Keenam
Memejamkan mata sang mayit begitu
meninggal
Seperti
hadits diatas, Dari Syadad bin Aus radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r: «إذا حضرتم موتاكم, فأغمضوا البصر, فإن البصر يتبع الروح »
[ صحيح سنن ابن ماجة ] .
"Apabila kalian menghadiri orang meninggal,
maka pejamkanlah matanya, karena pandangan mata mengikuti perginya ruh ". [11]
Dari Ummu
Salamah radhiyallahu 'anha, dia menceritakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam pernah berkunjung ke Abu Salamah pada saat dicabut ruhnya, dan matanya
terbuka separuh maka beliau memejamkannya, lalu bersabda:
قال رسول
الله r: «إن الروح إذا قبض تبعه البصر» [ رواه مسلم ] .
Selanjutnya langsung mengikat janggutnya supaya mulutnya tidak terbuka,
lalu melemaskan pergelangan tangan, meluruskan badanya, menyatukan kedua
kakinya, serta tangannya, kemudian melepas semua kotoran yang menempel dibadan
atau yang lainnya.
Amalan Ketujuh
Berdo'a untuk mayit ketika memejamkan
matanya
Dari Ummu
Salamah radhiyallahu 'anha, dia menceritkan: ''Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam menjenguk ke Abu Salamah pada saat dicabut ruhnya, namun, matanya masih
terbuka separuh maka beliau memejamkannya, lalu mendo'akannya:
قال رسول
الله r: «اللهم اغفر لفلان (باسمه) وارفع درجته في
المهديين, واخلفه في عقبه في الغابرين. واغفر لنا وله يا رب العالمين, وأفسح له في قبره ونور له فيه» [ رواه
مسلم ] .
"Ya Allah, ampunilah si Fulan (sebutkan namanya),
angkatlah derajatnya bersama mereka yang mendapatkan petunjuk. Dan ciptakanlah
pengganti dirinya bagi orang-orang yang ditinggalkannya. Ampunilah dosa kami
dan dosa-dosanya, wahai Rabb sekalian makhluk. Luaskanlah kuburnya dan berilah
cahaya dalam kuburnya".[13]
Amalan Ketujuh
Tidak meratapi kematiannya sehingga
dia tidak diadzab dengan sebab itu
Diriwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu dari Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
قال رسول
الله r: «الميت يعذب في قبره بما نيح عليه» [ رواه البخاري ].
"Seorang mayit akan diadzab
didalam kuburnya dengan sebab ratapan yang dilakukan oleh keluarganya". [14]
Dan
diriwayatkan dari anaknya Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «ألا تسمعون, إن الله لا يعذب بدمع العين, ولا بحزن القلب, ولكن يعذب بهذا. وأشار إلى لسانه. أو يرحم, وإن الميت يعذب ببكاء أهله عليه» [ رواه البخاري ] .
"Tidakkah kalian mendengar,
bahwa Allah tidak akan mengadzab mayit dengan sebab linangan air mata
keluarganya, tidak pula sedih hati, akan tetapi dia akan diadzab dengan sebab
ini. lalu beliau mengisyaratkan kepada lisannya, dan ini haram, sesungguhnya
mayit akan diadzab dengan sebab tangisan keluarga padanya". [15]
Dan Umar
radhiyallahu 'anhu memukul orang yang meratapi mayit, melempar dengan kerikil
dan menaburi dengan tanah.
Adapun
Abdullah bin Mubarak mengatakan: 'Aku berharap semoga tatkala dia (orang yang
akan mati) melarang keluarganya untuk tidak meratapi kematiannya, hal tersebut
tidak mengapa bagi dirinya'.[16]
Amalan Kedelapan
Memandikan mayit sambil menutupi
auratnya
Di
riwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال
رسول الله r: «من
غسل ميتا فستره,
ستره الله من الذنوب, ومن كفنه, كساه الله من السندس». أخرجه الطبراني في الكبير.
انظر: السلسلة الصحيحة (5/467) (2353).
"Barangsiapa yang memandikan mayit lalu menutupi auratnya,
maka Allah akan menutupi dosa-dosanya. Dan barangsiapa yang mengkafaninya, maka
Allah akan memberi pakaian dari Sundus".[17]
Dari Abu Rafi' radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r: «من غسل مسلمًا فكتم عليه غفر الله له
أربعين مرة .....» [ أخرجه
الحاكم والبيهقي ] . انظر: أحكام الجنائز للألباني ـ ص (51) رقم (30).
"Barangsiapa yang memandikan
jenazah muslim lalu menyembunyikan aibnya, maka Allah akan mengampuninya
sebanyak empat puluh kali..".[18]
Amalan Kesembilan
Menjaga tubuh mayit dari kerusakan
dan gangguan
Di
riwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r: «كسر عظم الميت ككسره حيا» [ رواه أبو داود ] .
Haramnya
anggota tubuh seorang muslim ketika sudah meninggal masih sama seperti halnya
ketika dirinya masih hidup, maka tidak boleh menyakiti anggota tubuh mayit,
tidak pula merusak bagian tubuhnya.
Amalan Kesepuluh
Berbuat baik ketika mengkafani
saudaranya muslim
Di
riwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «إذا
كفن أحدكم أخاه فليحسن كفنه» [رواه مسلم]
"Apabila salah seorang diantara
kalian mengkafani saudaranya, maka perbagusi di dalam mengkafaninya". [20]
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «خير
ثيابكم البياض,
فكفنوا فيها موتاكم, والبسوها» [رواه ابن ماجة].
"Sebaik-baik
warna pakaian kalian adalah yang warna putih, maka gunakanlah untuk mengkafani
jenazah kalian, dan pakaiankan warna putih tersebut padanya".[21]
Dan dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «إذا ولي أحدكم أخاه فليحسن كفنه, فإنهم يبعثون في أكفانهم, ويتزاورون في أكفانهم». أخرجه الخطيب في
التاريخ، انظر: السلسلة الصحيحة (3/411) (1425).
"Apabila salah seorang diantara
kalian ditugasi untuk mengurusi mayit maka perbagusilah di dalam mengkafaninya,
sesungguhnya kelak mereka akan dibangkitkan dengan kafan-kafannya, dan mereka
akan saling berkunjung dengan kafan yang mereka kenakan".[22]
Dari Abu Rafi' radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «...ومن كفن ميتا كساه الله من سندس وإستبرق في الجنة...». رواه الحاكم. انظر: صحيح الترغيب والترهيب
(3/368) (3492).
"Barangsiapa
yang mengkafani jenazah, maka Allah akan memberi pakaian dari Sundus dan
Istabarak (sutera lembut) di dalam surga kelak".[23]
Amalan Kesebelas
Memberi pengharum pada badan jenazah
serta kain kafannya
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله r : «إذا أجمرتم الميت فأجمروه ثلاثًا». أخرجه أحمد في المسند
والبيهقي في السنن، انظر: صحيح الجامع (1/113) (278).
Masih
dalam riwayat beliau, dia mengatakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله r : «إذا أجمرتم الميت, فأوتروا». صحيح موارد الظمآن إلى
زوائد ابن حبان (1/332) (624).
Amalan Kedua Belas
Membawa Jenazah dan bersegera, dengan
berjalan kaki
Di riwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول
الله r : «أسرعوا بالجنازة, فإن تك صالحة فخير تقدمونها إليه, وإن تكن غير ذلك فشر تضعونه عن رقابكم» [ رواه البخاري ] .
"Bersegeralah kalian di dalam
memanggul jenazah, karena, jika sekiranya dia orang yang sholeh, maka itu
adalah kebaikan yang kalian segerakan baginya, namun, bila dia orang yang
buruk, maka setidaknya kalian telah meletakan kejelekan dari
pundak-pundakmu".[26]
Di
kisahkan dari Abdurahman bin Jusyan, beliau mengatakan: 'Aku pernah menghadiri
jenazahnya Abdurahman bin Samurah, dan para pengiring berjalan disisi kiri
kanan keranda, adapun para lelaki dari anggota keluarga Abdurahman, serta para
pelayannya bergantian membawa keranda tersebut, lalu berjalan dibelakang
mereka. Sambil sesekali mengatakan: 'Pelan-pelan, barokallahu fiikum'. Sehingga akhirnya mereka berjalan dengan
pelan, sampai ketika kami sampai disebuah jalan, kami bertemu dengan Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu yang sedang naik di atas seekor bighal.
Tatkala
melihat orang-orang yang sedang membawa jenazah pelan seperti itu, maka beliau
mendekati kami. Lalu mengatakan: 'Demi Allah, sungguh kami pernah membawa
jenazah bersama Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, dan kami berjalan
sangat cepat, sampai-sampai seperti berlari kecil'. Setelah mendengar hal
tersebut, maka orang-orang berjalan dengan cepat.[27]
Amalan Ketiga Belas
Mengiringi jenazah muslim
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam baersabda:
قال رسول
الله r : «حق المسلم على المسلم ست». قيل: ما هن يا رسول الله! قال: «إذا لقيته فسلم عليه, وإذا دعاك فأجبه, وإذا استنصحك فانصح له, وإذا عطس فحمد الله فشمته, وإذا مرض فعده, وإذا مات فاتبعه». رواه مسلم.
