TIDAK SAH AQIQAH SESEORANG YANG BERSEDEKAH DENGAN HARGA DAGING SEMBELIHANNYA SEKALIPUN LEBIH BANYAK
















TIDAK SAH AQIQAH SESEORANG YANG BERSEDEKAH DENGAN HARGA DAGING SEMBELIHANNYA SEKALIPUN LEBIH BANYAK  

Al-Khallah pernah berkata dalam kitabnya: “Bab Maa yustahabbu minal aqiqah wa fadhliha ala ash-shadaqah”: “Kami diberitahu Sulaiman bin Asyats, dia berkata Saya mendengar Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang aqiqah: “Mana yang kamu senangi, daging aqiqahnya atau memberikan harganya kepada orang lain (yakni aqiqah kambing diganti dengan uang yang disedekahkan seharga dagingnya) ? Beliau menjawab: “Daging aqiqahnya.” [Dinukil dari Ibnul Qayyim dalam “Tuhfathul Maudud” hal.35 dari Al-Khallal]
Penulis berkata: “Karena tidak ada dalil yang menunjukkan bolehnya bershadaqah dengan harga (daging sembelihan aqiqah) sekalipun lebih banyak, maka aqiqah seseorang tidak sah jika bershadaqah dengan harganya dan ini termasuk perbuatan bidah yang mungkar! Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad صلي الله عليه وسلم.”


















>

MENGUSAP DARAH SEMBELIHAN AQIQAH DI ATAS KEPALA BAYI MERUPAKAN PERBUATAN BID'AH DAN JAHILIYAH
















MENGUSAP DARAH SEMBELIHAN AQIQAH DI ATAS KEPALA BAYI MERUPAKAN PERBUATAN BID'AH DAN JAHILIYAH 

Dari Aisyah رضي الله عنها, ia berkata :
Dahulu ahlul kitab pada masa jahiliyah, apabila mau mengaqiqahi bayinya, mereka mencelupkan kapas pada darah sembelihan hewan aqiqah. Setelah mencukur rambut bayi tersebut, mereka mengusapkan kapas tersebut pada kepalanya! Maka Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda: “Jadikanlah (gantikanlah) darah dengan khuluqun (sejenis minyak wangi).”1
Al-Allamah Syaikh Al-Albani dalam kitabnya “Irwaul Ghalil” (4/388) berkata: “Mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan aqiqah termasuk kebiasaan orang-orang jahiliyah yang telah dihapus oleh Islam.”
Al-Allamah Imam Syukhani dalam kitabnya “Nailul Aithar” (6/214) menyatakan: “Jumhur ulama memakruhkan (membenci) at-Tadmiyah (mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan aqiqah)..”
Sedangkan pendapat yang membolehkan dengan hujjah dari Ibnu Abbas bahwasannya dia berkata: “Tujuh perkara yang termasuk amalan sunnah terhadap anak kecil….dan diusap dengan darah sembelihan aqiqah.” [Hadits Riwayat Thabrani], maka ini merupakan hujjah yang dhaif dan mungkar.

1    Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2743), Ibnu Hibban (5284), dan disahihkan oleh Hakim (2/438)


















>

BACAAN KETIKA MENYEMBELIH KAMBING
















BACAAN KETIKA MENYEMBELIH KAMBING

Firman Alloh Ta'ala:
فَكُلُواْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُواْ اسْمَ اللّهِ
“Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah…” [QS. Al-Maidah[5]: 4]
Firman Alloh Ta'ala:
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang- binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan.” [QS. Al-Anam : 121]
Adapun petunjuk Nabi tentang tasmiyah (membaca bismillah) sudah masyhur dan telah kita ketahui bersama1. Oleh karena itu, doa tersebut juga diucapkan ketika meyembelih hewan untuk aqiqah karena merupakan salah satu jenis kurban yang disyariatkan oleh Islam. Maka orang yang menyembelih itu biasa mengucapkan : “Bismillahi wa Allohu Akbar”.

