Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an Dan As-Sunnah
Kunci-Kunci
Rizki Menurut Al-Qur'an Dan As-Sunnah
Sesungguhnya
segala puji adalah milik Allah. Kita memuji, memohon pertolongan dan meminta
ampunan-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amal
perbuatan kita. Siapa yang ditunjuki Allah, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat
menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesemabahan yang haq kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan utusanNya. Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan kepada beliau,
keluarga, sahabat, dan segenap orang yang mengikutinya. Amma ba’du.
Di antara hal yang menyibukkan
hati kebanyakan umat Islam adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan,
sejumlah umat Islam memandang bahwa bepegang kepada Islam akan mengganggu rizki
mereka. Tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa
ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syariat Islam
tetapi mereka mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi
dan kemapanan ekonomi, hendaknya menutup mata dari sebagian hukum-hukum Islam,
terutama yang berkenaan dengan halal dan haram.
Mereka itu lupa atau pura-pura
lupa bahwa Sang Khaliq Azza wa Jalla tidak mensyariatkan agamaNya hanya sebagai
petunjuk bagi umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka
di sana saja, tetapi Allah mensyaratkan agama ini juga untuk menunjuki manusia
dalam urusan kehidupan dan kebahagian mereka di dunia. Bahkan doa yang sering
dipanjatkan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kekasih Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi umat manusia adalah.
﴿ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار ِ﴾
“Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada
kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka”[1]
Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia tidak meninggalkan
umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan dalam usahanya
mencari penghidupan. Tetapi sebaliknya, sebab-sebab rizki itu telah diatur dan
dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahami, menyadari, berpegang teguh
dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik, niscaya Allah Yang
Maha Pemberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya mencapai
jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan
untuknya keberkahan dari langit dan bumi.
Didorong oleh keinginan untuk
mengingatkan dan mengenalkan saudara-saudara sesama Muslim tentang berbagai
sebab di atas dan untuk meluruskan pemahaman mereka tentang hal ini serta untuk
mengingatkan orang yang telah tersesat dari jalan yang lurus dalam berusaha
mencari rizki, maka saya bertekad dengan memohon taufik dari Allah untuk
mengumpulkan sebagian sebab-sebab untuk mendapatkan rizki tersebut dalam buku
kecil ini. Buku ini saya beri judul “Mafatih ar-Rizqi fi Dhau’al Kitab wa
as-Sunnah”.
HAL-HAL YANG SAYA PERHATIKAN DALAM MAKALAH INI
HAL-HAL YANG SAYA PERHATIKAN DALAM MAKALAH INI
Di antara hal-hal yang saya
perhatikan –dengan karunia Allah- dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Rujukan utama dalam makalah
ini adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya yang mulia.
2. Saya menukil hadits-hadits
dari maraji’ (sumber) aslinya. Saya juga menyebutkan pandangan ulama tentang
derajat hadits tersebut (shahih, hasan, dha’if dan lain sebagainya,-pent),
kecuali apa yang saya nukil dari ash-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim). Sebab
segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima (keshahian keduanya) [2]
3. Ketika menggunakan dalil
dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits, saya berusaha mengambil faidah
(penjelasan) dari kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab syarah (keterangan)
hadits-hadits.
4. Saya memaparkan tentang apa
yang dimaksud dengan sebab-sebab yang disyariatkan dalam mencari rizki dengan
bantuan keterangan-keterangan –setelah memohon pertolongan dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala- dari ucapan-ucapan para ulama, untuk menghilangkan keraguan-keraguan
di dalamnya.
5. Saya tidak bermaksud
membicarakan manfaat-manfaat dari sebab-sebab yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
jadikan selain masalah rizki. Kecuali disebutkan secara kebetulan.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan saya untuk membicarakan
hal-hal tersebut di masa yang akan datang.
6. Saya jelaskan beberapa kata
asing yang ada di dalam hadits-hadits, untuk lebih menyempurnakan manfaat,
insya Allah.
7. Saya tuliskan beberapa
maraji’ (sumber) yang cukup untuk memudahkan siapa saja yang ingin kembali
padanya.
8. Saya tidak bermaksud
menyebutkan sebab-sebab rizki seluruhnya. Tetapi yang saya bahas adalah apa
yang dimudahkan oleh Allah padaku untuk mengumpulkannya.
