BAGAIMANA MELEMBUTKAN HATI ?
BAGAIMANA MELEMBUTKAN HATI ?
Segala puji bagi Allah, Yang Maha
Mengetahui segala perkara yang ghaib.
Segala puji bagi Allah yang dengan mengingat-Nya, hati
merasa tentram.
Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (tuhan yang haq
untuk disembah) melainkan Allah semata, tiada sekutu baginya. Yang paling mulia
untuk diminta dan Yang paling luhur untuk diharap.
Dan aku bersaksi bahwa penghulu dan
nabi kami, Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus menjelang datangnya
hari Kiamat, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, penyeru
kepada Agama Allah dengan izin-Nya, serta menjadi cahaya yang menerangi.
Semoga shalawat, salam dan keberkahan-Nya senantiasa
tercurah kepadanya hingga hari kiamat, dan kepada segenap orang-orang yang
berjalan di atas manhajnya dan mengikuti jalannya hingga hari kiamat
(kelak). Amma ba’du :
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh.
Saudara-saudaraku seakidah :
Sesungguhnya kelembutan, kekhusyu’an serta keluluhan hati
kepada Sang Pencipta dan Yang membentuk hati-hati tersebut merupakan suatu
pemberian dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang) dan sebuah karunia dari Ad-Dayyan
(Yang membuat perhitungan) yang patut mendapatkan maaf dan ampunan-Nya.
Menjadi tempat perlindungan yang kokoh dan benteng yang tidak dapat ditembus
dari kesesatan dan kemaksiatan.
Tidaklah hati yang lembut kepada Allah Azza wa Jalla melainkan
pemiliknya (adalah) seorang yang bersegara mengejar segala bentuk kebajikan dan
sigap terhadap segala bentuk keta’atan dan keridhaan.
Tiada kelembutan dan keluluhan hati kepada Allah Azza
wa Jalla melainkan anda akan mendapati pemiliknya sebagai orang yang paling
menaruh perhatian penuh terhadap segala bentuk ketaatan dan kecintaan kepada
Allah. Tiadalah ia diingatkan melainkan segera sadar, dan tiadalah ia
diberitahukan melainkan segara mengerti.
Tidaklah kelembutan itu masuk ke dalam hati melainkan
anda akan mendapati pemiliknya (senantiasa) berada dalam keadaan tentram dengan
berzikrullah (mengingat Allah), lidahnya (senantiasa) basah dengan
(ucapan) syukur dan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tiada hati yang lembut karena Allah Azza wa Jalla melainkan
anda akan menemukan pemiliknya sebagai orang yang sangat jauh perilakunya dari
segala bentuk kedurhakaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Maka hati yang lembut merupakan hati yang (senantiasa)
merasa hina di hadapan keagungan dan keperkasaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Tiada penyeru syaithan berusaha mencabutnya,
melainkan (hatinya tetap) luluh merasa
khawatir dan takut terhadap (keagungan) Ar-Rahman Tabaraka wa Ta’ala.
Dan tidaklah penyeru kesesatan dan hawa nafsu datang
kepadanya, melainkan menggigil ketakutan (hati tersebut) dari ketakutan kepada Al-Malik
(Maha Raja) Subhanahu wa Ta’ala.
Hati yang lembut, (mengindikasikan) pemiliknya adalah
seorang yang jujur, diatas segala bentuk kredibilitas apapun.
Hati yang lembut (itulah sejatinya) kelembutan, dan
sebaik-baiknya kelembutan.
Namun (pertanyaannya) siapakah yang mengkaruniakan
kelembutan dan keluluhan hati?
Siapakah yang memperkenankan (rasa) kekhusyuan dan
kesadaran hati untuk kembali kepada Rabbnya?
Siapakah yang sekiranya Ia berkehendak membalikkan hati
ini, sehingga menjadi yang paling lembut untuk mengingat Allah Azza wa
Jalla, dan paling khusyuk saat mentadabburi ayat-ayat dan keangungan-Nya?
Siapakah Dia? Maha suci Ia yang tiada Ilah Ilah (tuhan
yang haq untuk disembah) melainkan Dia (semata). Seluruh hati manusia diantara
dua jari dari jari-jari-Nya, Dialah yang membolak-balikan hati sebagaimana yang
Ia kehendaki. Maka (bisa jadi) anda akan mendapati seorang hamba yang sangat
keras hatinya, namun Allah tidak menghendaki selain merahmati, menyayangi,
mengkaruniai dan memuliakannya.