1   lihat Irwaul Ghalil 2529-2536-2545-2551, karya Syaikh Al-Albani







FOR UMAT MUSLIM










>

TIDAK SAH AQIQAH KECUALI DENGAN KAMBING
















TIDAK SAH AQIQAH KECUALI DENGAN KAMBING

Telah lewat beberapa hadist yang menerangkan keharusan menyembelih dua ekor kambing untuk laki-laki dan satu ekor kambing untuk perempuan. Ini menandakan keharusan untuk aqiqah dengan kambing.
Dalam “Fathul Bari” (9/593) al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله menerangkan: “Para ulama mengambil dalil dari penyebutan syaatun dan kabsyun (kibas, anak domba yang telah muncul gigi gerahamnya) untuk menentukan kambing buat aqiqah.” Menurut beliau: “Tidak sah aqiqah seseorang yang menyembelih selain kambing”.
Sebagian ulama berpendapat dibolehkannya aqiqah dengan unta, sapi, dan lain-lain. Tetapi pendapat ini lemah karena :
  1. Hadist-hadist shahih yang menunjukkan keharusan aqiqah dengan kambing semuanya shahih, sebagaimana pembahasan sebelumnya.
  2. Hadist-hadist yang mendukung pendapat dibolehkannya aqiqah dengan selain kambing adalah hadist yang talif saqith alias dhaif.


















>

BOLEH AQIQAH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU KAMBING
















BOLEH AQIQAH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU KAMBING

Berdasarkan hadist no. 4 dari Ibnu Abbas. Sebagian ulama berpendapat boleh mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing yang dinukil dari perkataan Abdullah bin Umar, Urwah bin Zubair, Imam Malik dan lain-lain mereka semua berdalil dengan hadist Ibnu Abbas diatas.
Tetapi al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/592): “…..meskipun hadist riwayat Ibnu Abbas itu tsabit (shahih), tidaklah menafikan hadist mutawatir yang menentukan dua kambing untuk bayi laki-laki. Maksud hadist itu hanyalah untuk menunjukkan bolehnya mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing….”
Sunnah ini hanya berlaku untuk orang yang tidak mampu melaksanakan aqiqah dengan dua kambing. Jika dia mampu maka sunnah yang shahih adalah laki-laki dengan dua kambing.







FOR UMAT MUSLIM










>

AQIQAH UNTUK ANAK LAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN SATU KAMBING
















AQIQAH UNTUK ANAK LAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN SATU KAMBING

Berdasarkan hadist no.3 dari Aisyah dan hadits no.5 dan Amr bin Syuaib. "Setelah menyebutkan dua hadist diatas, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam “Fathul Bari” (9/592): “Semua hadist yang semakna dengan ini menjadi hujjah bagi jumhur ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi perempuan dalam masalah aqiqah.”
Imam Ash-Shanani رحمه الله dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1427) mengomentari hadist Aisyah tersebut diatas dengan perkataannya: “Hadist ini menunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah setengah dari bayi laki-laki.”
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan رحمه الله dalam kitabnya “Raudhatun Nadiyyah” (2/26) berkata: “Telah menjadi ijma ulama bahwa aqiqah untuk bayi perempuan adalah satu kambing.”
Penulis berkata: “Ketetapan ini (bayi laki-laki dua kambing dan perempuan satu kambing) tidak diragukan lagi kebenarannya.”







FOR UMAT MUSLIM










>

AQIQAH SETELAH DEWASA?








.
HUKUM-HUKUM AQIQAH


.








AQIQAH SETELAH DEWASA?

Sebagian ulama mengatakan: "Seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya maka boleh melakukannya sendiri ketika sudah dewasa". Mungkin mereka berpegang dengan hadist Anas رضي الله عنه yang berbunyi:
عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ مَابُعِثَ نَبِيَّا
“Rasulullah mengaqiqahi dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi.”1&2
Sebenarnya mereka tidak punya hujjah sama sekali karena hadistnya dhaif dan mungkar. Telah dijelaskan pula bahwa nasikah atau aqiqah hanya pada satu waktu (tidak ada waktu lain) yaitu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Tidak diragukan lagi bahwa ketentuan waktu aqiqah ini mencakup orang dewasa maupun anak kecil.