"Hak seorang muslim terhadap
muslim lainnya ada enam perkara'. Di katakan pada beliau, apa saja wahai
Rasulallah? Beliau menjawab: 'Apabila engkau bertemu memberi salam padanya,
bila diundang engkau memenuhinya, jika diminta nasehat engkau menasehatinya,
bila ia bersin dan mengucapkan alhamdulillah engkau mendo'akannya, jika sakit
engkau menjenguknya, dan bila meninggal engkau mengiringi jenazahnya".[28]
Dalam
riwayat lain, dari Bara bin Azib radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «من تبع جنازة حتى يصلى عليها, كان له من الأجر قيراط, ومن مشى مع الجنازة حتى تدفن, كان له من الأجر قيراطان. والقيراط مثل أحد» [ رواه النسائي ]
"Barangsiapa yang mengikuti jenazah sampai
menyolatinya, baginya akan mendapat pahala satu qiroth, dan barangsiapa yang
berjalan mengiringi jenazahnya sampai dikubur, baginya akan mendapat pahala dua
qiroth, dan satu qiroth itu (besarnya) seperti gunung Uhud".[29]
Dalam
riwayatnya Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «عودوا
المرضى,
واتبعوا الجنائز, تذكركم الآخرة» رواه
أبو يعلى في مسنده والبخاري في الأدب المفرد، انظر: السلسلة الصحيحة (4/636)
(1981).
"(Seringlah)
kalian menjenguk orang sakit, dan banyaklah mengiringi jenazah, sesungguhnya
hal tersebut bisa mengingatkan kalian pada akhirat".[30]
Amalan Keempat Belas
Mensholati Mayit
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Bersabda
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam:
قال رسول الله r : «لا يموت أحد من المسلمين, فيصلي عليه أمة
من المسلمين يبلغوا أن يكونوا مائة فيشفعوا له إلا شفعوا فيه» [رواه
الترمذي]
"Tidaklah
seorang muslim yang meninggal, lalu ada yang menyolatinya dari kalangan kaum
muslimin sejumlah seratus orang, yang mereka memintakan syafa'at padanya,
melainkan pasti jenazah tersebut akan mendapatkan syafa'at".[31]
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau mengatakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «ما
من مسلم يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا إلا شفعوا فيه».[ رواه مسلم ] .
"Tidaklah seorang muslim
meninggal, lalu ada yang ikut menyolati jenazahnya sebanyak empat puluh orang,
yang mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun, melainkan mereka pasti bisa
memberi syafa'at padanya".[32]
Sedangkan riwayat Abu Hurairah, beliau mengatakan dari
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «من صلى عليه مائة من المسلمين غفر له». [ رواه ابن ماجه ] .
"Barangsiapa yang jenazahnya di
sholati sebanyak seratus orang dari kaum muslimin, (pasti) dia akan diampuni
dosa-dosanya".[33]
Masih
dalam riwayatnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia mengatakan: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «ما من رجل مسلم يموت فيقوم على جنازته
أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا إلا شفعهم الله فيه» [ رواه مسلم ] .
"Tidaklah seseorang yang
meninggal dari kalangan kaum muslimin, lalu ada empat puluh orang yang ikut
mensholati jenazahnya, yang mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun,
melainkan Allah pasti akan memberi syafa'at melalui mereka pada jenazah
tersebut".[34]
Masih dari beliau, ia mengatakan: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «ما من أربعين من مؤمن يشفعون لمؤمن إلا
شفعهم الله». رواه ابن ماجه.
"Tidaklah empat puluh orang dari
kalangan orang yang beriman, yang memintakan syafa'at kepada mukmin lainnya,
melainkan pasti Allah akan memberi permintaan syafa'atnya tersebut".[35]
Amalan Kelima Belas
Mendo'akan Mayit ketika sholat
jenazah
Di
riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «إذا
صليتم على الجنائز, فأخلصوا لها الدعاء». صحيح
موارد الظمآن لزوائد ابن حبان (1/333) (626).
Dari Auf
bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Aku mendengar Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam ketika beliau sholat pada jenazah, beliau berdo'a dengan
mengatakan:
«اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع
مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقه من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من
الدنس. وأبدله دارا خيرا من داره, وأهلا خيرا من أهله, وزوجا خيرا من زوجه. وأدخله الجنة, وأعذه من عذاب القبر» [ رواه مسلم ] .
"Ya Allah, ampunilah dirinya,
berikan rahmatMu kepadanya, selamatkan dirinya dan ampuni dosa-dosanya,
muliakan dirinya dan luaskanlah kuburnya. Cucilah dirinya dengan air, es, dan
embun, lalu bersihkanlah dirinya dari segala kesalahan sebagaimana pakaian
putih dibersihkan dari noda. Berikanlah kepadanya tempat tinggal (pengganti)
yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya, masukan dirinya kedalam
surga, dan peliharalah dirinya dari siksa kubur".[37]
Sedangkan
dalam riwayat Abu Ibrahim al-Anshari dari bapaknya radhiyallahu 'anhuma, beliau
mendengar Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berdo'a ketika sholat jenazah:
«اللهم اغفر لحينا وميتنا وشاهدنا وغائبنا وذكرنا وأنثانا
وصغيرنا وكبيرنا» [رواه
النسائي] .
"Ya Allah, ampunilah orang yang
hidup dan yang mati diantara kami, yang hadir disini dan yang tidak hadir, yang
besar dan yang kecil, yang laki-laki dan perempuan".[38]
Dan ada lagi do'a yang biasa dibaca oleh
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam ketika menyolati jenazah. Diriwayatkan dari
Watsilah bin al-Asqa' radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan bahwa Rasulallah
pernah mengimami sholat jenazah, dan aku mendengar beliau membaca do'a:
«اللهم إن
فلان بن فلان في ذمتك وحبل جوارك فقه من فتنة القبر وعذاب النار وأنت أهل الوفاء
والحمد.
اللهم فاغفر له وارحمه إنك أنت الغفور الرحيم»
[ رواه
أبو داود ]
"Ya Allah, sesungguhnya Fulan
bin Fulan berada dalam tanggunganMu, berada dalam pendampingMu, maka
peliharalah dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka. Engkau selalu menunaikan
janji dan Dzat yang layak di puji. Ampunilah dirinya dan berikanlah rahmatMu
kepadanya, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".[39]
Amalan Keenam Belas
Sholat jenazah diatas kubur, bagi
siapa yang tidak menjumpai sholat jenazahnya, dengan catatan waktunya tidak
terlalu lama
Di
riwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam pernah melewati sebuah kubur yang baru saja dimakamkan jenazahnya
semalam. Maka beliau bertanya: 'Kapan jenazahnya dikubur? Semalam, jawab para
sahabat. Beliau mengatakan: 'Kenapa kalian tidak mengabariku? Mereka mengemukan
alasannya: 'Karena kami mengubur pada waktu malam yang gelap gulita, dan kami
tidak senang kalau sampai membangunkan tidurmu.
Maka kemudian beliau berdiri dan kami membikin barisan
shof dibelakangnya untuk menyolati jenazah tersebut.
Ibnu Abbas
mengatakan: 'Dan aku salah seorang yang ada diantara mereka pada saat itu, lalu
kami sholat pada jenazah yang telah dikubur tersebut".[40]
وعن يزيد
بن ثابت وكان أكبر من زيد. قال: خرجنا مع النبي r فلما ورد البقيع. فإذا هو بقبر جديد. فسأل عنه. فقالوا: فلانة.
قال: فعرفها. وقال: «ألا آذنتموني بها» قالوا: كنت قائلا صائما, فكرهنا أن نؤذيك.
قال: «فلا تفعلوا, لا أعرفن ما مات منكم ميت ما
كنت بين أظهركم إلا آذنتموني به, فإن صلاتي عليه له رحمة» ثم أتى القبر, فصفَّنا خلفه, فكبر عليه
أربعا. [رواه ابن ماجه]
Dari Yazid bin Tsabit, dan dia lebih
tua umurnya dari Zaid, dia menceritakan: 'Pada suatu hari kami pernah keluar
bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, manakala sampai di Baqi, kami
melihat ada sebuah makam yang masih baru, maka beliau bertanya siapa
penghuninya. Para sahabat menjawab: 'Fulanah'. Dan beliau mengenalinya, beliau
bertanya: 'Kenapa kalian tidak memberitahuku? Mereka menjawab: 'Pada waktu itu
engkau sedang berpuasa, maka kami tidak senang kalau menganggumu'. Beliau
bersabda: 'Jangan kalian lakukan lagi. Kalau sekiranya ada orang yang meninggal
diantara kalian sedangkan diriku kenal dan ada ditengah-tengah kalian, maka
kabarilah diriku. Sesungguhnya sholatku padanya bisa memberi rahmat".