Sehingga datanglah sekelumit momentum yang menakjubkan
tersebut, menghujamkan iman mengoyak keterpurukan hatinya tersebut, setelah
Allah berkenan memilih dan menetapkan pemilik hati tersebut sebagai orang yang
layak mendapatkan rahmat-Nya.
Maka tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah)
melainkan Allah, dari kelompok orang-orang sengsara kepada kelompok orang-orang
bahagia. Dari kalangan orang-orang yang keras hatinya kepada kalangan
orang-orang yang lembut hatinya, setelah sebelumnya kasar tutur kata dan
perangkainya. Tidak mengenal kebajikan dan tidak mengingkari kemungkaran,
melainkan menuruti hasrat hawa nafsunya. Saat ia bertawajjuh (menghadap)
kepada Allah dengan hati, dan Ia mengubahnya.
Kalaulah dengan kondisi hati tersebut, yang lancang atas
batasan-batasan Allah Azza wa Jalla, sehingga seluruh anggota tubuhnya
pun menurutinya dalam berbuat kelancangan tersebut. Jika dengan situasi yang
demikian, dalam sekelumit saja dapat berubah keadaannya, dan menjadi baik
akibat dan efeknya, sehingga ia menjadi sadar, mengetahui dimana ia harus
melangkahkan kakinya dalam perjalanannya.
Saudaraku yang kusayangi karena Allah :
Sesungguhnya ia adalah suatu kenikmatan yang tidak akan
anda jumpai di atas permukaan bumi ini kenikmatan yang lebih besar dan agung
daripadanya, (yaitu) kenikmatan berupa kelembutan hati dan kesadaran untuk
kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memberitakan,
bahwa tidaklah hati yang terhalang dari kenikmatan ini melainkan pemiliknya
akan diancam dengan adzab Allah, Dia Subhanahu berfirman :
فَوَيْلٌ
لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ﴿ سورة الزمر: 22 ﴾
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah
membatu hatinya untuk mengingat Allah. (QS.39:22).
Kecelekaan, siksaan dan bencana bagi hati-hati yang keras
dari mengingat Allah. Dan kenikmatan, rahmat dan kebahagiaan serta kesuksesan
bagi hati yang luluh dan takut kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Karena itu -saudara-saudaraku seaqidah-, tiadalah seorang
mukmin yang jujur dalam keimanannya melainkan ia senantiasa berpikir untuk
mencari jalan agar hatinya dapat menjadi lembut? (Berpikir) bagaimana supaya
saya dapat memperoleh kenikmatan ini?
Maka saya mesti harus menjadi kekasih Allah Azza wa
Jalla, menjadi bagian dari para wali-wali-Nya. (Yang) tiada mengenal
istirahat dan kesenangan melainkan mencintai dan menaati-Nya Subhanahu wa
Ta’ala (saja). Karena ia menyadari bahwa tiada terhalang kenikmatan
ini, melainkan (akan) terhalang (pula) dari segala kebaikan yang banyak.
Karenanya, berapa banyak orang-orang baik yang pada
sebagian keadaan dan situasi yang menimpanya, mereka membutuhkan kepada orang
yang dapat melembutkan hati-hati mereka. Maka perkara hati ini merupakan
perkara yang menakjubkan, dan keadaannya asing (tidak dapat diterka).
Terkadang hati merespon kebaikan, dan saat keadaannya
demikian ia sangat lembut terhadap Allah Azza wa Jalla dan menyeru-nyeru
kepada Allah.
Seandainya (dalam keadaan tersebut) ia diminta untuk
menginfakkan seluruh hartanya karena cinta kepada Allah, niscaya akan
diberikannya. Sekirannya diminta untuk menyerahkan jiwanya di jalan Allah,
niscaya akan dikorbankannya.
Sesungguhnya ia merupakan sekelumit (momentum) saja,
dimana Allah memenuhi hati-hati tersebut dengan rahmat (kasih
sayang)nya.
Sebaliknya terdapat (pula) sekelumit-sekelumit momentum
(lainnya) yang dapat merubah keadaan orang beriman terhadap Allah Tabaraka
wa Ta’ala, (yaitu) sekelumit-sekelumit momentum yang mengeraskan (hati
manusia). Tidaklah seorang manusia sekiranya ia melewati situasi ini (sekalipun
hanya) sebentar saja, niscaya hatinya akan mengeras dan merasa sakit di
dalamnya, sampai-sampai begitu sangat kerasnya bagaikan batu. Al-‘Iyadzu
billah (berlindung kepada Allah dari situasi semacam itu).