1    Dhaif mungkar, Hadits Riwayat Abdur Razaq (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan Qatadah dari Anas….
2    Hadits ini mempunyai sanad [jalur] yang lain pada riwayat Ath-Thobaroni, Ath-Thohawi, Ibnu Hazm dan Dhiya al-Maqdisi. Syaikh al-Albani mengatakan “Ini Sanadnya Hasan” dalam Silsilah Hadits Ash-Shohihah no.2726, pernyataan Syaikh Al-Albani ini diakui muridnya Syaikh Masyhur Hasan Salman.
     Tentang Meng-Aqiqahi diri sendiri setelah dewasa terjadi perselisihan. Yang berpendapat, orang yang tidak di aqiqahi waktu kecil tidak perlu  meng-aqiqahi dirinya adalah pendapat Malikiyyah, satu pendapat dari Imam Ahmad. Para Salaf yang berpendapat Sunnahnya Aqiqah setelah dewasa seperti: Atha, Hasan al-Bashri, ibn Sirin dari kalangan Tabiin, ini merupakan pendapat Imam Syafii, juga satu pendapat dari Imam Ahmad dan pendapat inilah yang dikuatkan Lajnah Daimah yang diketuai Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan menyatakan inilah pendapat Hanabilah dan sejumlah ulama. [lihat Majalah As-Sunnah Surakarta edisi 10/ tahun XIV Rabiul Awwal 1432H/ 2011 M dan Majalah Al-Furqon Gresik edisi 12/ Tahun ke-2] Ibnu Majjah







FOR UMAT MUSLIM










>

WAKTU AQIQAH








.
HUKUM-HUKUM AQIQAH








WAKTU AQIQAH

Berdasarkan hadist no.2 dari Samurah bin Jundab. Para ulama berpendapat dan sepakat bahwa waktu aqiqah yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari kelahirannya. Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya melaksanakan aqiqah sebelum hari ketujuh atau sesudahnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/594):
“Sabda Rasulullah pada perkataan pada hari ketujuh kelahirannya (hadist no.2), ini sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa waktu aqiqah itu adanya pada hari ketujuh dan orang yang melaksanakannya sebelum hari ketujuh berarti tidak melaksanakan aqiqah tepat pada waktunya. bahwasannya syariat aqiqah akan gugur setelah lewat hari ketujuh. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik. Beliau berkata: “Kalau bayi itu meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah sunnah aqiqah bagi kedua orang tuanya.”
Sebagian membolehkan melaksanakannya sebelum hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.35. Sebagian lagi berpendapat boleh dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Hazm dalam kitabnya “al-Muhalla” 7/527.
Sebagian ulama lainnya membatasi waktu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh maka boleh pada hari ke-14, jika tidak bisa boleh dikerjakan pada hari ke-21. Berdalil dari riwayat Thabrani dalm kitab “As-Shagir” (1/256) dari Ismail bin Muslim dari Qatadah dari Abdullah bin Buraidah:
“Kurban untuk pelaksanaan aqiqah, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari ke-14 atau hari ke-21.”1

1    Penulis berkata : “Dia (Ismail) seorang rawi yang lemah karena jelek hafalannya, seperti dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/594).” Dan dijelaskan pula tentang kedhaifannya bahkan hadist ini mungkar dan mudraj







FOR UMAT MUSLIM










>

DALIL-DALIL SYAR'I TENTANG AQIQAH








.
HUKUM-HUKUM AQIQAH

.









DALIL-DALIL SYAR'I TENTANG AQIQAH


Hadist No.1 :
Dari Salman bin Amir Ad-Dhabiy رضي الله عنه, dia berkata: Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى
“Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”1
Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua gangguan yang ada.2

Hadist No.2 :
Dari Samurah bin Jundab رضي الله عنه dia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُسَمَّى, وَيُـحْلَقُ رَأْسُهُ
“Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.”3

Hadist No.3 :
Dari Aisyah رضي الله عنها dia berkata, Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”4

Hadist No.4 :
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما:
أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ اَلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
“Bahwasannya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda mengaqiqahi Hasan dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing.”5

Hadist No.5 :
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وُلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ، عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ وَعَنِ الْـجـَارِيَةِ شَاةٌ
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan, untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.”6

Hadist No.6 :
Dari Fatimah binti Muhammad رضي الله عنها ketika melahirkan Hasan, dia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :
احْلِقَى شَعْرَ رَأْسِهِ فَتَصَدَّقِى بِوَزْنِهِ مِنَ الْوَرِقِ
“Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.” 7&8

Dari dalil-dalil yang diterangkan di atas maka dapat diambil hukum-hukum mengenai seputar aqiqah dan hal ini dicontohkan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم para sahabat serta para ulama salafus sholih.