Hakikat rizki
Rizki atau sering juga disebut rezeki, berasal dari kata rozaqo – yarzuku –
rizqon, yang bermakna “memberi / pemberian”. Sehingga makna dari rizki adalah
segala sesuatu yang dikaruniakan Alloh Subhanahu wa Ta’laa kepada
hamba-hamba-Nya dan dimanfaatkan oleh hamba tersebut.
Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa yang termasuk dalam ketagori
rizki, tidak terbatas hanya pada besar kecilnya gaji dan pendapatan atau banyak
tidaknya harta maupun uang yang tersimpan. Tetapi makna rizki lebih luas
daripada itu. Kesehatan tubuh dan jiwa, udara yang kita hirup, air hujan yang
turun, keluarga yang menyenangkan, kepandaian, terhindarnya dari kecelakaan
atau musibah, dan lain sebagainya adalah bagian dari rizki Alloh Subhanahu wa
Ta’laa.
Termasuk juga turunnya hidayah Islam pada diri seorang hamba, pemahaman
akan ilmu agama, terbukanya pintu-pintu amal sholih dan bahkan khusnul khotimah
dan mati syahid juga merupakan bagian dari rizki yang tiada tara. Dan masih
banyak lagi karunia Alloh Subhanahu wa Ta’laa yang sangat luar biasa, yang
di-karuniakan kepada hamba-hamba-Nya dan tidak mungkin terhitung.
Setelah kita memahami makna dari rizki, tentu tidak ada alasan bagi kita
untuk tidak bersyukur kepada Ar Roziq (Maha Pemberi Rizki). Semua makhluk pasti
mendapatkan rizkinya. Entah dia manusia yang beriman atau kafir, kelompok jin
yang taat atau jin syetan, semua binatang, para malaikat, tumbuhan dan semua
makhluk-Nya yang Dia ciptakan. Hal ini
menunjukkan asma dan sifat-Nya Ar Rohman (Maha Pengasih).
Rizki Alloh Subhanahu wa
Ta’laa pasti terus mengalir. Tidak ada satu makhlukpun yang sanggup menghalangi
berjalannya rizki pada seseorang bila, Alloh Subhanahu wa Ta’laa menghendaki
itu terjadi pada seseorang. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu makhlukpun
yang sanggup memberikan rizki pada seseorang, bila Alloh Subhanahu wa Ta’laa
menghendaki hal itu tidak terjadi padanya. Kepastian datangnya rizki di dunia,
seiring kepastian nyawa hadir pada diri seorang makhluk. Atau kata lainnya,
tanda rizki dunia seseorang itu habis adalah hadirnya kematian padanya.
Bila rizki
sudah tetap, lalu kenapa dibutuhkan kunci-kunci rizki?
Rosululloh Sholallohu
‘alaihi was salam bersabda :
(( …ثمُ َّيُرْسَلُ إلِيَهِْ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ
الرُّوْحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَات : بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ
وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ … ))
“…Kemudian diutuslah
malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh kepadanya, dan diperintahkan untuk
menulis empat hal : menulis rizkinya, ajalnya, amalnya dan apakah ia celaka
atau bahagia…”
(HR. Bukhori dan Muslim)
(HR. Bukhori dan Muslim)
Memang ada empat perkara
ketetapan Alloh Subhanahu wa Ta’laa yang terjadi pada diri manusia, dimana
tidak ada satu manusiapun yang bisa merubah hal itu, yaitu rizki, ajal, amal
dan celaka dimana manusia tidak ada yang bisa untuk memahaminya kecuali atas
izin Alloh Subhanahu wa Ta’laa. Empat perkara di atas adalah permasalahan ghoib
yang tidak ada makhluk yang mengetahuinya selain Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
Sementara itu, berkenaan
dengan rizki, jodoh, amal serta kebahagiaan, manusia hanya diberi kesempatan
untuk menentukan pilihan dan berikhtiyar untuk mengusahakan sebab agar
terpenuhinya segala pi-lihannya. Sedangkan hasil, kembalinya tetap kepada
takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa. Manusia tidak akan bisa memastikan akan hidup
selamanya walaupun dia berusaha semaksimal mungkin untuk memperpanjang usianya.
Manusia tidak akan bisa menjamin akan miskin dan sengsara selamanya, kalau
Alloh Subhanahu wa Ta’laa mentakdirkan dia menjadi kaya atau bahagia di waktu
tertentu, begitu pula sebaliknya.