Kemudian
beliau mendatangi kuburannya, lalu menyuruh kami membikin shof di belakangnya,
lantas beliau sholat dengan empat takbir'.[41]
Dan dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu,
beliau menceritakan: 'Ada seorang perempuan hitam yang biasa membersihkan
masjid Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, kemudian dia meninggal pada malam
hari. Pada keesokan harinya kami mengabarkan kepada Nabi tentang kematiannya.
Maka beliau bertanya: 'Kenapa kalian tidak memberitahuku?
Kemudian
kami keluar bersamanya memberi tahu kubur, lalu berdiri diatas kuburnya, beliau
kemudian bertakbir menyolati dan mendo'akannya, sedangkan para sahabat ikut
sholat dibelakangnya'.[42]
Dan dalam
riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan: 'Sesungguhnya Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menyolati jenazah yang telah dikubur
setelah lewat kematiannya tiga hari".[43]
Amalan Ketujuh Belas
Sholat gho'ib terhadap jenazah yang
sama sekali belum disholati
عن أبي
هريرة -رضي الله عنه- قال: نعى لنا رسول الله r النجاشي صاحب
الحبشة اليوم الذي مات فيه. فقال: «استغفروا لأخيكم» [ رواه البخاري ]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Suatu hari Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan pada kami berita tentang kematian
Najasi, penguasa Habasyah pada hari kematiaanya. Maka beliau bersabda kepada
kami: "Mintakanlah ampun kepada Allah terhadap saudara kalian".
Abu
Hurairah menjelaskan bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kami
membikin shof untuk sholat, lalu beliau sholat (ghoib) dengan empat takbir'.[44]
Sedangkan
dalam riwayat Hudzaifah bin Asid radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan, bahwa
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam keluar bersama mereka menuju tempat sholat,
lalu mengatakan pada para sahabatnya: "Sholatlah pada saudara kalian yang
telah meninggal jauh dari negerimu ini". Maka para sahabat bertanya:
'Siapakah dia, wahai Rasulallah? Beliau menjawab: 'Najasi".[45]
Amalan Kedelapan Belas
Menggali kubur untuk mayit serta
berbuat baik padanya
Di
riwayatkan dari Abu Rafi radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «من
غسل مسلما فكتم عليه غفر الله له أربعين مرة. ومن حفر له فأجنه أجرى عليه كأجر مسكن
أسكنه إياه إلى يوم القيامة. ومن كفنه كساه الله يوم القيامة من سندس وإستبرق الجنة». أخرجه الحاكم والبيهقي. انظر: أحكام الجنائز،
للألباني ـ ص (51) رقم (30).
"Barangsiapa
yang memandikan jenazah muslim lalu menyembunyikan aibnya, maka Allah akan
mengampuni dirinya sebanyak empat puluh kali. Dan barangsiapa yang menggali
kubur untuk jenazah lalu memakamkannya, maka dia akan diberi pahala seperti
orang yang memberi rumah pada jenazah tersebut kelak pada hari kiamat. Dan
barangsiapa yang mengkafani mayit maka Allah akan memberinya pakaian dari
sundus dan istabarak disurga kelak".[46]
Sedangkan
bentuk perbuatan baik ketika kita mengubur jenazah, bisa dengan beberapa
perkara, diantaranya:
- Hendaknya membikin liang lahat baginya.
Hal itu
berdasarkan sebuah riwayat dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma yang
mengatakan; 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «اللحد لنا والشق لغيرنا».[ رواه ابن ماجه ].
"Liang
lahat adalah untuk mayit dikalangan kita sedangkan melubangi begitu saja maka
itu untuk selain kita".[47]
Dan yang
dimaksud dengan liang lahat ialah galian yang condong kedalam sebelah kanan
sebagai tempat mayit ketika dimasukan kedalam kubur.[48] Dan didalam hadits ini
menujukan tentang keutamaan untuk membikin liang lahat, dan bukan sebagai
larangan untuk galian yang tidak ada liang lahatnya.[49]
- Hendaknya kubur tersebut dalam dan tidak
terlalu sempit.
Seperti
keterangan yang ada dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan dari Hisyam bin Amir
radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول
الله r : «احفروا وأوسعوا وأحسنوا». [ رواه ابن ماجه ].
Dan dalam
riwayat yang lain, masih dari beliau, ia mengatakan: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «احفروا, وأعمقوا, وأحسنوا» [ رواه النسائي ].
- Tidak meninggikan makamnya terlalu
berlebihan.
Sebagaimana adanya larangan untuk mendirikan bangunan diatas kubur.
Berdasarkan sebuah hadits dari Abul Hayyaj al-Asadi, dia bercerita: 'Ali bin
Thalib pernah berkata kepadaku: "Maukah engkau aku utus untuk menunaikan
tugas sebagaiman aku dahulu pernah diutus oleh Rasulalla shalallahu 'alaihi wa sallam untuk menunaikannya? Yaitu,
Janganlah engkau membiarkan satu patung pun melainkan engkau menghancurkannya,
dan tidak pula mendapati satu makam yang menonjol[52] melainkan engkan
meratakannya".[53]
Dalam suatu
riwayat, dari Tsumamah bin Syufayy, beliau menceritakan: 'Dahulu kami pernah
bersama Fadholah bin Ubaid radhiyallahu 'anhu, di negeri Romawi -Burdus-,
disana teman kami meninggal, maka Fadholah menyuruh kepada kami agar tidak
meninggikan kuburnya, lantas beliau berhujah sambil mengatakan: 'Aku pernah
mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk meratakan
makam'.[54]
- Tidak membangun serta memperbagusi
makamnya.
Seperti
yang ditegaskan dalam haditsnya Aisyah radhiyallahu 'anha, dari Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam, dia bercerita, Rasulallah pernah bersabda ketika beliau
sakit yang menyebabkan kematiannya:
قال رسول
الله r : «لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور
أنبيائهم مسجدا» [ رواه
البخاري ]
"Allah
melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka telah menjadikan kuburan para
Nabinya sebagai tempat ibadah".
Aisyah
mengomentari: 'Kalau seandainya bukan karena takut laknat tersebut, niscaya
kuburan beliau ditempatkan di tempat terbuka, hanya saja beliau takut
kuburannya akan di jadikan sebagai masjid'.[55]
Dan dari
Jabir radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
melarang untuk memperbagusi makam, duduk-duduk di atasnya serta membangun makam
tersebut'.[56]
- Tidak menguburnya di pemakaman
orang-orang kafir atau di tempat-tempat kotor yang tidak layak.
Sebagaimana kita dilarang untuk berlebih-lebihan didalam pemakamkannya
demikian juga kita dilarang untuk menyepelekan jenazahnya.
Amalan Kesembilan Belas
Menurunkan jenazahnya sesuai dengan
sunah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
Ada beberapa
amalan sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan manakala kita menurunkan jenazah
ke dalam liang lahat, di antaranya ialah:
1.
Disunahkan bagi orang yang menurunkan jenazah bukan
orang yang malamnya sehabis berhubungan dengan istrinya.
Hal itu
berdasarkan sebuah hadits, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia
bercerita: 'Kami pernah mengiringi jenazah anak perempuannya Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam. Tatkala sampai dipemakaman beliau berdiri disisi kubur, dan
aku melihat kedua mata beliau berlinang. Sambil menanyakan: 'Apakah ada
diantara kalian seseorang yang semalam tidak habis berkumpul bersama istrinya?
Maka Abu Thalhah menyahut, aku ya Rasulallah. Beliau lalu menyuruh untuk turun,
lantas Abu Thalhah turun menerima jenazah tersebut'.[57]
2.
Membaca do'a.
Do'anya
ialah, seperti dalam haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam biasanya apabila menurunkan jenazah ke dalam
kubur, beliau terkadang membaca do'a:
«بسم الله وبالله وعلى ملة رسول الله»
"Dengan
menyebut nama Allah dan diatas agama Rasulallah".
Dan terkadang beliau membaca do'a:
« بسم الله والله وعلى سنة رسول الله r » [ رواه الترمذي ] .