1    Shahih Hadits Riwayat Bukhari (5472), untuk lebih lengkapnya lihat Fathul Bari (9/590-592), dan Irwaul Ghalil (1171), Syaikh Albani.
2    Fathul Bari (9/593) dan Nailul Authar (5/35), Cetakan Darul Kutub Al-Ilmiyah, pent.
3    Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasai 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya
4    Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan
5    HR Abu Dawud (2841), Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel Ied
6    Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud (2843), Nasai (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan oleh al-Hakim (4/238)
7     Sanadnya Hasan, Hadits iwayat Ahmad (6/390), Thabrani dalam “Mujamul Kabir” 1/121/2, dan al-Baihaqi (9/304) dari Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil
8    Hadits Riwayat Tirmidzi dari Ali, ia berkata:
     Rasulullah صلي الله عليه وسلم melakukan aqiqah untuk hasan dengan seekor kambing. Dan Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:
يَا فَاطِمَةُ! احْلِقَى رَأْسَهُ وَتَصَدَّقِى بِزِنَهِ شَعْرِهِ فِضَّةً
      “Hai Fathimah, cukurlah [rambut] kepalanya dan bersedekahlah dengan seberat rambutnya”
     Maka Fathimah pun menimbang rambutnya dan ternyata berat rambut Hasan saat itu adalah satu dirham atau setengah dirham (Syaikh Al-Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih Tirmidzi no. 1519) Ibnu Majjah







FOR UMAT MUSLIM










>

PENGERTIAN AQIQAH








.
HUKUM-HUKUM AQIQAH


.







بسم الله الرحمن الرحيم
PENGERTIAN AQIQAH

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.25-26, mengatakan bahwa: Imam Jauhari berkata: Aqiqah ialah “Menyembelih hewan pada hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya.” Selanjutnya Ibnu Qayyim رحمه الله berkata: “Dari penjelasan ini jelaslah bahwa aqiqah itu disebut demikian karena mengandung dua unsur diatas dan ini lebih utama.”
Imam Ahmad رحمه الله dan jumhur ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau dari segi syari maka yang dimaksud dengan aqiqah adalah makna berkurban atau menyembelih (An-Nasikah).