Segala bentuk usaha /
ikhtiyar yang dilakukan manusia di dalam meraih pilihannya, dinilai sebagai
ibadah bila dilaksanakan karena Alloh Subhanahu wa Ta’laa dan tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah ajaran Islam. Walaupun terkadang hasil yang
dia capai dari ikhtiyarnya tersebut tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Tapi yang harus ada pada hati setiap muslim, adalah sikap husnudzon (prasangka
baik) kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa. Apa yang Dia pilihkan untuk makhluknya,
adalah yang terbaik bagi makhluk tersebut. Alloh Subhanahu wa Ta’laa tidak
mungkin salah dalam memberikan suatu ketetapan.
Banyak hikmah yang diambil
dari ditentukannya kunci-kunci rizki :
-Akan lebih melapangkan jalan rizki, yang sebelumnya terasa sempit.
-Seandainya secara lahir, jalan rizki belum lapang, bisa jadi dengan kunci-kunci rizki yang diusahakan, akan menambah sikap qonaah (menerima segala takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa) di hati.
-Dengan kunci-kunci rizki, maka akan menambah barokah rizki yang didapat manusia, walupun menurut ukuran lahir, rizki tersebut sangat sedikit.
-Akan lebih melapangkan jalan rizki, yang sebelumnya terasa sempit.
-Seandainya secara lahir, jalan rizki belum lapang, bisa jadi dengan kunci-kunci rizki yang diusahakan, akan menambah sikap qonaah (menerima segala takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa) di hati.
-Dengan kunci-kunci rizki, maka akan menambah barokah rizki yang didapat manusia, walupun menurut ukuran lahir, rizki tersebut sangat sedikit.
-Bila di dunia ini belum
terkabulkan apa yang kita usahakan akan atau kebahagiaan. Tetapi wajib difahami
juga, bahwa empat hal di atas adalah meliputi ilmu Alloh Subhanahu wa Ta’laa
berkenaan dengan kunci-kunci rizki, maka bisa jadi Alloh Subhanahu wa Ta’laa
akan menggantinya di akhirat kelak.
-Dengan mengusahakan
kunci-kunci rizki seperti yang disyariatkan Alloh Subhanahu wa Ta’laa, maka
bertambah pula amal sholih kita.
-Dan fadhilah-fadhilah lain yang Alloh Subhanahu wa Ta’laa janjikan pada umat-Nya yang selalu beramal sholih.
-Dan fadhilah-fadhilah lain yang Alloh Subhanahu wa Ta’laa janjikan pada umat-Nya yang selalu beramal sholih.
Diantara hal yang
menyibukkan hati kebanyakan umat Islam adalah mencari rizki (yang bersifat
materi dan kemapanan duniawi). Sejumlah besar umat Islam memandang bahwa
berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Tidak hanya sebatas itu,
bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa ada sejumlah orang yang masih mau
menjaga sebagian kewajiban syari’at tetapi mereka mengira bahwa jika ingin
mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup
mata dari sebagian hukum Islam. Na’udzu billahi min dzalik.
Kunci –
Kunci Rizki
1. Istighfar dan Taubat
Alloh Subhanahu wa Ta’laa
berfirman :
“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan me-ngadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS. Nuh : 10-12).
“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan me-ngadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS. Nuh : 10-12).
Ibnu Katsir
berkata,”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Alloh, meminta ampun kepada-Nya
dan kalian senantiasa menta’ati-Nya, niscaya Dia akan membanyakkan rizki kalian
dan menurunkan hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian
berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan untuk kalian, membanyakkan anak
dan melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak
untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di da-lamnya bermacam-macam
buah-buahan untuk kalian serta menga-lirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun
itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4 / 449)
Sebagian umat Islam
menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata, dengan
hanya memperbanyak kalimat, “Astaghfirullohal ‘adzim”. Tetapi kalimat itu tidak
membe-kas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.
Sesungguhnya istighfar dan taubat ini adalah taubatnya orang yang dusta.
Imam An Nawawi menjelaskan,”Para
ulama berkata,”Bertaubat dari segala dosa adalah wajib. Jika dosa itu antara
hamba dengan Alloh, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka
syaratnya ada tiga, -pertama, hendaknya ia menjauhi dosa (maksiat) itu, -dua,
ia harus menyesali perbuatan dosa itu, -tiga, ia harus berkeinginan untuk tidak
mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang maka taubatnya tidak sah. Jika
taubat itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat
di atas dan -ke empat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang
tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus
mengembalikannya. Jika berupa (had) hukuman tuduhan atau sejenisnya maka ia
harus memberinya kesempatan untuk membalas-nya atau meminta maaf padanya. Jika
berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf.”