Amalan Kedua Puluh
Ikut serta mengubur jenazahnya
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
pernah menyolati jenazah, kemudian beliau ikut serta mengiringi sampai
dikuburan, lalu ikut bergabung mengubur dengan menaburkan tanah sebanyak tiga
kali di atas kepalanya'.[59]
Amalan Kedua Puluh Satu
Mendo'akan mayit untuk tetap teguh
setelah selesai pemakamannya
Di
riwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Adalah Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam apabila telah usai mengubur jenazah, beliau
berdiri disisinya sambil bersabda:
قال رسول
الله r : «استغفروا لأخيكم وسلوا له بالتثبيت, فإنه الآن يسأل» [ رواه أبو داود ]
"Mintakanlah ampun bagi saudara
kalian, do'akan untuknya agar tetap teguh, sesungguhnya sekarang dia sedang
ditanya".[60]
Amalan Kedua Puluh Dua
Berdo'a kepada ahli kubur tatkala
menziarahinya
Di
riwayatkan dari Buraidah radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan: 'Sesungguhnya
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam apabila datang ke kuburan beliau
berdo'a:
قال رسول الله r: «السلام عليكم أهل الدار من المؤمنين والمسلمين, وإنا إن شاء الله بكم لاحقون, وأنتم لنا فرط, ونحن لكم تبع, أسأل الله العافية لنا ولكم» [ رواه النسائي ]
"Semoga keselamatan menyertai
kalian hai para penghuni alam kubur dari kalangan mukminin dan muslimin. Sesungguhnya
kami, insya Allah akan menyusul kalian. Kalian adalah para pendahulu kami
sedangkan kami pasti akan menyusulnya. Aku memohon kepada Allah agar memberikan
keselamatan kepada kita sekalian".[61]
Amalan Kedua Puluh Tiga
Merawat makamnya
Dan cara merawat makam ada beberapa kategori,
diantaranya:
1.
Tidak buang hajat diatas kuburan.
Berdasarkan haditsnya Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, beliau
menceritakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «لأن أمشي على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي
برجلي, أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم, وما أبالي أوسط القبور قضيت حاجتي أو وسط السوق» [ رواه ابن ماجه ]
"Sekiranya aku berjalan diatas
bara api atau mata pedang, atau hanya sekedar meletakan sandal atau kakiku,
niscaya hal itu lebih aku cintai dari pada berjalan di atas kuburnya seorang
muslim. Dan aku tidak akan pernah buang air kecil atau besar di komplek kuburan
atau ditengah-tengah pasar".[62]
2.
Tidak berjalan di komplek pemakaman dengan memakai
sandalnya.
Di
riwayatkan dari Basyir bin al-Khashashiyah, mantan sahaya Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat ada
seseorang yang berjalan di antara kubur memakai sandal. Maka beliau bersabda
padanya:
فقال رسول
الله r: «يا
صاحب السبتيتين اخلع سبتيتيك» [ رواه ابن ماجه]
Dan dari
Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, ia mencertikan: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
فقال رسول
الله r: «لأن أمشي على جمرة أو سيفأو أخصف نعلي
برجلي, أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم» [ رواه ابن ماجه ]
"Kalau
sekiranya aku berjalan diatas bara api atau pedang yang tajam, atau aku
meletakan sandal dan kedua kakiku, lebih aku cintai dari pada aku berjalan di atas
kuburan muslim".[64]
3.
Tidak duduk-duduk di atas kubur.
Di
riwayatkan dari Abu Murtsad al-Ghanawi radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «لا
تجلسوا على القبور ولا تصلوا إليها» [ رواه مسلم ]
Dan
berdasarkan dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia
menceritakan: 'Bahwa Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «لأن
يجلس أحدكم على جمرة فتحرق ثيابه, فتخلص إلى جلده خير له من أن يجلس على قبر» [ رواه مسلم ]
"Seandainya salah seorang di
antara kalian duduk di atas bara api lalu membakar pakaiannya, kemudian
membakar kulitnya, maka itu lebih baik baginya dari pada duduk di atas
kubur".[66]
4.
Tidak membongkar kuburan mereka melainkan bila sangat
dibutuhkan sekali.
Berdasarkan haditsnya Aisyah radhiyallahu 'anhu, dirinya bercerita:
'Sesungguhnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
menggali kuburan demikian juga perempuan".[67]
Amalan Kedua Puluh Empat
Menulasi hutang si mayit
Di
riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه» [ رواه الترمذي ]
"Ruh seorang mukmin akan
tergantung dengan hutangnya (ketika dunia) sampai hutang tersebut
dilunasi".[68]
Dan
berdasarkan haditsnya Sa'ad bin al-Athwal radhiyallahu 'anhu, yang mengkisahkan:
'Bahwa saudaranya meninggal dan meninggalkan hutang sebanyak tiga ratus dirham,
serta keluarga. Maka dia ingin bersedekah kepada keluarganya, namun Rasulallah
berkata kepadanya:
قال رسول
الله r : «إن
أخاك محبوس بدينه فاذهب فاقض عنه» [ رواه ابن ماجه ]
"Sesungguhnya ruh saudaramu
tertahan dengan sebab hutangnya dulu, pergilah lunasi hutang-hutangnya".[69]
Dan dari
Samurah bin Jundub radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan: 'Pada suatu hari
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah, lalu bertanya:
'Apakah disini ada salah seorang dari Bani Fulan? Tidak ada yang menjawabnya.
Kemudian beliau bertanya kembali sampai tiga kali: 'Apakah disini ada Bani
Fulan? Dan pada pertanyaan yang ketiga ada salah seorang yang berdiri, lalu
menjawab: 'Aku ya Rasulallah'. Maka Rasulalah bertanya: 'Apa yang menyebabkan
dirimu tidak menjawabku pada dua pertanyaan sebelumnya? Sesungguhnya aku tidak
punya niatan apa-apa terhadap kalian melainkan kebaikan. Sesungguhnya salah
seorang saudara kalian tertahan di depan pintu surga dengan sebab hutangnya
dulu ketika di dunia. Jika sekiranya kalian mau maka tunaikanlah hutangnya, dan
jika mau kalian biarkan saja dirinya di adzab oleh Allah azza wa jalla".
Lelaki tersebut lantas menyahut: 'Hutangnya menjadi tanggunganku'. Kemudian dia
melunasi hutang tersebut".[70]
Dan Jabir
bin Abdilla pernah menceritakan: 'Ada seseorang yang meninggal, lalu kami
memandikan, mengkafani dan memberinya wewangian. Setelah itu kami lalu
membawanya kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam supaya di sholati.
Lalu kami bilang pada beliau: 'Sholatilah'. Lantas beliau berjalan ke arahnya
beberapa langkah, lalu bertanya: 'Apakah dirinya masih punya tanggungan hutang?
Ada, dua dinar, ya Rasulallah. Beliau kemudian berpaling dari jenazah tersebut.
Selanjutnya Abu Qotadah mau menanggung dua dinar
tersebut, kemudian kami mendatangi kembali Rasulallah. Lalu Abu Qotadah berkata
pada beliau: 'Dua dinar berada dalam tanggunganku'. Maka Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh telah ditepati haknya orang yang
punya hutang, apakah telah dilepas tanggunganny? Abu Qotadah menjawab: 'Ia'.
Setelah itu baru Rasulallah mau menyolatinya.
Pada
keesokan harinya ketika beliau bertemu dengan Abu Qotadah, beliau bertanya:
'Apakah telah kamu tunaikan dua dinar tersebut?. Aku jawab: 'Orang itu baru
mati kemarin! Pada keesokannya ketika bertemu kembali, dia mengatakan pada
beliau: 'Telah aku lunasi dua dinar tersebut'. maka Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam berkata: 'Sekarang, sungguh kulitnya baru dingin".[71]
Amalan Kedua Puluh Lima
Menunaikan Kafarah yang menjadi
tanggungannya
Menunaikan
kafarah syar'iyah yang menjadi tanggungannya namun belum sempat di tunaikan
tatkala hidup, adalah suatu bentuk kewajiban, yang diambil dari harta peninggalannya
sebelum membagi kepada ahli waris. Berdasarkan keumuman sabda Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam: "(Maka) tanggungan Allah lebih berhak untuk
ditunaikan".
Dan
berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia
menceritakan: 'Sesungguhnya ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam, seraya mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku mati dan
dirinya punya hutang puasa satu bulan'. Maka Nabi bersabda padanya: 'Menurutmu
bagaimana kalau sekiranya ibumu punya hutang,
apakah kamu akan membayarnya? Tentu, jawabnya. Beliau bersabda: "Dan
hutangnya Allah lebih berhak untuk ditunaikan".[72]
Semisal
kafarah yang seharusnya ditunaikan adalah sumpah, atau berbuka pada siang hari
bulan ramadhan karena sakit, bagi siapa yang sudah tidak diharapkan lagi
kesembuhannya. Kafarah orang yang mempergauli istrinya pada siang hari ramadhan
kemudian tidak mampu membebaskan budak, tidak pula berpuasa dua bulan
berturut-turut. Kafarah bagi orang yang tidak sempurna ketika menunaikan ibadah
haji, kemudian belum sempat ditunaikan ketika masih hidup.