FOR UMAT MUSLIM










>

ADAB-ADAB MENYEMBELIH BINATANG1

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

ADAB-ADAB MENYEMBELIH BINATANG1

  1. Hendaknya binatang qurban dihadapkan ke kiblat2, dikarenakan kiblat adalah arah yang paling mulia.3
  2. Apabila yang disembelih adalah onta, maka disunnahkan onta tersebut disembelih dalam keadaan berdiri, sebagaimana dalam sebuah hadits;
عَنِ ابْنَ عُمَرَ أَنَّهُ أَتَى عَلَى رَجُلٍ قَدْ أَنَاخَ بَدَنَتَهُ يَنْحَرُهَا فَقَالَ ابْعَثْهَا قِيَامًا مُقَيَّدَةً سُنَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Umar bahwasanya dia datang kepada orang yang sedang membaringkan ontanya untuk disembelih, maka dia berkata: "Biarkan onta itu (disembelih) berdiri dalam keadaan diikat, ini adalah Sunnah Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم." (HR. Bukhori 1/430, dan Muslim 4/89)
  1. Sedangkan sapi atau kambing, maka disunnahkan untuk dibaringkan ketika menyembelihnya, sebagai­mana yang dilakukan Rosululloh صلي الله عليه وسلم setelah siap dengan pisau yang tajam, sebagaimana Aisyah رضي الله عنها berkata menerangkan apa yang dilakukan Rosu­lulloh صلي الله عليه وسلم:
فَأَضْجَعَهُ وَذَبَـحَهُ
Kemudian Nabi membaringkan (kambingnya), dan menyembelihnya. (HR. Muslim kitab al-Adhohi 19)
  1. Diharuskan ketika hendak menyembelih membaca basmalah, dan disunnahkan setelahnya untuk ber­takbir. Adapun kewajiban membaca basmalah maka sebagaimana perintah Alloh dalam al-Quran yang artinya: "Janganlah kamu makan sembelihan yang tidak disebut nama Alloh atasnya." (QS. al-An'am: 121) Sedangkan disunnahkan mengucapkan Al-lohu Akbar, maka berdasarkan hadits dari Anas bin Malik beliau mengatakan: "Bahwa Rosululloh صلي الله عليه وسلم apabila menyembelih qurban, beliau mengucapkan;
بِسْمِ اللهِ والله أَكْبَر
Bismillah wallohu Akbar." (HR. Muslim kitab al-Ad­hohi 17-18)
  1. Disunnahkan ketika menyembelih untuk berdoa supaya qurbannya diterima oleh Alloh سبحانه و تعالي, sebagai­mana Rosululloh صلي الله عليه وسلم mengucapkannya ketika me­nyembelih;
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
"Bismillah, Ya Alloh terimalah (qurban ini) dari Mu­hammad, dari keluarga Muhammad, dan dari umat­nya Muhammad" lalu beliau menyembelih. (HR. Muslim kitab al-Adhohi 19 dari jalan Aisyah)
  1. Memotong dengan cepat urat leher binatang qur­ban dengan alat yang sudah diasah dengan baik dan tajam, karena demikianlah cara menyembelih yang terbaik, dan Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan untuk melakukan penyembelihan sebaik mungkin, sebagaimana sabdanya;
إِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Apabila kamu menyembelih, maka baguskanlah penyembelihannya, hendaklah diasah alat untuk menyembelihnya, dan hendaknya binatang yang disembelih disegerakan. (HR. Muslim 1955)
  1. Alat yang digunakan harus tajam dan dapat men­galirkan darah dengan ketajamannya, sehingga bi­natang tersebut mati karena dialirkan darahnya, baik alat itu dari besi, batu, kayu (bambu) atau yang lainnya selama bukan gigi dan bukan kuku, sebagai­mana sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:
عَنْ رَافِعِ بْنِ خُدَيْجِ مَرْفُعًا مَ أُنْهِرَ الدَّمُ فَكُلْ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ
Dari Rofi' bin Khodij (hadits ini sampai kepada Rosu­lulloh صلي الله عليه وسلم) beliau berkata: "Binatang yang dialirkan darahnya (dengan alat yang tajam), maka makanlah, asalkan bukan dengan gigi dan kuku" (HR. Bukhori 2/110-111, dan Muslim 6/78)
  1. Tidak mengasah alat untuk menyembelih di hadap­an binatang yang hendak disembelih, sebagaimana dalam sebuah hadits;
عَنِ ابْنَ عُمَرَ  قَالَ أَمَرَ رضي الله عنهما النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ وَأَنْ تُوَارَى عَنْ الْبَهَائِمِ
Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: "Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan untuk diasah alat menyembelih, dan tidak diperlihatkan kepada binatang-binatang" (HR. Ahmad 2/108, Ibnu Majah 3172, dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat-Tarhib 1091)
Demikianlah tata-cara berqurban menurut al-Qur'an dan Sunnah, tidak selayaknya sebagai umat Is­lam untuk mencari tuntunan yang lain atau membuat-buat cara yang tidak pernah diajarkan oleh teladan kita Rosululloh صلي الله عليه وسلم, semoga kita menjadi hamba Alloh سبحانه و تعالي yang jujur ikhlas dan selalu berkomitmen dalam segala bentuk ibadah yang telah di syari'atkan.