Ada beberapa faktor yang melembutkan hati dan ada (pula)
faktor-faktor yang dapat mengeraskan hati :
Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mempersilahkan dan
mengutamakan (pembahasan ini) dengan mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan
di dalam al-Qur`an. Tidak ada (upaya menghadirkan) kelembutan hati dengan cara
yang lebih agung dibanding (dengan) sebab iman kepada Allah Tabaraka wa
Ta’ala.
Tiada seorang hamba (pun) yang telah mengenal Rabbnya
dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya melainkan hatinya akan menjadi lembut
terhadap Allah Azza wa Jalla, dan (dengan sendirinya) ia akan menegakkan
batasan-batasan Allah. Tiadalah ayat al-Qur`an dan hadits Rasulullah datang
kepadanya melainkan ia akan mengimplementasikan dengan bahasa perangai dan
tutur:
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ
رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿285﴾ سورة البقرة
"Kami
dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami
dan kepada Engkaulah tempat kembali’." (QS.2:285).
Maka tiadalah seorang hamba yang telah mengenal Allah
dengan nama-nama-Nya yang baik dan telah mengenal Rabbnya -yang ditangan-Nya
kekuasaan atas segala sesuatu, sementara Dialah yang melindungi, namun tiada
yang dapat dilindungi dari (siksa)-Nya-, melainkan anda akan mendapatinya
berpacu kepada kebaikan, dan berpaling dari keburukan.
Faktor terpenting yang menjadikan hati lembut terhadap
Allah Azza wa Jalla dan luluh dari rasa ketakutan yang timbul karena
mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala, dimana seorang hamba telah yang
mengenal Rabbnya.
Yang
Pertama :
Mengenal-Nya,
bahwa tiadalah segala sesuatu di alam semesta ini melainkan hal itu
mengingatkannya kepada Rabbnya. Pagi dan
petang mengingatkannya akan Rabb yang Maha agung. Nikmat dan bencana
mengingatkannya kepada yang Maha Penyantun dan Mulia. Kebaikan dan keburukan
mengingatkannya terhadap Yang dapat (mendatangkan) kebaikan dan (menolak)
keburukan, yaitu Subhanahu wa Ta’ala.
Maka barangsiapa yang mengenal Allah, hatinya menjadi
lembut karena takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Sebaliknya, tidaklah anda mendapati hati yang keras
melainkan anda akan menjumpai pemiliknya sebagai seorang hamba yang paling
bodoh (ajhal) mengenai Allah Azza wa Jalla, dan sangat jauh untuk
mengenal Allah mengenai keperkasaan dan siksaan-Nya, dan ia merupakan
sepandir-pandirnya manusia mengenai nikmat dan rahmat Allah Azza wa Jalla.
Sehingga sungguh anda akan menjumpai sebagian orang-orang
durhaka sudah sangat berputus asa dari kasih sayang Allah, dan merasa sangat
pupus harapan dari rahmat-Nya. Kita berlindung kepada Allah terhadap situasi
kebodohan mengenai Allah (al-jahl billah).
Lalu ketika ia jahil (bodoh) mengenai Allah, maka ia akan
bersikap lancang terhadap batasan-batasan-Nya, lancang terhadap
larangan-larangan-Nya, dan ia tidak mengenal melainkan pada malam dan siang
harinya ia berbuat kefasikan dan kedurhakaan. Demikianlah yang diketahui dari
kehidupannya, dan beginilah yang dapat diprediksi berkenaan dengan target
keberadaan dan masa depannya.
Karena itu –Saudaraku yang kucintai karena Allah-, mengenal
Allah Azza wa Jalla merupakan suatu cara (efektif) untuk dapat
melembutkan hati. Sebab itu setiap orang yang anda temui memberikan pelajaran,
mengekalkan tafakkur akan kekuasaan Allah. Ketika anda mendapatkan di dalam
hatinya ada kelembutan, di saat itu pula anda akan mendapati hatinya khusyu`
dan luluh kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Faktor Kedua :
Yang meluluhkan dan melembutkan hati, dan menolong
seorang hamba atas kelembutan hatinya
dari rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla adalah memperhatikan
ayat-ayat al-Qur`an ini.
Perhatian dalam hal ini merupakan jalan yang dapat
mengantarkan kepada hidayah taufik dan kebenaran. Menaruh perhatian penuuh
terhadap al-Qur`an telah dideskripsikan Allah dalam firman-Nya :
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ ﴿1﴾ سورة هود
“(Inilah) suatu
kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci
yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
(QS.11:1).