Amalan Kedua Puluh Enam
Melaksanakan wasiatnya yang sesuai
syar'iat, tanpa merubahnya
Allah ta'ala berfirman:
قال الله تعالى ] كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ
إِن تَرَكَ خَيۡرًا ٱلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ
حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ ١٨٠ فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ بَعۡدَ مَا سَمِعَهُۥ فَإِنَّمَآ
إِثۡمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ١٨١ فَمَنۡ
خَافَ مِن مُّوصٖ جَنَفًا أَوۡ إِثۡمٗا فَأَصۡلَحَ
بَيۡنَهُمۡ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ [ (سورة البقرة 180-182).
'Di wajibkan atas kamu, apabila
seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara
ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Maka barangsiapa
yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka sesungguhnya dosanya
adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui. (akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang
berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara
mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang". (QS al-Baqarah: 180-182).
Namun jika
isi wasiatnya adalah perkara yang haram, atau menghalangi haknya salah seorang
ahli waris, atau memberi wasiat lebih banyak dari jumlah sepertiga hartanya,
atau berwasiat lebih banyak bagi ahli waris dibanding lainnya.[73] Kalau demikian isinya, maka
boleh untuk merubahnya sesuai dengan syari'at, namun, bila tidak maka pada
asalnya bagi keluarganya wajib melaksanakan isi wasiat tersebut sesuai dengan
kemauan si mayit, dan hukumnya haram untuk merubahnya atau mengingkari adanya
wasiat tersebut kalau sudah diketahui secara pasti.
Amalan Kedua Puluh Tujuh
Bersedekah atas nama mayit
Di
riwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Sesungguhnya pernah
ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam:
'Sesungguhnya ayahku mati, dan meninggalkan harta yang banyak, namun tidak
memberi wasiat apa-apa, apakah boleh bersedekah untuknya? Maka beliau menjawab:
'Ia'.[74]
Sedangkan
dalam riwayatnya Aisyah radhiyallahu 'anha, dia bercerita: 'Ada seseorang yang
bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya ibuku mati
mendadak, dan aku kira kalau sekiranya aku berbicara dengannya ia mau
bersedekah. Apakah aku akan mendapat pahala dengannya? Beliau menjawab: 'Ia'.[75]
Dan masih
dalam riwayat Aisyah, dia berkata: 'Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya ibuku mati mendadak. Dan aku kira
kalau sekiranya aku berbicara dengannya tentu dia mau bersedekah, apakah aku
boleh bersedekah untuknya? Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Ia,
bersedekahlah untuknya'.[76]
Dalam
riwayat lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: 'Sesungguhnya
Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu ditinggal ibunya meninggal sedangkan
dirinya tidak ada dirumah. Lalu dia mendatangi Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam sambil mengatakan: 'Wahai Rasulallah, sesungguhnya ibuku meninggal dan
aku tidak menjumpainya. Apakah masih ada yang bisa aku lakukan yang bermanfaat
untunya? Beliau menjawab: 'Ia'. Ia lalu mengatakan: 'Sesungguhnya aku bersaksi
bahwa kebunku aku sedekahkan baginya'.[77]
Amalan Kedua Puluh Delapan
Menunaikan nadzarnya
Di riwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwa Sa'ad bin Ubadah meminta fatwa kepada
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, sambil mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku
meninggal dan masih mempunyai nadzar'. Maka beliau mengatakan padanya:
'Tunaikanlah nadzarnya'.[78]
Dan dalam
riwayat yang lain, masih dari Ibnu Abbas, dia mencertikan: 'Ada seorang
perempuan yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan mengatakan:
'Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku mati, sedangkan dirinya mempunyai tanggungan
puasa nadzar, apakah aku harus berpuasa untuknya? Beliau menjawab:
قال رسول
الله r : «أرأيت لو كان على أمك دين فقضيتيه أكان
يؤدي ذلك عنها» قالت: نعم. قال: «فصومي عن أمك» [ رواه مسلم ]
"Apa
menurut pendapatmu, jikalau sekiranya ibumu mempunyai hutang kemudian engkau
bayar apakah hal tersebut mampu menutupnya? Ia, jawabnya. Beliau melanjutkan:
'Puasalah untuk ibumu'.[79]
Masih dalam
riwayatnya, dia menceritakan: 'Ada seorang perempuan yang naik perahu ditengah
lautan, kemudian dia bernadzar akan berpuasa selama satu bulan penuh. Akan
tetapi dirinya mati sebelum menunaikan nadzarnya.
Setelah
itu, saudara perempuannya datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam lalu
menceritakan semua kejadiannya. Maka Nabi memerintahkan supaya dirinya berpuasa
untuk saudaranya'.[80]
Amalan Kedua Puluh Sembilan
Tidak menyebut kejelekan dan
kesalahannya
Di
riwayatkan dari Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam melarang mencela orang yang sudah meninggal'.[81]
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia bercerita:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «لا تذكروا هالككم إلا بخير» [. رواه النسائي ]
Dan masih darinya, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «لا تسبوا الأموات, فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا» [ رواه النسائي ]
"Janganlah kalian mencela orang yang telah
meninggal. Sesungguhnya mereka telah meninggalkan apa yang mereka
kerjakan".[83]
Dan darinya, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «إذا مات صاحبكم فدعوه لا تقعوا فيه» [ رواه أبو داود ]
Amalan Ketiga Puluh
Memuji kebaikan mayit, yang dia
ketahui
Di
riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia bercerita: 'Pernah ada
seorang jenazah yang lewat dihadapan kami, kemudian kami saling memuji kebaikan
padanya. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Wajib'.
Kemudian
tidak selang berapa lama kemudian ada seorang jenazah lagi yang lewat. Lalu
para sahabat saling memperbincangkan tentang kejelekannya. Maka Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam berkata: 'Wajib'.
Setelah
itu Umar bib Khatab bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, apa
maksud ucapannya: 'Wajib'? Beliau menjelaskan:
قال r : «هذا أثنيتم عليه خيرا فوجبت له الجنة. وهذا أثنيتم عليه شرا فوجبت له النار. أنتم شهداء الله
في الأرض» [ رواه البخاري ]
"Jenazah yang pertama, kalian
saling memuji kebaikannya, maka wajib baginya surga. Sedangkan jenazah kedua,
kalian saling berbicara tentang keburukannya, maka wajib baginya neraka. Dan
kalian ada para saksi Allah yang ada didunia ini".[85]
Dan dari
Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «أيما مسلم شهد له أربعة بخير أدخله الله
الجنة». فقلنا: وثلاثة. قال: «وثلاثة». فقلنا: واثنان. قال: «واثنان». ثم لم نسأله عن الواحد [ رواه البخاري ]
"Siapa saja, seorang muslim yang
dipersaksiakan kebaikannya oleh empat orang, maka Allah akan memasukkan ke
dalam surga".
Maka kami
bertanya kepada beliau: 'Bagaimana kalau Cuma tiga orang? Ia, tiga orang. Jawab
beliau. Kami tanya lagi: 'Bagaimana kalau dua orang? Ia, dua orang. Jawabnya.
Kemudian kami tidak bertanya bagaimana kalau sekiranya yang bersaksi cuma
seorang'.[86]
Dari Rubayi' binti Mua'wadz radhiyallahu 'anha, bahwa
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أن
النبي r قال: «إذا صلوا على جنازة, وأثنوا خيرا. يقول الرب -عز وجل-: أجزت شهادتهم فيما
يعلمون,
وأغفر له ما لا يعلمون». أخرجه
البخاري في التاريخ الكبير، انظر: السلسلة الصحيحة (3/351) (1364).
"Apabila
kalian sholat jenazah, ucapkan yang baik. Karena Allah azza wa jalla berfirman:
'Persaksian mereka telah mencukupkan, itu sesuai apa yang mereka ketahui. Dan
Aku ampuni dia apa yang mereka tidak ketahui'.[87]
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
أن
النبي r قال: «ما من مسلم يموت فيشهد له أربعة أهل أبيات
من جيرانه الأدنين أنهم لا يعلمون إلا خيرا, إلا قال الله: قد قبلت عملكم فيه, وغفرت له ما لا تعلمون». رواه
أبو يعلى وابن حبان في صحيحه، انظر: صحيح الترغيب والترهيب (3/377) (3515).
"Tidaklah
seorang muslim yang meninggal, kemudian ada empat orang dari tetangga dekatnya
yang bersaksi, bahwa mereka tidak mengetahui darinya melainkan kebaikan,
melainkan pastia Allah berkata: 'Telah aku terima amal kalian, dan Aku telah
ampuni (orang ini), apa yang kalian tidak pahami'.[88]
Amalan Ketiga Puluh Satu
Berpuasa untuk mayit, jika sekiranya
ia meninggalkan puasa wajib, selagi dirinya tidak menyengaja untuk
melalaikannya
Hal itu
berdasarkan haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia bercerita: 'Ada
seorang perempuan yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu
mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku meninggal sedangkan dirinya masih punya beban
puasa satu bulan'. Maka Nabi berkata: 'Apa pendapatmu kalau sekiranya ibumu
mempunyai hutang, apakah kamu akan membayarnya? Tentu, jawab wanita tersebut.
Maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan. Sabda Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam'.[89]
Dan dari
Buraidah radhiyallahu 'anhu, ia menceritakan: 'Takala aku sedang duduk-duduk
disisi Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang
perempuan. Lalu ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku pernah bersedekah kepada ibuku
seorang budak, dan sekarang dia meninggal. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam menjawab: 'Engkau akan mendapat pahalanya, kembalikan sebagai harta
waris'.
Kemudian
wanita tadi bertanya kembali: 'Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku masih punya
beban hutang satu bulan, apakah aku boleh berpuasa untuknya? Ia, berpuasalah
untuk ibumu. Jawan beliau. Wanita tersebut masih bertanya lagi: 'Dan dia belum
haji, apakah boleh aku menghajikannya? Pergilah haji untuk ibumu. Kata Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam'.[90]
Dan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «من
مات وعليه صيام,
صام عنه وليه» [ رواه
مسلم ]
Amalan Ketiga Puluh Dua
Haji dan umrah untuk si mayit
Di
riwayatkan dari Abdulallah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, bahwa al-Ash bin Wail
berwasiat untuk membebaskan seratus budak, maka anaknya Hisyam melaksanakan
wasiat bapaknya, namun cuma lima puluh budak. Kemudian anaknya, Amr
berkeinginan untuk membebaskan sisanya. Dirinya berkata: 'Sampai kiranya aku bertanya
langsung kepada Rasulallah dan meminta fatwa dari beliau shalallahu 'alaihi wa
sallam. Dia berkata: 'Ya Rasulallah, sesunggunya ayahku berwasiat supaya
membebaskan seratus budak, dan Hisyam telah membebaskan lima puluh, kemudian
masih tersisa lima puluh lagi, apakah aku harus membebaskan sisanya? Maka Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
قال رسول
الله r : «لو كان مسلما, فأعتقتم عنه, أو تصدقتم عنه أو حججتم عنه, بلغه ذلك» [ رواه أبو داود ]
"Kalau sekiranya dia muslim,
maka penuhilah wasiatnya, dengan memerdekakan budak, atau kalian bersedekah
atasnya, atau kalian menghajikan dirinya, maka hal itu akan sampai
(pahalanya)".[92]
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia bercerita: 'Ada seorang lelaki yang datang
kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu mengatakan: 'Apakah boleh aku
pergi haji untuk ayahku? Maka Nabi menjawab:
قال رسول
الله r : «نعم. حج عن أبيك, فإنك إن لم تزده خيرا لم تزده شرا» [ رواه ابن ماجه ]
"Tentu, pergi hajilah untuk
ayahmu, sesungguhnya engkau jika tidak menambah padanya kebaikan maka tidak
akan bertambah kejelekannya".[93]
Masih
dalam riwayatnya, dia bercerita: 'Ada seorang perempuan yang menyuruh Sanan bin
Salamah al-Juhani untuk menanyakan kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam tentang ibunya yang mati, namun belum sempat berangkat haji, apakah dia
boleh pergi haji untuk menghajikan ibunya? Jawab Rasulallah:
قال رسول
الله r : «نعم! لو كان على أمها دين, فقضته عنها, ألم يكن يجزئ عنها! فلتحج عن أمها» [ رواه أبو داود ]
"Ia, boleh. Kalau seandainya
ibunya mempunyai hutang kemudian dia membayarnya, bukankah itu telah
mencukupinya? Perintahkan dia untuk menghajikan ibunya".[94]
Amalan Ketiga Puluh Tiga
Tetap menjalin hubungan, bersama
keluarga mayit setelah kematiannya
Di
riwayatkan dari Abu Burdah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Aku pernah datang
ke Madinah, lalu di sana aku didatangi oleh Abdullah bin Umar, seraya
mengatakan: 'Tahukah kamu kenapa saya menemuimu? Tidak, jawabku. Dia
melanjutkan: 'Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r: «من أحب أن يصل أباه في قبره, فليصل إخوان أبيه بعده» [ رواه ابن حبان و أبو يعلى ]
"Barangsiapa yang ingin tetap menyambung
hubungannya bersama ayahnya yang sudah di alam kubur, maka hendaknya ia
menyambung saudara dekatnya setelah kematiannya".
Ibnu Umar
melanjutkan: 'Sesungguhnya antara ayahku dan ayahmu ada hubungan yang sangat
erat, oleh karena itu aku senang bila aku menyambung hubungannya denganmu'.[95]
Dan dari
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r: «من
البر أن تصل صديق أبيك» [ رواه الطبراني ]
"Termasuk dari bentuk berbuat
baik terhadap orang tua ialah menyambung kekeluargaan bersama teman
ayahmu".[96]
Di
riwayatkan dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar. Beliau mengkisahkan,
bahwa Ibnu Umar biasanya kalau safar ke Makkah dia membawa keledai yang biasa
digunakan untuk mengangkut barang bila sudah capai berjalan. Serta sorban yang
melingkar di kepalanya. Dan pada suatu ketika di tengah perjalanan, manakala ia
berada diatas kedelainya, dirinya bertemu dengan seorang arab badui, lalu dia
berhenti sejenak dan bertanya: 'Bukankah kamu Fulan bin Fulan? Ia, jawabnya.
Kemudian
dia memberikan keledainya, lalu berkata padanya: 'Naiklah ini', lalu melepas
sorban yang ada diatas kepadalnya, dan berkata: 'Pakailah ini, tutup kepalamu'.
Melihat
pemandangan seperti itu, maka para sahabat yang ikut safar bersamanya, merasa
keheranan, lalu sebagian diantara mereka berkata: 'Semoga Allah mengampunimu.
Kenapa engkau berikan keledai yang bisa engkau naiki bila terasa capai,
kemudian sorban yang bisa menutupi kepalamu dari panas mentari? Ibnu Umar
menjawab: 'Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
يقول الله r: «إن
من أبر البر صلة الرجل أهل ود أبيه بعد أن يولى»
وإن أباه كان صديقا لعمر [ رواه مسلم ]
"Sesungguhnya termasuk berbuat
baik kepada orang tua yang paling utama ialah seseorang menyambung kekeluargaan
bersama keluarga teman ayahnya setelah dirinya meninggal".
Lalu beliau menjelaskan alasannya kenapa melakukan itu
semua, seraya berkata: 'Sesungguhnya bapaknya arab badui ini adalah teman umar
bin Khatab'.[97]
Dari
Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Tidak ada yang lebih membikinku cemburu
terhadap istri-istri Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melebihi kecemburuanku
pada Khadijah padahal aku tidak pernah melihatnya. Akan tetapi Nabi seringkali
menyebut dirinya. Terkadang, bila beliau menyembelih kambing kemudian
dibagi-bagi maka dia pasti mengutus untuk diberikan kepada teman-temannya
Khadijah. Sehingga pada suatu ketika aku pernah nyeletuk: 'Seakan-akan tidak
ada wanita lain di dunia ini melainkan Khadijah! Maka beliau mengatakan:
"Sesungguhnya dia adalah begini dan begitu (padanya kebaikan), dan
dengannya aku dikarunia anak".[98]
Amalan Ketiga Puluh Empat
Mendo'akan dan memintakan ampun
padanya
Hal itu sesuai dengan perintah Allah azza wa jalla
dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ]وَٱلَّذِينَ جَآءُو
مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا
بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ
إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ [ (سورة الحشر 10)
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS al-Hasy: 10).
Di
riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله r : «إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث:
صدقة جارية, أو علم ينتفع به, أو ولد صالح يدعو له» [ رواه مسلم ]
"Jika seseorang telah meninggal
dunia maka amalnya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholeh yang mendo'akannya".[99]
Dan dalam redaksi lain, Rasulallah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «إن الرجل لترفع درجته في الجنة. فيقول: أنى لي هذا, فيقال: باستغفار ولدك لك» [ رواه ابن ماجه ]
"Sesungguhnya ada seseorang
disurga yang tiba-tiba dinaikan derajatnya, maka dia bertanya: 'Apa yang
menyebabkan aku begini? Di katakan padanya: 'Ini dengan sebab permintaan ampun
dari anakmu".[100]
Dari Ubadah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله
r : «من استغفر للمؤمنين وللمؤمنات, كتب الله له بكل مؤمن ومؤمنة حسنة».
أخرجه الطبراني في الكبير، انظر: صحيح الجامع (2/1042) (1026) وقال
الألباني: حسن.