Catatan Kaki:

  1. Adab- adab ini kami ringkas dari Talkhish kitab Ahkam al-Udhhiyah wa adh-Dhakah hlm. 45-46, dan referensi penting lainnya
  2. Demikianlah yang dikatakan Jumhur Ulama, seperti yang dikatakan oleh Imam Hanafi, Imam Syafi'i (ke duanya dalam Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba'ah 1/625-626), Shiddiq Hasan Khon dalam Fathul Allam 4/1553, Imam Shon'ani dalam Subulus Salam 7/398, Ibnu Utsaimin dalam Talkhish kitab Ahkam al-Udhhiyah wa adh-Dhakah hlm.45, Sholih bin Fauzan dalam al-Mulakhosh al-Fiqh 2/470, Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhajul Muslim hlm.341, dan selainnya
  3. Adapun hadits Yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah yang menerangkan bahwa Nabi ketika menyembelih dan menghadapkan qurbannya ke kiblat kemudian membaca ayat (...وجهت وجه..."Aku hadapkan wajahku...), maka hadits ini dho'if/lemah dikarenakan ada perowi yang bernama Ismail bin 'Iyas dia adalah perowi yang lemah (lihat Subulus Salam al-Mushilah ila Bulughil Marom Tahqiq Muhammad Shubhi Hasan Hallaq 7/398).





SYARAT SAHNYA MENYEMBELIH BINATANG QURBAN

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

SYARAT SAHNYA MENYEMBELIH BINATANG QURBAN

  1. Hendaknya seorang yang menyembelih berakal dan usianya sudah mencapai tamyiz, sedangkan sembe­lihan anak yang belum tamyiz, atau orang gila tidak sah. Hal ini didasari oleh keharusan adanya niat dalam menyembelih, oleh karena itu Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda: "Amalan itu tergantung dari niatnya" (HR. Bukhori 1, dan Muslim 155)
  2. Hendaknya penyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab, baik laki-laki atau perempuan, apa­bila penyembelihnya selain yang disebutkan maka sembelihannya tidak sah, sebagaimana firman-Nya:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ
"Dan makanan (sembelihan) orang-orang ahli kitab halal untukmu dan makananmu halal untuk mereka" (QS. al-Maaidah [05]: 5)
Imam Bukhori berkata: "Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud makanan dalam ayat ini ada­lah sembelihan."1
  1. Hendaknya penyembelih benar-benar bermaksud menyembelih, bukan sekedar kebetulan atau tidak menyengaja, sehingga seandainya ada seorang yang sedang diserang oleh seekor sapi, lalu dia menebas­kan pedangnya ke arah sapi tersebut dengan maksud untuk membela diri, dan sapi tersebut terluka le­hernya sehingga mati, maka perbuatan seperti ini tidak termasuk penyembelihan yang sah, karena dia tidak bermaksud menyembelih.
  2. Hendaknya sembelihan ini hanya untuk Alloh سبحانه و تعالي. Apabila sembelihan diperuntukkan kepada selain Alloh سبحانه و تعالي, maka sembelihan tersebut tidak halal, seperti orang yang menyembelih sapi bermaksud mengagungkan berhala, atau dipersembahkan kepa­da penghuni tempat yang dianggap keramat, (lihat QS. al-Baqoroh 172)
  3. Hendaknya menyebut nama Alloh سبحانه و تعالي dan tidak me­nyebut nama selain-Nya, dan ini menjadi syarat yang utama, sehingga seandainya ada orang menyembelih tanpa menyebut nama Alloh سبحانه و تعالي atau menyebut nama selain Alloh , maka sembelihan tersebut haram untuk dimakan,2 sebagaimana firman-Nya;
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ
Janganlah kamu makan sembelihan yang tidak dise­but nama Alloh atasnya (QS. al-An'am [o6]:121)
Dalam ayat di atas Alloh melarang hamba-Nya makan binatang yang disembelih tanpa menyebut nama Alloh oleh karenanya para ulama men­jadikan basmalah sebagai syarat sahnya setiap penyembelihan bahkan menurut pendapat yang lebih kuat apabila lupa membaca basmalah, maka sembe­lihan itu tidak sah dan hukumnya haram,3 lantaran beberapa alasan:
  1. Alloh سبحانه و تعالي tidak memerinci dalam al-Quran tentang larangan makan binatang sembelihan yang tidak disebut nama Alloh سبحانه و تعالي, sehingga termasuk apabila lupa, maka termasuk dilarang.
  2. Ucapan basmalah adalah syarat sahnya menyembelih yang harus didatangkan, sehingga tidak  dimaafkan apabila dia lupa, oleh karena itu seorang yang sholat lupa berwudhu, maka sholatnya tidak sah dan dia harus mengulang kembali wudhu dan sholatnya.
  1. Hendaknya menyembelih sampai mengalirkan da­rah dengan alat yang tajam, sebagaimana hadist Rofi' bin Khodij dimana bersabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:
مَ أُنْهِرَ الدَّمُ فَكُلْ
"Binatang yang dialirkan darahnya (dengan alat yang tajam), maka makan­lah" (HR. Bukhori 2/110-111, dan Muslim 6/78)

