أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ ؟ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Kabarkanlah kepadaku tentang iman!” Rasulullah menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.”
Hadits ini menunjukkan bahwa iman adalah ajaran inti yang agung dan pondasi yang kuat. Dan ia memiliki enam unsur asasi: (1) iman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, (2) iman kepada malaikat-malaikat, (3) iman kepada kitab-kitab, (4) iman kepada rasul-rasul, (5) iman kepada hari akhir, dan (6) iman kepada takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Penjelasan terperinci mengenai enam rukun iman ini dapat dijumpai di buku-buku permasalahan akidah.
Kedua, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya ada beberapa orang utusan dari bani Abdul Qois mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيكَ إِلَّا فِي الشَّهْرِ الْحَرَامِ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ فَصْلٍ نُخْبِرْ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا وَنَدْخُلْ بِهِ الْجَنَّةَ ؟ فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ ، أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصِيَامُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغْنَمِ الْخُمُسَ
“Wahai Rasulullah, kami tidak bisa datang menemui Anda kecuali hanya di bulan haram. Karena antara tempat tinggal kami dan tempat tinggal Anda terdapat suatu perkampungan kafir dari bani Mudhar. Ajarkanlah kami amalan yang ringkas yang kami bisa ajarkan kepada orang-orang di kampung kami, dan kami bisa masuk surga karena mengamalkannya?” Maka Nabi memerintahkan mereka dengan empat perkara dan melarang mereka dari empat perkara. Beliau memerintahkan mereka agar beriman kepada Allah semata. Beliau bertanya, “Tahukah kalian apa itu beriman hanya kepada Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah menjelaskan, “(yaitu) Bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan Muhammad adalah rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan memberikan seperlima dari ghanimah.”
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan keimanan dengan amalan yang tampak (bukan amalan hati). Sedangkan dalam hadits Jibril Nabi menafsirkan keimanan dengan keyakinan batin. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa iman itu dibangun dari apa yang ada di hati berupa keimanan dan keyakinan yang benar dan juga dibangun dengan amalan-amalan anggota badan berupa ketaatan kepada Allah.
Yang paling utama dari keimanan adalah dua kalimat syahadat, kemudian menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah. Jadi shalat adalah bentuk keimanan, puasa adalah bentuk keimanan, membayar zakat adalah bentuk keimanan, dan haji adalah bentuk keimanan. Bahkan kelima perkara ini adalah bangunan Islam sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR. Bukari).
Di antara bentuk keimanan yang wajib adalah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari mencintai diri sendiri, orang tua, anak, dan atau orang-orang selain beliau. Dari Anas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak (sempurna) keimanan salah seorang di antara kalian sampai aku lebih dia cintai dari orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Umar bin Khattab pernah mengatakan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْآنَ يَا عُمَرُ
“Wahai Rasulullah, sungguh Anda adalah seorang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku.” Maka, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (demikian), demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku lebih kamu cintai dibandingkan dirimu.” Lalu Umar berkata kepada beliau, “Sesungguhnya sekarang, demi Allah, Anda adalah orang yang paling aku cintai (bahkan) dari diriku”, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sekarang, wahai Umar”.
Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sebuah kalimat pengakuan lisan semata, akan tetapi cinta itu terwujud dalam ketaatan terhadap apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam firman-Nya,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31).
Bentuk keimanan yang lainnya adalah seseorang mencintai atau suka jika saudaranya seiman mendapatkan sesuatu yang ia suka juga kalau hal itu ia dapatkan. Oleh karena itu, hasad merupakan sesuatu yang mengurangi keimanan. Wajib bagi seorang muslim untuk menanamkan di hatinya rasa suka dan cinta apabila saudaranya dari kalangan orang-orang yang beriman mendapatkan kebaikan. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sesuatu yang dia cintai untuk dirinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bentuk keimanan lainnya adalah menjaga amanah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ
“Tidak keimanan bagi mereka yang tidak memiliki amanah.”
Amanah meliputi menjaga agama dengan ketaatan kepada Rabbul ‘alamin, mengerjakan apa yang Dia perintahkan dan menjauhkan diri dari yang Dia larang. Termasuk juga bentuk amanah adalah menjaga hak-hak dan menunaikan tugas, menjauhkan diri dari khianat, berbuat curang, dan bentuk-bentuk interaksi buruk lainnya.
