أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Pada khotbah yang kedua ini, khotib akan membawakan beberapa kisah tentang orang-orang shaleh dari kalangan para sahabat dan orang-orang setelah mereka yang sangat berbakti kepada orang tuanya, terutama ibunya.
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam Shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita:
Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu: “Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah.” Rasulullah bersabda: “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah.” Aku keluar dengan hati riang karena doa Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata: “Tetap di situ Abu Hurairah.” Aku mendengar kucuran air. Ibu ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata: “Wahai, Abu Hurairah! Asyhadu an Laa ilaaha Illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu.” Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata,”Wahai, Rasulullah. Bergembiralah. Allah telah mengabulkan doamu dan menunjuki ibuku.” Maka Beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik. (HR. Muslim).
Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya: “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku), wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab: “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitannya (saat bersalin).”
Zainal Abidin, adalah seseorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepada, (dan berkata): “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam?” Ia menjawab,”Aku khawatir, tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya.”
Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.
Dalam Shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata: Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka: “Apakah Uwais bin ‘Amir bersama kalian?” Sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya,”Engkau Uwais bin ‘Amir?” Ia menjawab,”Benar.” Umar bertanya,”Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab,”Benar”. Umar bertanya,”Apakah engkau dulu pernah sakit lepra dan sembuh, kecuali kulit yang sebesar uang dirham?” Ia menjawab,”Benar.” Umar bertanya,”Engkau punya ibu?” Ia menjawab,”Benar.” Umar (pun) mulai bercerita,”Aku mendengar Rasulullah bersabda,’Akan datang pada kalian Uwais bin ‘Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu’.” (Umar berkata),”Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku,” maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya,”Kemana engkau akan pergi?” Ia menjawab,”Kufah.” Umar berkata,”Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab,”Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal.”
Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin ‘Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.
Ibadallah,
Di sisi lain, pena-pena sejarah mencatat pula kisah anak-anak yang tidak berbakti dan durhaka kepada kedua orang tuanya.
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai ke jalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata: “Cukup. Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan.” Sang anak menimpali: “Itulah balasanmu. Adapun tambahan ini sebagai sedekah dariku!”
Kisah perih lainnya, seorang ibu yang mengisahkan kepedihannya: “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku ke suatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagi menemuiku.”
Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.
Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi n bersabda,”Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Siapakah gerangan?” Beliau bersabda,”Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka.” (HR. Muslim).
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).
للَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وُلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ .
(Diadaptasi dari ‘Idatush Shabirin karya Abdullah bin Ibrahim Al Qar’awi, Cetakan III, Penerbit Dar Tharafain, Tahun 1421H dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al Jannah, karya Shalih bin Rasyid Al Huwaimil, Penerbit Dar Ibnu Atsir, Cetakan I, Tahun 1422H).
Post a Comment