Catatan Kaki:

  1. Dinukil dari ar-Roudh al-Murbi Syarh Zad al-Mustaqni' hlm. 689 cet. Dar al-Muayyad 1422 H
  2. Inilah pendapat mayoritas para ulama dan empat imam madzhab kecuali Imam Syafi'i bersepakat atas hal ini (lihat Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba'ah 1/624)
  3. Ini adalah salah satu dari empat pendapat tentang hukum bacaan basmalah ketika menyembelih, pendapat ini dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahdan dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin (as-Syarh al-Mumthi' 7/287-288).





DILARANG MENJUAL DAGING DAN KULIT BINATANG QURBAN

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

DILARANG MENJUAL DAGING DAN KULIT BINATANG QURBAN

Sudah menjadi ketentuan syariat bahwa daging qurban tidak boleh dijual oleh pemiliknya, akan tetapi diperintahkan untuk membagikannya kepada manusia atau memanfaatkannya sendiri, sebagaimana perintah syariat dalam pembagian daging qurban yang telah lalu. Oleh karena itu, tatkala Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه menyembelih binatang qurban, Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan kepada beliau untuk membagikan daging, kulit dan semua perlengkapan binatangnya, sebagaimana dalam sebuah hadits:
عَنْ عَلِيٍّ بن أبي طالب قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بَدَنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ جَلاَلَهَ وَجُلُودَهَا وَأَنْ أُعْطِيَ الْجَازِرَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Dan Ali Bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata: "Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan aku untuk mengurusi qurbannya, dan supaya aku membagi semua perlengkapan onta, serta kulit- kulitnya, dan aku dilarang memberi tukang sembe­lihnya upah diambil dari (daging) qurban, sehingga kami mengupahnya dengan (harta) dari kami sendiri (bukan dari daging qurban)." (HR. Ibnu Majah, dan dishohihkan al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3099)
Demikianlah ketentuan Rosululloh صلي الله عليه وسلم dalam ma­salah pembagian daging qurban, bahkan dalam hadits yang lebih khusus lagi Rosululloh صلي الله عليه وسلم melarang pemilik binatang qurban untuk menjual kulit binatang qurban­nya1, sebagaimana hadits dari Abu Huroiroh رضي الله عنه berkata, Rosululloh صلي الله عليه وسلم ber­sabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ
"Barangsiapa menjual kulit binatang qurbannya, maka tidak ada udhhiyah baginya." (HR. Baihaqi, al-Hakim mengatakan sanadnya shohih, dan Albani menghasankannya dalam Shohih wa Dho'if al-Jami 6118, dan Shohih at-Targhib wa at-Targhib 1088)
Namun bagi orang yang telah diberi sebagian dari binatang qurban, seperti daging atau kulitnya, maka dia berhak melakukan apa saja terhadap daging dan kulit tersebut baik menjualnya, menyedekahkannya atau dia makan dan semisalnya, hal ini lantaran daging atau kulit tersebut sudah menjadi hak miliknya, berbeda dengan pemilik binatang qurban, maka dia tidak boleh menjual sedikitpun dari daging dan kulitnya karena apabila dia menjualnya berarti dia mengambil kembali apa yang telah dikeluarkan untuk Alloh Ta'ala, dan ini dilarang dalam agama.2

Catatan Kaki:

  1. Lihat Taudhihul Ahkam oleh al-Bassam 6/71, dan Imam Baghowi mengatakan: "Sungguh (para ulama) telah bersepakat bahwa tidak boleh menjual daging qurban, begitu juga kulit dan perlengkapan binatang qurban." (Nailul Author 3/495-496)
  2. Talkhish kitab Ahkam al-Udhhiyah wa adh-Dhakah hlm.35.