(Riyadush Sholihin).
(Riyadush Sholihin).
2. Taqwa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa
berfirman : “Barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya
Dia akan mengada-kan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Tholaq : 2-3 )
Al Hafidz Ibnu Katsir
berkata,”Maknanya, barangsiapa bertaqwa kepada Alloh dengan melakukan apa yang
diperinyahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Alloh akan
memberi-nya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka,
yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ath Tholaq : 2-3).
(Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ath Tholaq : 2-3).
Para ulama telah
menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar Roghib Al
Ashfahani berkata,”Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya
berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.”
(Al Mufrodat fie Ghoribil Qur’an)
(Al Mufrodat fie Ghoribil Qur’an)
Orang yang melihat dengan
kedua bola matanya apa yang diharam-kan Alloh, atau mendengarnya dengan kedua
telinganya apa yang di-murkai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau mengambilnya
dengan kedua tangannya apa yang tidak diridloi Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau
berjalan ke tempat yang di kutuk Alloh Subhanahu wa Ta’laa, berarti ia tidak
menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang
membangkang perintah Alloh Subhanahu wa Ta’laa serta melakukan apa yang
dilarang-Nya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertaqwa. Orang yang
menceburkan diri ke dalam maksiat, sehingga ia pantas mendapat murka Alloh
Subhanahu wa Ta’laa, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan
orang-orang yang bertaqwa.
3. Tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alloh telah menga-dakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. Ath Tholaq : 3) Menafsirkan ayat tersebut, Ar Robi’ bin Khutsaim berkata,”(mencu-kupkan) dari setiap yang membuat sempit manusia.”
(Syarhus Sunnah, 14 / 298)
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alloh telah menga-dakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. Ath Tholaq : 3) Menafsirkan ayat tersebut, Ar Robi’ bin Khutsaim berkata,”(mencu-kupkan) dari setiap yang membuat sempit manusia.”
(Syarhus Sunnah, 14 / 298)
Menjelaskan makna tawakkal
para ulama berkata, diantaranya Imam Ghozali, Beliau berkata,”Tawakkal adalah penyandaran
hati hanya kepada “WAKIIL” (yang ditawakkali) semata.”
(Ihya’ Ulumuddin, 4 / 259)
(Ihya’ Ulumuddin, 4 / 259)
Al Allamah Al Manawi
berkata,”Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada
yang ditawakkali.”
(Faidhul Qodir, 5 / 311)
(Faidhul Qodir, 5 / 311)
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda
:
(( لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ
تَوَكَّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَرُوْحُ
بِطَانًا )) [رواه الترمذي وابن حبان]
“Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh
sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki
burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore
hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Sebagian manusia ada yang
berkata,”Jika orang yangbertawakkal kepada Alloh itu akan diberi rizki, maka
kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. bukankah kita cukup
duduk-duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit.”
Perkataan ini sungguh
menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya tentang hakekat tawakkal. Imam
Ahmad berkata,”Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk
meninggalkan usaha. Sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan
perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka
bertawakkal pada Alloh dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka
mengeta-hui bahwa kebaikan (rizki) itu di tangan-Nya, tentu mereka tidak akan
pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana
burung-burung tersebut.”(Tuhfatul Ahwadzi, 7 / 8)
Imam ahmad menambahkan,”Para shahabat juga
berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan merekalah teladan kita.”
(Fathul Bari, 11 / 305-306)
(Fathul Bari, 11 / 305-306)
4. Beridah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa
sepenuhnya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda
:
(( إِنَّ اللهَ تَعَلىَ
يَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَدَتِى أَمَْـَلأُصَدْرَكَ غِنىً، وَأَسُدُّ فَقْرَكَ.