Tidaklah seorang hamba membaca ayat-ayat al-Qur`an ketika
membacanya dengan kehadiran hati, sambil memikirkan dan merenungkan melainkan
matanya (menjadi) menangis, hatinya (menjadi) khusyu`, jiwanya memancarkan iman
dari kedalamnya, hendak berjalan menuju Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sekiranya
permukaan hati itu berbalik setelah (berinteraksi dengan) ayat-ayat al-Qur`an,
menjadi lahan subur bagi kebaikan, kecintaan dan ketaatan kepada Allah Azza
wa Jalla.
Tidaklah seorang hamba membaca al-Qur`an dan menyimak
ayat-ayat Allah melainkan anda akan mendapati pasca pembacaan dan perenungan,
sebuah kelembutan. Sungguh hati dan kulitnya akan bergetar karena takut akan
keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Firman-Nya Ta’ala :
اللَّهُ نَزَّلَ
أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ
جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن
يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴿23﴾ سورة الزمر
“Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada
seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (QS.39:23).
Inilah al-Qur`an yang mengagumkan, sebagian sahabat
dibacakan beberapa ayat-ayat al-Qur`an maka (langsung) berbalik dari paganisme
kepada ketauhidan, dari menyekutukan Allah kepada menyembah Rabbnya Subhanahu
wa Ta’ala (hanya) dengan beberapa ayat-ayat sederhana.
Al-Qur`an ini merupakan nasehat dari Rabb semesta alam,
firman dari Tuhan umat-umat terdahulu maupun generasi-generasi selanjutnya,
tiadalah seorang hamba membacanya melainkan dimudahkan baginya mendapatkan
tuntunan (Ilahi) saat membacanya, karenanya Allah berfirman dalam Kitab-Nya :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ
لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ﴿17 ﴾ سورة القمر
017. Dan
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran? (QS.Al-Qamar (54):17).
Apakah di sana ada orang yang hendak mengambil pelajaran?
Apakah di sana ada orang yang menginginkan (mendapatkan)
pesan sempurna dan nasehat yang tinggi? ... Inilah al-Qur`an kami.
Karenanya – saudara yang kucintai karena Allah- tiada
hati yang merasa ketagihan, dan tidak pula seorang hamba yang ketagihan untuk
membaca al-Qur`an, menjadikan al-Qur`an selalu bersamanya, sekiranya dia belum
hapal maka ia dapat membacanya sepanjang malam dan siang hari, melainkan
lembutlah hatinya karena rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Faktor Ketiga :
Diantara faktor-faktor yang membantu melembutkan hati dan
kesadaran untuk senantiasa kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, adalah
seorang hamba sadar bahwa ia akan kembali kepada Allah, senantiasa sadar bahwa
setiap permulaan (selalu ada) akhirnya. Bahwa tidaklah setelah kematian yang
merupakan bagian perjalanan yang harus dilewati, dan tidak pula setelah
(menjalani) kehidupan dunia, melainkan (kesudahannya) surga atau neraka.
Maka sekiranya seorang manusia sadar bahwa kehidupan
(dunia) akan berakhir, dan bahwa (dunia) merupakan kesenangan (sementara) yang
akan binasa, bahwa ia sesuatu yang menipu dan penghalang, Dia menjadikan -demi
Allah- itu semua sebagai kehinaan dunia dan merespon Pemilik dunia ini dengan
begitu responsif, rasa kembali dan kejujuran, maka lembutlah hatinya.
Barangsiapa yang merenungi kubur, dan merenungi
keadan-keadaan penduduknya, niscaya hatinya akan luluh, hatinya akan terbebas
dari segala kebekuan dan hal-hal yang menipu. Kita mohon perlindungan kepada
Allah dari hal-hal demikian itu.
Karenanya anda tidak akan mendapati seorang yang biasa
berziarah kubur dengan bertafakkur, merenungi, dan mentadabburi,
ketika ia mengingat orang-orang tua, saudara-saudari, sahabat-sahabat,
orang-orang yang dicintainya. Ketika ia mengingat kedudukan-kedudukan mereka,
dan sadar bahwa waktunya sudah sangat dekat keberadaannya di tengah-tengah
mereka, bahwa sebentar lagi ia akan menjadi tetangga sebagian dengan sebagian
lainnya. Telah terputus kunjungan diantara mereka dengan tetangganya. Dan bahwa
mereka telah saling berdekatan kuburnya, dan diantara keduanya sebagaimana
antara langit dan bumi, kenikmatan (surga) dan (siksa) neraka.
