Cinta ( Mahabbah Al-'isyq )




Cinta ( Mahabbah Al-'isyq )


Cinta ( Mahabbah Al-'isyq )
Kalau Cinta, Cintaaaa Banget; Kalau Benci, Benciiii Banget (Kaidah Mayoritas Wanita….)
Wanita dianugrahi perasaan yang mendalam, karena memang disiapkan menjadi seorang ibu yang harus memiliki kasih sayang dan perhatian yang mendalam juga. Untuk menghadapi anak-anak, maka perlu perhatian dan kasih sayang untuk menemani kesabaran menghadapi dan mendidik anak-anak. Akan tetapi kelebihan ini tentu ada kelemahannya. Kelemahannya adalah terkadang perasaan menutupi akal sehatnya, perasaan membuat pertimbangan mengambil keputusan bisa mengalahkan keputusan akal sehat. Dan ini memang harus dipahami karena wanita memang ingin lebih dimengerti.
Ketika wanita jika sudah cinta, maka ia sangat cinta sekali dan jika sudah benci maka ia benci sama sekali. Ini adalah mayoritas sifat wanita. Karenanya beberapa ahli psikologi dan beberapa ulama yang ahli mengenai hal ini mengatakan bahwa wanita memang tidak bisa membagi cinta, karena begitulah tipe cinta wanita.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Jika engkau berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka (wanita) sepanjang setahun, kemudian melihat sesuat yang mengecewakan, dia akan berkata,
’Saya tidak pernah melihat kebaikanmu sedikitpun’.[1] Cinta yang sewajarnya saja
perilaku seperti tidak bagus yaitu terlalu berlebihn menyikapi cinta dan benci. Hal ini sudah diingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. beliau bersabda,
أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيْضَكَ يَوْمًا مَا، وَأَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا
“Cintailah orang yang kau cintai sekadarnya, bisa jadi suatu hari ia akan menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang yang kau benci sekadarnya bis jadi suatu hari ia menjadi orang yang kau sayangi”[2]
Dari Aslam bahwa Umar bin Khaththab radhiallahu anhu berkata,
لاَ يَكُنْ حُبُّكَ كَلَفًا وَلاَ بَغُضُكَ تَلَفًا فَقُلْتُ كَيْفَ ذَاكَ ؟ قَالَ إِذَا أَحْبَبْتَ كَلِفْتَ كَلَفَ الصَّبِيِّ وَإِذَا أَبْغَضْتَ أَحْبَبْتَ لِصَاحِبِكَ التَّلَف
“Janganlah cintamu menjadikan keterlenaan bagimu, dan jangan pula kebencianmu menjadikan kehancuran bagimu.
Aku (Aslam) berkata, “Bagaimanakah itu?”
Umar berkata, “Bila engkau mencitainya, maka engkau mencintainya sampai engkau terlena seperti layaknya seorang anak kecil, dan bila engkau membenci, engkau menginginkan kehancuran baginya.”[3] Penjelasan hadits dijelaskan dalam Fatwa Al-Islamiyah,
لكن المقصود من الحديث النهي عن المبالغة والإفراط الشديد في الحب،
“Akan tetapi maksud hadits adalah agar tidak berlebihan dan melampui batas dalam hal cinta.”[4]
Demikianlah, kita diperintahkan agar bersikap pertengahan dalam sesuatu hal. Tidak terlalu ekstrim dan tidak terlalu meremehkan juga.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….” (QS. Al Baqarah: 143)
Demikian semoga bermanfaat

Tidak ada komentar