Menjaga Akhlak kepada Allah
Menjaga Akhlak kepada
Allah
Mudah-mudahan ALLOH SWT yang Maha
Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui
kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan
memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh
kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa
nafsu.
Dan
mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada
keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena
ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang
tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi ALLOH tidak
juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang
paling benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh
ALLOH, yang paling tinggi kedudukannya dalam pandangan ALLOH dan yang akan
menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia
akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan
dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita,
jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng
duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW
diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan
sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, "Mengapa
engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?". Rasul menjawab, "Innama buitsu
liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah
untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita mendengar kata
akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan.
Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekedar senyuman dan
keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu
hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk
bagaimana akhlak kita kepada ALLOH.
Akhlak kita kepada ALLOH SWT harus
dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada ALLOH,
hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri
apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada sekutu lain
selain ALLOH. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam
semesta ini selain kekuatan ALLOH SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat
munafik.
Bagaimanakah sifat orang munafik
itu? Berikut ini kita kutif tulisan dari Imam Al Ghazali yang menuturkan
ucapan Imam Hatim Al Ashom, seorang ulama yang shalih ketika mengupas
perbedaan antara orang mukmim dengan orang munafik.
"Seorang mukmin senantiasa
disibukan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian
apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan dengan ketamakan dan
angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukim berputus asa dari
siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada ALLOH, sementara orang
munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada ALLOH.
Seorang mukmin merasa aman, tidak
gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada ALLOH
karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman ALLOH, di
lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada
ALLOH, naudzhubilah, yang tidak dia takuti malah ALLOH SWT.
Seorang mukmin menawarkan hartanya
demi mempertahankan agamanya, sementara seorang munafik menawarkan agamanya demi
mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena
malunya kepada ALLOH meskipun dia berbuat kebajikan, sementara seorang munafik
tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat
dengan menyendiri bermunajat kepada ALLOH, sementara seorang munafik senang
berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat
kepada ALLOH.
Seorang mukmin ketika menanam
merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya
mengharapkan panen.
Seorang mukmin memerintahkan dan
melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan
perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik
memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah
merusak, naudzhubillah".
Ah,
Sahabat. Nampak demikian jauh beda akhlak antara seorang mukmin dengan seorang
munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar berusaha menjauhi
perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di atas. Kita harus benar-benar
mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan
keagungan ALLOH. Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini
hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita
juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan,
sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati justru itulah
yang akan menghinakan dirinya.
Sayangnya kalau kita simak di media
massa sekarang, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan dimana cara menyampaikan
pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan akhlak yang kurang
terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling menjatuhkan, saling
mencemarkan, dan saling membeberkan aib. Apa yang dicari? Padahal kalaulah
didapat jabatannya, baik presiden, menteri, gubernur, walikota, rektor, atau
dekan di kampus, asal tahu saja bahwa jabatan yang disandang itu tidak akan
lama, hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak hati-hati justru aibnya tetap
melekat lama. Harusnya kita anggap semuanya biasa-biasa saja, anggap sebagai
hiburan yang justru kalau tidak hati-hati, pangkat dan jabatan itulah yang akan
mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan terperangah
melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang berat
tanggung jawabnya. Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki kekuatan
dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang sihir, atau
paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti binasa. Mereka
hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau yang sejenisnya.
Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah dengan seperti itu.
Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli pengobatan yang ternyata
hanya menjual kata-kata, pengobatan yang dia maksudkan ternyata berasal dari
obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan harga berpuluh dan
beratus kali lipat dari harga aslinya.
Makanya jangan yakini kekuatan
dukun atau kekuatan paranormal, untuk apa? Mereka hanya sekedar makhluk yang
hidup sebentar dan lama-lama akan binasa. Bagi kita hidup di dunia hanya mampir
sebentar, sehingga yang paling patut harus kita lakukan adalah mempersiapkan
bekal untuk kepulangan kita nanti. Oleh karenanya ketika kita memandang manusia
adalah hal yang biasa-biasa saja. Hanya ALLOH-lah segala-galanya, Dia penguasa
tunggal, Dia Pemilik, Penggenggam, Penentu satu-satunya tiada yang lain selain
ALLOH Azza wa Jalla.
Bulatkan dan bersihkan hati kita
hanya kepada ALLOH dengan dibuktikan oleh kesungguhan ibadah dan amal kita.
Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di rumah kita hanya untuk
menjadi penolak bala. ALLOH yang Mahaagung dan Mahakuasa dapat menolong kita
tanpa harus kita menyimpan jimat. Tidak usah pakai susuk, untuk apa? Susuk itu
katanya nama sejenis keluarga jin, yaitu Shuk-shuk. Tidak usah pula
memelihara tuyul untuk mendatangkan rizki. ALLOH Mahakaya untuk menjamin
makhluk-makhluknya sekalipun tanpa bantuan makhluk jin atau yang sejenisnya.
Insya ALLOH orang yang bersih keyakinannya tiada yang akan dituju selain ALLOH.
Nah,
Sahabat. Tiadalah yang dituju selain ALLOH, tiadalah yang diharap selain harap
dari ALLOH, tiadalah yang ditakuti selain hanya ALLOH, tiadalah yang dimaksud
selain ALLOH, tiadalah yang bulat mencuri hati selain ALLOH. Orang yang bersih
tauhidnya, itulah yang benar akhlaknya, insya ALLOH. Sebab baik amalnya, ramah,
dan dermawan orangnnya tetapi dia termasuk orang yang menyekutukan ALLOH, maka
dia tidak termasuk orang yang berakhak mulia.
Post a Comment