"Barangsiapa berdo'a untuk kaum
mukminin dan mukminat, niscaya Allah akan menulis untuk setiap mukmin dan
mukminat satu kebaikan".[101]
Dalam haditsnya Anas dikatakan, Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «سبع
يجرى للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته: من علم علمًا, أو أجرى نهرًا, أو حفر
بئرًا, أو غرس نخلًا, أو بنى مسجدًا, أو ورث مصحفًا, أو ترك ولدًا يستغفر له بعد
موته». أخرجه
ابن خزيمة في صحيحه والبيهقي، انظر: صحيح الترغيب والترهيب (1/36) (74).
"Ada
tujuh perkara yang pahalanya bisa tetap mengalir bagi seorang hamba, sedangkan
dirinya sudah di alam kubur. Orang yang mengajari ilmu, membikin saluran air,
menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, meninggalkan mushaf, dan orang
yang meninggalkan anak, lalu anak tersebut mendo'akan dirinya setelah
meninggal".[102]
Amalan Ketiga Puluh Lima
Melanjutkan amal sholehnya setelah
kematiannya
Sebagaimana yang tercantum dalam haditsnya Abu Umamah radhiyallahu
'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «أربعة
تجري عليهم أجورهم بعد الموت, من مات مرابطًا في سبيل الله, ومن علم علمًا, أجري له عمله ما عمل به, ومن تصدق بصدقة فأجرها يجري له ما وجدت, ورجل ترك ولدًا صالحًا فهو يدعو له».
[ رواه
أحمد والطبراني ]
"Ada empat perkara yang tetap
mengalir pahalanya pada seseorang setelah kematiannya: Seseorang yang mati
berjaga dijalan Allah, di perbatasan negeri muslim, orang yang mengajari ilmu,
amal sholeh yang di tiru sama orang, orang yang bersedekah dengan satu sedekah,
lalu sedekahnya bermanfaat dan seseorang yang meninggalkan anak sholeh yang
mendo'akannya".[103]
Demikian
juga dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «إن
مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته, بعد موته. علمًا نشره, وولدًا صالحًا تركه أو مصحفًا ورثه أو
مسجدًا بناه أو بيتًا لابن السبيل بناه أو نهرًا أجراه أو صدقة أخرجها من ماله في
صحته وحياته, تلحقه من بعد موته»
[
رواه ابن ماجه ] .
"Termasuk dari perkara yang akan
menemui seorang mukmin dari amal sholeh dan kebajikannya, setelah kematiannya
ialah: Ilmu yang diajarkan, anak sholeh, mushaf yang ditinggalkan, masjid yang
dibangunnya, rumah yang dibangun untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya,
sedekah yang dikeluarkan dari hartanya, tatkala sehat, semuanya akan menemui
pelakunya setelah kematiannya".[104]
Dalam
haditsnya Salman radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله r : «أربع
من عمل الأحياء تجرى للأموات: رجل ترك عقبًا صالحًا يدعوا له ينفعه دعاؤهم, ورجل تصدق بصدقة جارية من بعده له أجرها
ما جرت بعده,
ورجل علم علمًا فعمل به من بعده, له مثل أجر من عمل به من غير أن ينقص من أجر من يعمل به
شيء». أخرجه الطبراني في
الكبير، انظر: صحيح الجامع (1/215) (888).
"Empat
hal dari amal sholeh yang dikerjakan oleh orang ketika masih hidup, kemudian
pahalanya terus mengalir sesudah mati: Seseorang yang meninggalkan anak sholeh,
yang mendo'akan dirinya, sehingga mereka banyak mengambil manfaat dari do'anya.
Sesorang yang bersedekah jariyah, yang terus mengalir manfaatnya. Seseorang
yang mengajari ilmu, kemudian ilmunya diamalkan setelahnya. Maka dirinya akan
memperoleh pahala tiap orang yang mengamalkannya tanpa dikurangi pahala mereka
sedikitpun".[105]
Amalan Ketiga Puluh Enam
Kebajikan orang yang masih hidup,
sebagai bentuk kabar gembira bagi mayit
Di
riwayatkan dari Abu Ayub radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «إذا قبضت نفس العبد, تلقاه أهل الرحمة من عباد الله كما يلقون
البشير في الدنيا, فيقبلون عليه ليسألوه. فيقول بعضهم لبعض: انظروا أخاكم حتى
يستريح,
فإنه كان في كرب. فيقبلون عليه, فيسألونه: ما فعل فلان ؟ ما فعلت فلانة ؟
هل تزوجت ؟
فإذا سألوا عن الرجل قد مات قبله, قال لهم: إنه قد هلك! فيقولون: إنا لله وإنا إليه راجعون, ذهب به إلى أمه الهاوية! فبئست الأم! وبئست المربية! قال: فيعرض
عليهم أعمالهم,
فإذا رأوا حسنا فرحوا واستبشروا. وقالوا: هذه نعمتك على عبدك فأتمها, وإن رأوا سوءا قالوا: اللهم راجع بعبدك». أخرجه
ابن المبارك في الزهد والطبراني في الكبير، انظر: السلسلة الصحيحة (6 – 1/604)
(2758).
"Apabila ruh seorang hamba
dicabut, hamba-hamba Allah yang sholeh menemuinya, selayaknya manusia menemui
saudaranya ketika di dunia. Mereka menengoknya untuk bertanya (tentang berita
di dunia). Maka ada sebagian yang berkata kepada yang lainnya: 'Lihatlah
saudara kalian, biarkan dulu sebentar agar bisa istirahat sejenak, sesungguhnya
bara saja dalam kesulitan'. Setelah mereka berduyun-duyun menemuianya, lalu menanyakan:
'Apa kabarnya si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulan? Apakah dia sudah menikah?
Dan jika dia ditanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelumnya,
maka dia menjawab: 'Dia telah mati'. Mereka menyahut: 'Inna lillahi wa inna
ilahi raji'un. Dia berada di ummu Hawiyah, itu adalah sejelek-jelek tempat!
Celakalah dia!.
Kemudian setelah itu dinampakan pada mereka amalannya, bila mereka
melihat baik maka mereka berbahagia dan senang, lalu di katakan: 'Inilah
nikmat-nikmatmu bagi hamba Allah', kemudian nikmatnya di sempurnakan. Dan bila
mereka melihat amalannya buruk, mereka berkata: 'Ya Allah, kembalikan hambaMu'.[106]
Penutup
Dan
setelah pejelasan ini semua, maka hendaknya kamu perbaiki selalu jiwamu, dengan
memperbaharui keimananmu dan selalu menyambung dengan amal sholeh, sebelum
datangnya hari yang tidak ada lagi kesempatan untuk kembali. Pada saat itu kamu
hanya bisa menunggu orang yang mendo'akanmu namun tidak kunjung datang.
Berapa
banyak kita lihat, orang yang bakhil pada jiwanya, dengan harta benda yang
telah dia kumpulkan dan simpan, kemudian setelah dia mati, ahli warisnya begitu
kikir untuk berinfak atas namanya, dengan harta yang telah dia tinggalkan dan
kumpulkan di hadapan mereka?!
Betapa
banyak yang kita ketahui, anak-anak yang kikir terhadap orang tua mereka, untuk
mendo'akan orang tuanya, dengan do'a yang jujur, yang bisa menembus dan sampai
terhadap orang tuanya yang berada di alam kubur, sedangkan daging mereka tumbuh
dari asuhan orang tuanya?!
Dan betapa
banyak orang tua yang sangat giat untuk beramal kebajikan, namun dirinya
meninggal sebelum sempat merampungkannya. Lalu datang anak-anaknya yang
berusaha untuk menyempurnakannya. Itulah taufik dari Allah, serta ilham ilahi
bagi siapa saja yang dikehendakiNya.
Berbuat
baiklah terhadap dirimu sendiri sebelum datang ajalmu. Renungkanlah, Siapa
orang yang akan menyolati dirimu setelah kematianmu? Siapa orang yang akan
berpuasa untukmu, setelah engkau meninggal? Dan siapa yang akan bersedekah untukmu
tatkala engkau mati? Siapa orangnya yang akan memintakan ampun untukmu setelah
engkau mati?
Oleh karena
itu, kamu harus segera beramal sebelum ajal mendekatimu, sebagai bekal untuk
menatap hari kiamat, dan persiapan untuk meninggalkan orang yang dicintai,
istiqomah sebelum hari kiamat, karena barangsiapa yang mati maka telah tegak
dan sampai kiamatnya, semoga Allah merahmati kita semua.
Di tulis oleh
Abdullah bin Hajis al-Ghamidi.
Kota Jedah 21468. PO BOX 34416.
Daftar Isi
1.
Muqodimah.
2.
Duduk di sisi orang yang sedang sakarotul maut guna
menuntun amal kebajikan.
3.
Menganjurkan baik sangka terhadap Allah bagi orang
yang sedang sakarotul maut.
4.
Membersihkan bajunya.
5.
Mentalqin kalimat syahadat.
6.
Berdo'a kebaikan baginya tatkala sedang dicabut nyawanya.