Tidaklah seorang hamba mengingat kedudukan-kedudukan yang
dianjurkan oleh Nabi saw. untuk mengingatnya, melainkan melembutkan hatinya
dari rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Barangsiapa yang berdiri di atas liang kubur yang telah
selesai digali, lalu ia memperkirakan dirinya, sekiranya ialah yang akan
dimasukkan liang kubur tersebut. Dan tidaklah ia berdiri di hadapan liang
kubur, melihat tubuhnya sedang diturunkan ke dalamnya, maka ia akan bertanya
kepada dirinya sendiri :
-
Apa yang
terjadi setelah ditutup (kuburnya)?
-
Siapakah
(pribadi) yang ditutup kuburnya (ini)?
-
Atas dasar apa
ditutup (kuburnya)?
-
Apakah
(kuburnya) ditutup atas (dasar) ketaatan atau kemaksiatan(nya)?
-
Apakah
(kuburnya) ditutup atas siksa (kubur) atau atas kenikmatan (kubur)?
Tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah)
melainkan Dia, Yang Maha mengetahui keadaan-keadaan mereka yang sebenarnya,
Dialah Yang Maha menetapkan hukum lagi Maha adil yang memisah-misahkan diantara
mereka (sesuai dengan perbuatannya).
Tiada seorang hamba melihat pemandangan-pemandangan ini,
dan tidak pula terkumpul dalam dirinya renungan-renungan ini, melainkan berguncang
hatinya karena rasa takut dan kengerian terhadap keagungan Allah Tabaraka wa
Ta’ala. Berserah kepada Tabaraka wa Ta’ala dengan penyerahan yang
sejujurnya dan kembali serta tekun (dalam ketaatan kepada-Nya).
(Saudaraku) yang kucintai karena Allah :
Separah-parahnya penyakit yang menimpa hati adalah
penyakit kebekuan hati, dan kita berlindung atas keadaan yang demikian itu.
Dan faktor terbesar yang menyebabkan kerasnya hati
setelah kebodohan mengenai Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah kecondongan
kepada dunia dan bangga akan status keduniaannya, serta terlalu sibuk dengan
ucapan-ucapan yang berlebihan. Sesungguhnya ini merupakan bagian dari faktor
penyebab terbesar yang mengeraskan hati-hati, wal’iyadzu billah Tabaraka wa
Ta’ala. Karena jika seorang hamba telah disibukkan dengan perkara mengambil
dan menjual, dan disibukkan pula dengan berbagai fitnah dan tribulasi yang
membinasakan, hal ini hanya mempercepat proses pengerasan hatinya (saja).
Karena semua perkara tersebut, jauh dari (hal-hal yang dapat) mengingatkan
dirinya terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Karena itu, sudah seyogyanya bagi setiap orang yang
hendak menerjuni (urusan-urusan) dunia ini, untuk menerjuninya dengan penuh
kehalusan. Agama kita bukanlah agama para rahib (pendeta), dan tidak (boleh)
mengharamkan yang telah dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak
membatasi kita dengan perkara-perkara yang baik.
Namun dijalani dengan penuh seksama, maka
ketentuan-ketentuan takdir telah ditetapkan oleh pena-Nya, dan
ketentuan-ketentuan rezeki (juga) telah ditetapkan. Manusia mengambilnya dengan
sebab-sebab usahanya, tanpa adanya benturan dengan qadha` dan qadar.
Ia mengambil bagiannya dengan sikap yang lembut dan penuh
keridhaan dari Allah tabaraka wa Ta’ala sesuai yang dimudahkan baginya, lalu
mengucapkan pujian (hamdalah) dan bersyukur kepada Sang Penciptanya,
sehingga mempercepat turunnya keberkahan padanya, dan mampu mencegah terjadinya
bencana kebekuan (hati), kami memohon kepada Allah keselamatan dari perkara
tersebut.
Sebab itu, faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya
kekerasan hati adalah kecenderungan terhadap dunia. Anda akan mendapati para
pemilik hati yang keras kebanyakan mereka memiliki kesibukkan dengan
perkara-perkara dunia, mereka mengorbankan segala sesuatu, mengorbankan
waktu-waktu mereka, mengorbankan shalat-shalat mereka, mereka rela terjerambat
ke dalam perbuatan-perbuatan senonoh dan membinasakan. Tetapi dunia ini (malah)
yang menarik mereka, tidak mungkin seorang dari mereka berkorban (hanya) dengan
satu dinar atau dirham saja (untuk mencapai kepentingan-kepentingan duniawi
mereka), karenanya dunia ini telah merasuk ke dalam hatinya.