Termasuk keimanan juga adalah meninggalkan sesuatu yang haram dan menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ شَارِبُهَا حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seseorang berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas sebuah barang rampasan di mana orang-orang melihatnya, ketika melakukannya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa jatuh ke dalam kemaksiatan dan melakukan dosa besar termasuk perbuatan yang mengurangi kesempurnaan iman. Meninggalkan zina, tidak meminum khamr, tidak merampas hak orang lain, dan tidak mencuri, semua itu adalah bentuk keimanan yang Allah Tabaraka wa Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Barangsiapa yang mengerjakan salah satu dari hal-hal di atas, maka berkuranglah keimanannya sesuai kadar dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan.
Bentuk keimanan yang lainnya adalah taubat kepada Allah dan kembali kepada-Nya. Taubat adalah amalan yang sangat dicintai Allah Jalla wa ‘Ala. Allah senantiasa membuka pintu taubat bagi hamba-hamab-Nya. Dia berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53).
Ibadallah,
Wajib bagi kita untuk bersungguh-sungguh menjaga keimanan ini. Karena inilah perhiasan yang hakiki dan keindahan yang sejati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sebuah doa:
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
“Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan keimanan. Dan jadikanlah kami sebagai orang yang mendapakan petunjuk dan memberi petunjuk (kepada orang lain).”
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا
أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Ketiga, hadits agung lainnya yang termasuk bangunan keimanan adalah hadits tentang cabang-cabang keimanan. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، أَعْلاهَا شَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 60 lebih (atau 70 sekian) cabang. Iman yang paling utama adalah [ucapan] laa ilaaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits menunjukkan bahwa iman itu harus terdapat di hati, di lisan, dan di anggota badan.
Iman di lisan: Derajat keimanan yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallah: diucapkan di hati dalam bentuk keyakinan, dilafadzkan secara lisan dengan memahami maknanya, konsekuensi, dan maksudnya. Inilah derajat keimanan yang paling tinggi.
Iman di anggota badan: Dari hadits tersebut juga disimpulkan membuang atau menyingkirkan gangguan dari jalan adalah bentuk keimanan. Ini adalah bentuk keimanan dengan anggota badan. Perbuatan ini dicintai oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Orang yang melakukannya, ia akan mendapatkan pahala. Terlebih lagi jika saat melakukan itu di dalam hatinya terdapat rasa cinta terhadap saudaranya kaum mukminin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَى ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللَّهِ لَأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ الْمُسْلِمِينَ لَا يُؤْذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ
“Seseorang melewati sebuah dahan suatu pohon yang menjulur ke jalan. Lalu ia berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan menyingkirkan dahan ini dari jalan kaum muslimin agar mereka tidak terganggu’. Maka dia dimasukkan ke dalam surga.” (HR. Muslim).
Iman di hati: Kemudian hadits ini menjelaskan bahwa keimanan juga terdapat di dalam hati. Contohnya adalah memiliki rasa malu. Dalam sabdanya tadi dikatakan, “sedangkan malu termasuk cabang dari iman”. Bentuk malu yang paling utama adalah seseorang malu kepada Rabbul ‘alamin yang senantiasa melihatnya, tidak ada sesuatu pun di bumi dan di langit yang tersembunyi dari-Nya.
Malu kepada Allah adalah dalam bentuk menjaga kepala dan segala indra yang ada padanya, menjaga perut serta apa yang ada di dalamnya, dan mengingat kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Rasa malu yang demikian akan menjadikan seorang hamba menjaga ketaatan kepada Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَافْعَلْ مَا شِئْتَ
Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari).
Dengan demikian, jika ada rasa malu, maka kebaikan itu akan ada pula. Apabila rasa malu itu hilang, maka hilang pula kebaikan, ‘iyadzan billah.
Oleh karena itu, renungkanlah wahai hamba Allah, hadits-hadits tentang keimanan yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersungguh-sungguhlah dalam memahaminya dan mengamalkannya.
Dan saya memohon kepada Allah Jalla wa ‘Aladengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya agar mengokohkan keimanan saya dan Anda sekalian, agar Allah menghiasi diri kita dengan keimanan, dan menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya bertakwa. Kita juga memohon agar Allah memperbaiki keagamaan kita yang merupakan sesuatu yang paling penting yang kita miliki, memperbaiki dunnia kita dimana kita hidup di dalamnya, dan memperbaiki akhirat kita yang nanti menjadi tempat kembali kita. Kita juga memohon agar Allah menjadikan kehidupan kita ini sebagai penambah bekal kebaikan dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan dari segala keburukan.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وُلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَقْوَى ، وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ محمد صلى الله عليه وسلم .
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَةَ وَالغِنَى. . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ؛ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَتُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ وَاكْتُبْ الصِحَّةَ وَالعَافِيَةَ وَالسَّلَامَةَ لِعُمُوْمِ المُسْلِمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ أُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abrurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad
Post a Comment