7.
Memenjamkan matanya setelah ruhnya pergi.
8.
Berdo'a untuk mayit ketika menutup matanya.
9.
Tidak meratapi kematiannya.
10.
Memandikan mayit sambil menutupi auratnya.
11.
Menjaga badan mayit dari gangguan.
12.
Berbuat baik dengan mengkafani seorang muslim.
13.
Mengkafani mayit dan memberi wewangian.
14.
Memanggul jenazah dan jalannya agak cepat.
15.
Mengiringi jenazah.
16.
Mensholati jenazah.
17.
Berdo'a terhadap mayit tatkala sedang menyolatinya.
18.
Sholat diatas kuburnya bagi siapa yang tidak sempat
menyolatinya.
19.
Sholat ghoib bagi jenazah yang tidak seorangpun yang
menyolatinya.
20.
Menggali kubur dan berbuat baik padanya.
21.
Menurunkan ke dalam kubur sesuai dengan sunnah.
22.
Bergabung dan turut serta mengubur jenazah.
23.
Mendo'akan mayit untuk teguh setelah dikubur.
24.
Do'a ahli kubur bagi siapa saja yang datang
menziarahinya.
25.
Merawat kuburnya.
26.
Melunasi hutang si mayit.
27.
Menunaikan kafarah yang belum sempat dikerjakan.
28.
Melaksanakan wasiatnya yang sesuai syari'at tanpa
merubahnya.
29.
Bersedekah atas nama mayit.
30.
Mengerjakan nadzarnya.
31.
Tidak menyebut kejelekannya.
32.
Memuji mayit dengan kebaikan sesuai apa yang dia
ketahui.
33.
Berpuasa untuk mayit kalau ada puasa wajib yang belum
dikerjakan.
34.
Berhaji dan umrah untuknya.
35.
Menjalin hubungan bersama teman orang tuanya yang
telah mati.
36.
Do'a dan istighfar untuknya.
37.
Melanjutkan amal kebaikannya.
38.
Peninggalan yang baik sebagai kabar gembira akan
bahagianya si mayit.
39.
Penutup.
40.
Daftar isi.
[5]
. Hadits Shahih dalam Shahih Mawarid Dhamaan ila zawaaid
Ibni Hibban oleh al-Albani 1/320 no: 594.
[6]
. Hadit Shahih dalam Shahih Abi Dawud 2/602 no: 2671. Sebagian
Ulama dari pakar bahasa mengomentari hadits ini dengan mengatakan: 'Sesungguhnya
yang dimaksud didalam sabda beliau: 'Akan dibangkitkan dengan pakaian tatkala
dirinya dicabut nyawanya', maksudnya: 'Sesuai dengan amalannya'.
Al-Harawi
mengomentari: 'Dan hadits ini serupa dengan hadits yang lain yaitu hadits:
'Seorang hamba kelak akan dibangkitkan sesuai dengan keyakinannya dulu'. Jadi
tidak benar pendapat yang menyatakan bahwa hal itu supaya dipakaikan kain kafan
yang baru, karena mayit baru dikenakan kain kafan setelah kematiannya sedangkan
hadits ini dianjurkan sebelum meninggal'. Selesai perkataan beliau.
Berkata
al-Hafidh Ibnu Hajar: 'Dan perbuatan yang dilakukan oleh Abu Sa'id dan beliau
adalah orang yang meriwayatkan hadits ini menunjukan bahwa makna hadits ini
sesuai dengan dhohirnya, bahwa seorang mayit kelak akan dibangkitkan dengan
pakaian yang dulu dikenakan manakala dicabut ruhnya. Sedangkan dalam hadits
shahih lainnya diterangkan bahwa manusia kelak akan dibangkitkan dari kuburnya
dalam keadaan telanjang tidak berpakaian. Allahu ta'ala a'lam". Lihat
Shahih Targhib wat Tarhib 3/411.
Adapun Imam
al-Baihaqi menjawab hadits ini yang kelihatannya bertentangan dengan hadits yang
menyatakan bahwa manusia kelak akan dibangkitkan dalam keadaan telanjang tidak
beralas kaki dan belum disunat, beliau memberi tiga jawaban:
Pertama:
Bahwa pakain tersebut menjadi lusuh setelah bangkitnya mereka dari alam kubur,
sehingga ketika tiba gilirannya untuk berkumpul di padang Mahsyar mereka sudah
tidak berpakaian lagi, kemudian setelah masuk surga mereka diberi pakaian
surga.
Kedua:
Bahwa apabila para Nabi mengenakan pakaian kemudian para shidiqin kemudian
orang-orang setelah mereka, sesuai dengan kedudukannya, maka hal tersebut
menjadikan pakaian setiap orang sesuai dengan jenis kain tatkala dirinya mati,
kemudian setelah mereka masuk surga lalu dikenakan pakaian surga.
Ketiga:
Bahwa yang dimaksud dengan pakaian disini ialah amal perbuatan, yaitu kelak
akan dibangkitkan sesuai dengan amalan tatkala dirinya meninggal, apakah amal
tersebut baik atau buruk. Hal itu serupa dengan firman Allah ta'ala:
â¨$t7Ï9ur 3uqø)G9$# y7Ï9ºs ×öyz 4
"Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik". (QS
al-A'raaf: 26).
Lihat ucapan dan pendapat ini didalam kitab Bidayah wa
Nihayah karya al-Hafidh Ibnu Katsir 1/253.
[17]
. Dikeluarkan oleh at-Thabarani dalam Mu'jamul Kabir. Lihat
Silsilah ash-Shahihah al-Albani 5/467 no: 2353.
[18]
. Diriwayatkan oleh al-Hakim dan al-Baihaqi. Lihat Ahkamul
Janaiz wa Bid'uha oleh al-Albani hal: 51 no: 30.
[22]
. Dikeluarkan oleh Khatib al-Baghdadi di dalam Tarikhnya. Lihat
Silsilah ash-Shahihah 3/411 no: 1425.
[24]
. Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dan al-Baihaqi
dalam Sunannya. Lihat Shahihul Jami' 1/113 no: 278.
[30]
. Dirwayatkan oleh Abu Ya'ala didalam Musnadnya,
dan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad. Lihat Silsilah ash-Shahihah 4/636 no:
1981.
[31]. Hadits shahih dalam Shahih Sunan
at-Tirmidzi 1/300 no: 821.
[40]. HR Bukhari 1/401 no: 1321.
[46]
. Dikeluarkan al-Hakim dan al-Baihaqi. Lihat dalam kitab Ahkamul
Janaiz karya al-Albani hal: 51 no: 30.
[52]
. Yang dimaksud disini ialah meratakan bangunan yang terlalu
berlebihan diatasnya, sehingga tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan
apa yang ditegaskan didalam Sunah mengenai disyari'atkannya peninggian tanah
makam sekitar satu atau dua jengkal, supaya makam tersebut berbeda dengan
tempat lainnya sehingga bisa terpelihara dan tidak diabaikan. Pent. Lihat kitab
Tahdziru Saajid min Itikhad al-Qubur al-Masaajid karya al-Albani hal:100.
[70]
. Di riwayatkan oleh al-Hakim serta yang lainnya. Lihat Shahih
Targhib wa Tarhib al-Albani 2/354. 1/1810.
[71]
. Di keluarkan oleh Ahmad, al-Hakim dan Daruquthni. Lihat Shahih
Targhib wa Tarhib 2/355 no: 1812.
[73]
. Oleh karena itu, pada ayat pertama hukumnya dihapus. Sehingga
tidak boleh memberi wasiat lebih bagi ahli waris dari bagian harta waris sesuai
dengan penghitungan yang telah ditentukan oleh syari'at. Dan tidak boleh
melaksanakan wasiat tersebut melainkan sesuai dengan izin ahli waris
seluruhnya.
[87]
. Di keluarkan oleh Bukhari di dalam kitab Tarikh Kabir. Lihat
Silsilah ash-Shahihah 3/351 no: 1364.
[88]
. Di riwayatkan Abu Ya'la, Ibnu Hibban di dalam Shahihnya. Lihat
Shahih Targhib wa Tarhib 3/377.
[101]
. Dikeluarkan ole hath-Thabarani dalam al-Kabir. Lihat Shahihul
Jami' 2/1042 no: 1026. Hadits ini dinyatakan hasan oleh al-Albani.
[102]
. Di keluarkan Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya dan al-Baihaqi.
Lihat Shahih Targhib wa Tarhib 1/36 no: 74.
[103]
. Di riwayatkan Ahmad dalam Musnadnya, ath-Thabarani dalam
al-Kabir. Lihat Shahihul Jami' 1/ no: 890.
[106]
. Di keluarkan Ibnu Mubarak di dalam Zuhd dan ath-Thabarani di
al-Kabir. Lihat Silsilah ash-Shahihah 6-1/604 no: 2758.
Post a Comment