Dan dunia itu bercabang-cabang, dunia bercabang-cabang,
sekiranya seorang hamba mengetahui hakikat percabangan ini, niscaya pagi-petang
lisannya akan terengah-engah kepada Rabbnya :
“Ya Rabbku, selamatkan aku dari fitnah dunia ini,
sesungguhnya di dalam perkara dunia ini (memiliki) berbagai cabang-cabang,
dimana tidaklah hati cenderung kepada salah satunya melainkan ia akan bernafsu
kepada cabang berikutnya, kemudian yang berikutnya (lagi), hingga ia jauh dari
(mengingat) Allah Azza wa Jalla. Kedudukannya menjadi merosot di sisi
Allah, dan Allah tidak peduli akan kebinasaan dirinya (yang sedang
terperangkap) di dalam satu lembah dari lembah-lembah dunia yang ada. Wal
‘iyadzu billah.
Hamba yang lupa akan Rabbnya ini, merespon dunia ini
dengan penuh hormat, maka ia mengagungkan dengan sikap yang tidak semestinya
untuk diagungkan, mengacuhkan siapa yang seharusnya dibesarkan, diagungkan dan
dimuliakan (yaitu) Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu ia layak mendapatkan
akibat yang terburuk sekalipun. Wal ‘iyadzu billah.
Dan diantara faktor penyebab kerasnya hati:
Bahkan termasuk faktor yang paling menyebabkan kerasnya
hati, duduk bersama dengan orang-orang durhaka, dan bergaul dengan orang yang
tidak memiliki kebaikan dalam interaksinya. Dengan demikian, tidaklah seorang
manusia menjalin pertemanan yang tidak membawa kebaikan dalam pertemanannya itu
melainkan hatinya menjadi keras dari mengingat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dan
tidaklah ia mencari orang-orang yang baik, melainkan mereka (membantu)
melembutkan hatinya kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan tidaklah
ia tamak terhadap majelis-mejelis mereka, melainkan kelembutan akan datang
kepadanya, ia mau ataupun tidak. Datang kepadanya untuk meneguhkan kelemahan
hatinya, selanjutnya mengeluarkannya sebagai seorang hamba shalih yang sukses,
yang merasa akherat berada dihadapannya.
Karenanya sudah seyogyanya bagi setiap orang, sekiranya
harus berinteraksi dengan orang-orang jahat (juga), agar bergaul dengan penuh
kewaspadaan, dan jadikanlah interaksinya itu sebatas yang diperlukan, sehingga
terselamatkan agamanya, dan pokok kekayaan dunia ini adalah agama.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon dengan nama-nama-Mu
yang baik, dan sifat-sifatmu yang tinggi, agar berkenan mengkaruniakan
hati-hati yang lembut kepada kami agar (senantiasa) mengingat dan bersyukur
kepada-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu hati-hati
yang tenang untuk mengingat-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu lisan-lisan
yang senantiasa basah menyebut-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang
sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, amal
shaleh yang diterima di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari
fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.
Subhana Rabbika Rabbil ‘Izzati ‘Amma Yashifun, wa salamun
‘ala mursalin walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.
Saudaraku yang kucintai – semoga Allah berkenan
menjagamu.
Kami tidak bermaksud dalam penyebarluasan materi ini
hanya sekedar untuk dibaca atau disimpan di komputer saja, bahkan kami berharap
adanya respon yang lebih jauh lagi dari anda, diantara :
-
Menyebarluaskan
materi ini di situs-situs internet lainnya.
-
Mengeditnya, untuk
kemudian mencetak dan mengemasnya dengan cara yang menarik, bagai hadiah yang
akan diberikan kepada orang-orang yang dicintai dan sahabat-sahabat lainnya.
-
Syaikh penulis
karya ini telah mengizinkan bagi yang berniat mencetaknya, seperti buku saku
sebagai amal jariah bagi anda hingga hari Kiamat.
Saudaraku yang kucintai, (semoga) kami diikut sertakan
dalam doa-doa anda, dikesendirian anda.
Mengenai usulan-usulan anda, pengarahan-pengarahan anda
untuk saudara anda, mungkin anda dapat berpartisipasi dalam usaha amal besar
ini.
Ya Allah, jadikanlah amalan ini sebagai amalan yang
ikhlash demi wajah-Mu yang Mulia,
Post a Comment