Apa Yang wajib Ketika Puasa Ramadhan
Apa Yang wajib Ketika Puasa Ramadhan
Segala puji bagai Allah.
Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad,
keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari
kiamat.
Adapun selanjutnya:
Puasa Ramadhan adalah ibadah
yang agung. Seorang muslim hendaknya benar-benar memperhatikan apa yang
diwajibkan dalam puasa Ramadhan.
Pada setiap pelaksanaan puasa
wajib diwajibkan:
1-
Yubayyit niyyah: meniatkan
puasanya sedari malam (pada bagian malam manapun). Siapa yang makan sahur
di malam hari untuk puasa esok hari berarti telah meniatkannya. Nabi -shalallahu
alaihi wasalam- bersabda:
(( مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَلَا صِيَامَ
لَه))
"Siapa yang tidak
meniatkan puasanya sejak malam, tidak ada puasa baginya.”
[HR. An-Nasai. Hadits sahih]
Saudaraku Muslim, niatkanlah
puasamu setiap hari sedari malam, sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits, karena di tiap harinya merupakan ibadah
yang terpisah, sehingga wajib meniatkannya sedari malam.
2-
Menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar kedua hingga
tenggelam matahari, dengan niat beribadah kepada Allah -azzawajalla-. Nabi
-shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
(( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ))
“Sesungguhnya
amal itu tergantung pada niat..” [HR.
Al-Bukhari dan Muslim]
3-
Menghindari
pembatal-pembatal puasa. Pembatal tersebut:
a.
Jima (bersetubuh) dengan masuknya
kemaluan pria pada kemaluan wanita. Ini adalah pembatal yang paling kuat dan
paling besar dosanya. Siapa yang melakukannya di siang Ramadhan dalam keadaan
berpuasa wajib mengqodho dan menunaikan kafarat [1] serta
bertaubat kepada Allah -ta'âla-, sebagaimana yang terdapat dalam hadits
bahwa seorang lelaki menyetubuhi istrinya di siang Ramadhan, Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- berkata kepadanya:
“Bebaskanlah seorang budak.”
“Aku tidak punya.”
Keluhnya.
“Kalau begitu berpuasalah 2
bulan berturut-turut!”
Perintah Nabi.
“Aku tidak sanggup.”
Iba lelaki itu.
“Kalau begitu berilah makan 60
orang miskin!” Perintah Nabi lagi.
[HR. Al-Bukhari dan
Muslim]
b.
Keluar
mani
dengan sengaja, baik dengan mencium, mencumbu, meraba, onani dan lain
sebagainya. Allah -subhânahu wata'âla- berfirman dalam hadits Qudsi:
((يَتْرُكُ طَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي ))
“Meninggalkan makan, minum dan
hawa nafsunya demi Aku.”
[HR. Al-Bukhari]
Adapun bercumbu, mencium dan
meraba tanpa keluar mani tidaklah membatalkan puasa, sebagaimana perkataan
Aisyah -radiallahu'anha- :
((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ع
يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ
لِإِرْبِه ))ِ
“Dahulu Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- mencium dalam keadaan puasa, mencumbu dalam keadaan puasa,
tetapi dia paling dapat mengontrol hasratnya dari pada kalian.”
c.
Makan
dan minum,
melalui oral (mulut) atau hidung, apapun bentuk makanan dan minumannya. Allah -subhânahu wata'âla- berfirman:
"...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam.." (QS.
Al-Baqarah: 187)
Dan
sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- kepada Laqîth:
((وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا))
“Bersungguh-sungguhlah
ketika memasukkan air ke dalam hidung (ketika berwudu), kecuali engkau sedang
puasa.”
[HR.
Ahlu Sunan. Hadits sahih]
d.
Apa
yang semakna dengan makan dan minum, seperti: transfusi darah, karena darah
merupakan nutrisi tubuh atau suntik infus. Sedangkan yang tidak mengandung
nutrisi tidaklah membatalkan.
e.
Mengeluarkan
darah dengan cara hijamah (bekam), demikian pula mengeluarkan
darah dalam jumlah banyak. Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi
wasallam-:
))أَفْطَرَ
الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
((
"Batal puasa orang yang
membekam dan yang dibekam."
[HR. Ahmad dan Abu Dawud.
Hadits sahih]
Adapun mengeluarkan sedikit
darah untuk diagnosa, mimisan, berdarah, cabut gigi dan luka tidaklah
membatalkan puasa.
f.
Menyengaja
muntah.
Sebagaimana sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-:
))مَنْ
ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا
فَلْيَقْضِ((
“Siapa yang dikuasai rasa
muntah tidak ada qodho[2]
baginya (puasanya sah), siapa yang menyengaja muntah hendaknya mengganti
puasanya.”
[HR. Ahmad, at-Turmudzi, Abu
Dawud dan Ibnu Majah. Hadits sahih]
g.
Keluarnya
darah haid dan nifas.
Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))أَلَيْسَ
إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ((
“Bukankah jika datang haid
tidak shalat dan puasa!”
[HR. Al-Bukhari]
Bagi yang berpuasa hendaknya
menghindari pembatal-pembatal puasa, kecuali yang di luar kemampuannya, seperti
haid dan nifas.
h.
Niat
membatalkan puasa.
Sebagaimana sabda Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
))إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ((
“Sesungguhnya segala sesuatu
itu tergantung niat...”
[HR. As-Syaikhan (al-Bukhari
dan Muslim)]
§ Seluruh pembatal puasa
yang dapat dilakukan dengan kehendak, membatalkan jika dilakukan dengan ilmu
(pengetahuan), zâkir (ingat) dan mukhtar (dengan
pilihannya), bukan lupa atau dipaksa atau karena tidak tahu (jahil). Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- bersabda:
﴿مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ
صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ﴾
“Siapa yang lupa dan dia
sedang berpuasa, kemudian makan dan minum, hendaknya melanjutkan puasanya,
sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum.” [HR. Syaikhân
(al-Bukhari dan Muslim)]
Tetapi bagi orang yang puasa
jangan berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan
air ke hidung ketika berwudu).
§ Puasa tidak batal
karena bercelak, menggunakan obat tetes telinga atau mata, mengobati luka
sekalipun rasanya sampai ke kerongkongan, bersiwak[3],
bahkan bersiwak di syariatkan setiap waktu bagi orang yang puasa maupun tidak.
Orang yang puasa boleh mendinginkan tubuh dengan air atau dengan memakai
pakaian basah pada suhu yang sangat panas, hal itu tidaklah dimakruhkan[4].
[2] Qodho artinya mengganti, dalam hal ini mengganti
puasa.
[3] Siwak adalah akar kayu berasal dari perdu
yang bernama Arâk yang tumbuh di jazirah arab, digunakan sebagai pembersih
gigi.
[4] Makruh secara bahasa aritinya dibenci.
Secara hukum fikih artinya dikerjakan tidak mengapa ditinggalkan mendapat
pahala.
Post a Comment