وَإِنْ لاَ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَكَ شُغْلاً، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ ))
“Sesungguhnya Alloh Ta’laa
berfirman,”Wahai anak Adam. Beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku ! Niscaya Aku
penuhi di dalam dada dengan kekayaan dan aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak
kalian lakukan, niscaya aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku
penuhi kebutuhanmu.” (HR. Ibnu Majah)
Al Mulla Ali Al Qori
menjelaskan makna hadits -تَفَرَّغْ لِعِبَدَتِى – “beribadahlah sepenuhnya
kepada-Ku.”, Beliau berkata,”Makna-nya, jadikanlah hatimu benar-benar
sepenuhnya (konsentrasi) untuk beribadah kepada Robb-mu.” (Murqotul Mafatih, 9
/ 26)
Hendaknya seseorang tidak
mengira bahwa yang dimaksud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan
usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan
malam. Hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan
merendahkan diri dihadapan Alloh Maha Esa. Menghadirkan hati, betapa besar
keagungan Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
5. Melajutkan Haji dengan Umroh atau sebaliknya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda
:
(( تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ
وِالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي
الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ ))
“Lanjutkanlah haji dengan umroh atau sebaliknya. Karena
sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana
api dapat mengilangkan kotoran besi.”
(HR. An Nasa’i)
(HR. An Nasa’i)
Syaikh Abul Hasan As Sindi menjelaskan haji
dengan umroh atau sebaliknya, berkata,”Jadikanlah salah satunya mengikuti yang
lain, dimana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka
tunaikanlah umroh. Dan jika kalian menunaikan umroh maka tunaikanlah haji,
sebab keduanya saling mengikuti.”
(Hasyiyatul Imam As Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 5 / 115)
(Hasyiyatul Imam As Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 5 / 115)
Sedangkan Imam Ath
Thoyyibi dalam menjelaskan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :
(( فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ ))
“…Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa…”
“Kemampuan keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan bersedekah dalam menambah harta.”
(Faidhul Qodir, 3 / 225)
6. Silaturrahim
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda
:
((
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُسْطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ))
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan
diakhirkan ajalnya (diperpanjang usianya), maka hendaklah ia menyambung (tali)
silaturrahmi.” (HR. Bukhori)
Makna “ar rahim” adalah
para kerabat dekat. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,”Ar rahim secara umum adalah
dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab
(keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahrom atau tidak.
Menurut pendapat lain, mereka adalah “maharim” (para kerabat dekat yang haram
dinikahi) saja. Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua,
anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk
yang haram dinikahi, padahal tidak demikian.”(Fathul Bari, 10 / 14)
Silaturrahim, sebagaimana
dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qori adalah kinayah (ungkapan / sindiran)
tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan
maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan
mereka. (Murqotul Mafatih, 8 / 645)
7. Berinfaq di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa
berfirman : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Alloh akan
menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39)
Ibnu Katsir berkata dalam
menafsirkan ayat di atas,”Betapapun sedikit apa yang kamu infaqkan dari apa
yang diperintahkan Alloh kepadamudan apa yang diperbolehkan-Nya, niscaya Dia
akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala
dan ganjaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3 / 595)
Syaikh Ibnu Asyur
berkata,”Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam
agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Alloh
untuk menolong agama.” (Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22 / 221)
8. Memberi Nafkah kepada Orang yang Sepenuhnya
Menuntut Ilmu Syari’at (Agama)
(( كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِى النَّبِي صلى
الله عليه وسلم وَاْلآخِرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ
إِلَى النَّبِى ،
فَقَالَ صلى الله عليه وسلم لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ ))
“Dahulu ada dua orang
bersaudara pada masa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam . Salah seorang
dari mereka mendatangi Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam (untuk menuntut ilmu)
dan (saudaranya) yang lain pergi bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu
mengadu pada Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam . Maka Beliau Sholallohu ‘alaihi
was salam bersabda,”Mudah-mudahan engkau diberi rizki karena sebab dia” (HR.
Tirmidzi)
Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan sabda Nabi
Sholallohu ‘alaihi was salam :
(( لَعَلَّكَ
تُرْزَقُ بِهِ))
”…Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia”
“Yang menggunakan shighot majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebe-narnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia(si penuntut ilmu) diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya.”
(Murqotul Mafatih, 9 / 171)
“Yang menggunakan shighot majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebe-narnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti dia(si penuntut ilmu) diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya.”
(Murqotul Mafatih, 9 / 171)
9. Berbuat Baik pada Orang yang Lemah
Mush’ab bin Sa’d Rodliallohu ‘anhu berkata :
“Bahwasanya Sa’d Rodliallohu ‘anhu merasa dirinya memiliki kelebihan daripada
orang lain, maka Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda:
(( هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلاَّ بِضُعَفَا ئِكُمْ ))
“Bukankah kalian ditolong
dan diberi rizki lantaran orang-orang yang lemah diantara kalian ?” (HR.