DAGING QURBAN BOLEH DISIMPAN LEBIH TIGA HARI

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

DAGING QURBAN BOLEH DISIMPAN LEBIH TIGA HARI

Demikian juga boleh bagi orang yang berqurban un­tuk menyimpan sebagian daging qurbannya walaupun lebih dari tiga hari, adapun larangan menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari maka hukum tersebut telah dihapus oleh Rosululloh صلي الله عليه وسلم, sebagaimana dalam sab­danya;
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهِمْ
Dari Salamah bin Akwa berkata, Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersab­da: "Barangsiapa menyembelih qurbannya, maka jangan sampai tersisa (dagingnya) pagi hari ketiga di rumahnya sedikitpun." Maka tatkala datang tahun berikutnya, ma­nusia bertanya: "Wahai Rosululloh apakah kita laku­kan (tentang daging qurban) seperti tahun kemarin?" Be­liau menjawab: "(Sekarang) makanlah, berikan makan (manusia), dan simpanlah, karena pada tahun yang lalu manusia dalam kesulitan (penghidupan), dan aku ingin supaya kalian membantu mereka (dengan daging qurban itu)." (HR. Bukhori 5567, dan Muslim 1972)





PEMBAGIAN DAGING QURBAN

BERQURBAN BERSAMA RASULULLAH صلي الله عليه وسلم
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله

PEMBAGIAN DAGING QURBAN

Disunnahkan setelah menyembelih membagikan se­bagian dagingnya kepada manusia, dan orang yang ber­qurban disunnahkan juga untuk makan sebagiannya, dengan perincian pembagian sebagai berikut:
  1. Dimakan pemilik binatang beserta keluarganya.
Bagi orang yang berqurban disyari'atkan untuk makan sebagian daging binatang qurbannya, hal ini berdasarkan perintah Alloh سبحانه و تعالي dalam al-Qur'an:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
...Maka makanlah sebagian (dagingnya) dan berilah makan orang yang tidak meminta- minta dan orang yang meminta-minta... (QS. al-Hajj [22]:36)
Sebagian ulama berpendapat bahwa pemilik bina­tang qurban wajib makan sebagian daging qurban­nya dengan dasar dhohir ayat di atas yang berbentuk perintah, dan asal hukum perintah adalah wajib, akan tetapi pendapat ini lemah karena ayat diatas datang setelah larangan, sehingga tidak menunjukkan hukum wajib.
  1. Dibagikan kepada fakir miskin, sebagaimana dalam sebuah hadits;
كُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا
Makanlah, simpanlah dan sedekahkanlah (daging qurbanmu) (HR. Muslim 2930)
  1. Dihadiahkan kepada kaum muslimin baik kaya ataupun miskin, seperti tetangga, dan kerabatnya, hal ini didasari oleh sebuah hadits;
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
Maka makanlah sebagian (dagingnya) dan berilah makan (manusia), dan simpanlah. (HR. Bukhori 5567)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: "Perkataan Nabi صلي الله عليه وسلم berilah makan (manusia) mencakup dua perkara yaitu memberi hadiah orang-orang yang kaya, dan bersedekah kepada orang-orang miskin." Oleh Karena itu kebanyakan para ulama menyim­pulkan pembagian daging qurban menjadi tiga ba­gian1, sepertiga yang pertama untuk pemilik qur­ban beserta keluarganya, sepertiga yang ke dua un­tuk fakir-miskin dan sepertiga yang terakhir untuk manusia secara umum baik kaya atau miskin.2

Catatan Kaki:

  1. Seperti madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hanbali (lihat Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba'ah 1/624-626
  2. Lihat perkataan semisalnya oleh as-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah 2/36-37, as-Shon'ani dalam Subulus Salam 7/420. Ibnu Utsaimin dalam Talkhish kitab Ahkam al-Udhhiyah wa adh-Dhakah hlm. 33-35, Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhajul Muslim hlm.341