Bukhori)
Karena itu, siapa yang
ingin ditolong Alloh dan diberi rizki oleh-Nya maka hendaklah ia memuliakan
orang-orang yang lemah dan berbuat baik kepada mereka.” (Shohihul
Bukhori)
10. Hijrah di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Barangsiapa berhijrah di jalan Alloh, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.”
(QS. An Nisa : 100)
“Barangsiapa berhijrah di jalan Alloh, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.”
(QS. An Nisa : 100)
Qotadah berkata,”Maknanya,
keluasan dari kesesatan kepada petunjuk, dan dari kemiskinan kepada banyaknya
kekayaan.”
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Al Qurthubi
berkata,”Sebab, keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan
rizki. Juga menunjukkan kela-pangan dada yang siap menanggung kesedihan dan
pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan.”
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Ar Roghib Al
Ashfahani berkata bahwa hijrah adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri
yang iman, sebagaimana para shahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Sayid Muhammad Rosyid
Ridlo mengatakan bahwa hijrah di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa harus dengan
sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu
adalah untuk mendapatkan ridho Alloh Subhanahu wa Ta’laa dengan menegakkan
agam-Nya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang
dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang
beriman dari permusuhan orang-orang kafir.
UCAPAN TERIMA KASIH DAN DOA
Inilah (karya sederhana itu),
dan segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, tempat meminta segala sesuatu, yang
semoga memberi nikmat kepada hambaNya yang lemah ini berupa rahmat, ampunan dan
kemuliaan untuk menyelesaikan pembahasan ini. Kami ucapkan terima kasih
sekaligus panjatkan doa kepada saudaraku Dr.Sayyid Muhammad Sadati
asy-Syinqithi. Saya banyak mengambil manfaat dari beliau dalam penulisan
makalah ini. Ucapan terima kasih serta penghargaan juga kami sampaikan kepada
para pengurus Maktab at-Ta’awun li ad-Da’wah wa al-Irsyad (Kantor Urusan
Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan) Divisi Orang-Orang Asing di Batha’, Riyadh
yang berada di bawah Koordinasi Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah
dan Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia. Dimana sebelumnya makalah ini berasal
dari dua kali materi ceramah yang saya sampaikan di kantor tersebut. Doa saya
juga untuk putra saya tersayang, Hammad Ilahi serta anak-anak saya yang lain. Mereka
secara bersama-sama dengan saya, memeriksa naskah yang telah di seting dari
buku ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan balasan kepada semuanya dengan
sebaik-baik balasan di dunia maupun di akhirat.
Saya memohon kepada Allah yang
memiliki keagungan dan kemuliaan, semoga Dia menjadikan pekerjaan saya ini
benar-benar ikhlas karena mencari ridhaNya, serta menjadikannya sebagai
simpanan saya dan simpanan kedua orang tua saya pada hari yang tidak bermanfaat
lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang
bersih. Sebagaimana saya juga memohon kepada Rabb yang Mahahidup lagi terus
menerus mengurus makhlukNya, semoga Dia memberi taufik kepada saya, juga kepada
saudara-saudara, anak-anak, karib-kerabat saya serta segenap umat Islam untuk
berpegang dan mengambil manfaat dari sebab-sebab rizki yang disyariatkan.
Semoga pula Dia memudahkan kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Amin
Semoga shalawat, salam dan
keberkahan dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, sahabat, dan
segenap pengikutnya.
[Disalin dari kitab Mafatih
ar-Rizq fi Dhau’ al-Kitab was-Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia
Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris
Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote
[1]. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau berkata :
Footnote
[1]. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau berkata :
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
))رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ((
"Doa yang sering dipanjatkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah : Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan
di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”[Shahih
al-Bukhari, Kitab ad-Da’awat, Bab Qaul an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rabbana Atina fi ad-Dunya Hasanah, 11/191 no. 6389]
[2]. Muqadimah Imam an-Nawawi dalam syarahnya terhadap
Shahih Muslim, hal.14, juga Nuzhat an-Nazhar fi Taudhih Nukhbat al-Fikar, oleh
al-Hafizh Ibnu Hajar, hal.29
Post a Comment