Ummu Sulaim ar-Rumaisha` binti Milhan al-Anshariyah, bersuamikan Malik bin an-Nashr, dari suaminya ini Ummu Sulaim melahirkan Anas bin Malik. Ummu Sulaim masuk Islam, dia mengajak Malik suaminya tetapi ajakannya ditolak, Malik marah karenanya, kemudian dia meninggalkan Ummu Sulaim dan pergi ke Syam, di sanalah Malik menemui ajal.
Ummu Sulaim menjanda, karena kemuliaannya dan keluhurannya, tidak sedikit hati laki-laki yang berhasrat menikahinya, salah satunya adalah pemanah ulung kota Yatsrib –nama lama Madinah- Abu Thalhah.
Abu Thalhah datang melamar Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawab, "Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak pantas ditolak, sayang engkau kafir dan aku seorang muslimah, aku tidak mungkin menikah denganmu." Abu Thalhah menjawab, "Bukan itu maksudmu kan?" Ummu Sulaim berkata, "Lalu apa maksudku?" Abu Thalhah menjawab, "Emas dan perak, kamu memilih orang yang beremas dan berperak lebih dariku" Ummu Sulaim berkata, "Aku tidak berharap emas dan perak, aku ingin Islam darimu. Jika kamu masuk Islam maka itulah maharku, aku tidak minta yang lain." Abu Thalhah menjawab, "Siapa yang menunjukkan Islam kepadaku?" Ummu Sulaim menjawab, "Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam."
Berangkatlah Abu Thalhah menuju Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, pada saat itu beliau sedang duduk bersama para sahabat. Manakala beliau melihatnya beliau berkata, "Abu Thalhah datang, terlihat cahaya Islam di kedua matanya." Abu Thalhah menyampaikan apa yang diucapkan oleh Ummu Sulaim. Seterusnya Abu Thalhah menikahinya dengan maskawin keislamannya. Tsabit – Al-Bunani rawi kisah ini dari Anas – berkata, "Kami tidak mengetahui mahar yang lebih agung darinya. Dia rela Islam sebagai maharnya."
Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, seorang wanita yang bermata indah lagi sipit. Dari pernikahan ini Ummu Sulaim melahirkan seorang anak yang begitu dicintai oleh ayahnya, Abu Thalhah.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas berkata, anak laki-laki Abu Thalhah sakit, Abu Thalhah keluar dan anak tersebut wafat, ketika Abu Thalhah pulang, dia bertanya, “"Bagaimana anakku?" Ummu Sulaim, ibu anak itu menjawab, "Wahai Abu Thalhah, sejak dia sakit dia tidak pernah setenang seperti sekarang." Ummu Sulaim menyiapkan makan malam, Abu Thalhah menyantapnya, setelah itu Abu Thalhah menggauli istrinya, setelahnya Ummu Sulaim berkata, “Kuburkanlah anak ini.” Di pagi hari Abu Thalhah datang kepada Nabi shallallohu 'alaihi wasallam, beliau bertanya, “Apakah semalam kamu berhubungan?” Abu Thalhah menjawab, “Ya.” Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Maka Ummu Sulaim melahirkan seorang anak laki-laki. Abu Thalhah berkata kepadaku, “Bawalah adikmu ini kepada Nabi shallallohu 'alaihi wasallam.” Sambil memberikan beberapa butir kurma. Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bertanya kepada Anas, “Ada sesuatu bersamanya?” Anas menjawab, “Ada beberapa butir kurma.” Lalu Nabi shallallohu 'alaihi wasallam mengambilnya dan mengunyahnya lalu meletakkannya di mulut anak itu, beliau mentahniknya dan menamakannya Abdullah.
Dalam sebuah riwayat al-Bukhari, Ibnu Uyainah berkata, seorang laki-laki Anshar berkata, “Aku melihat sepuluh anak, semuanya hafal al-Qur`an.” Yakni anak Abdullah bin Abu Thalhah.
Dalam riwayat Muslim, anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim wafat, Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, “Jangan menyampaikan kepada Abu Thalhah, biarkan aku sendiri yang berbicara.” Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim menghidangkan makan malam, Abu Thalhah makan dan minum, kemudian Ummu Sulaim berhias untuknya sebaik-baiknya seperti yang dia lakukan sebelumnya, maka Abu Thalhah mendatanginya, setelah Abu Thalhah kenyang dan mendapatkan keinginannya, Ummu Sulaim berkata, "Wahai Abu Thalhah, menurutmu seandainya ada suatu kaum yang meminjam sesuatu, lalu pemiliknya memintanya, apakah mereka berhak menahannya?" Abu Thalhah menjawab, "Tidak." Ummu Sulaim berkata, "Memohonlah pahala kepada Allah dengan kematian anakmu."
Abu Thalhah marah dan berkata, "Kamu membiarkanku sampai aku terkotori oleh perbuatan ini kemudian kamu mengatakan tentang anakku?" Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dan menyampaikan apa yang terjadi. Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Dia berkata, maka Ummu Sulaim hamil.
Dia berkata, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sedang dalam perjalanan, Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim termasuk di dalam rombongan, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sendiri pada saat pulang ke Madinah dari suatu perjalanan beliau tidak pernah masuk kota di waktu malam, rombongan telah mendekati Madinah, Ummu Sulaim merasakan tanda-tanda persalinan, akibatnya Abu Thalhah sibuk mengurusinya, padahal Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam terus berjalan. Abu Thalhah berkata, “Ya Rabbi, Engkau mengetahui bahwa aku menyukai berangkat bersama Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam jika beliau berangkat dan pulang jika beliau pulang, padahal saat ini aku tertahan karena sesuatu yang telah Engkau ketahui.” Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu Thalhah, apa yang aku rasakan telah hilang, kita berjalan.” Ummu Sulaim melahirkan pada saat tiba di Madinah, bayinya laki-laki. Maka ibuku berkata kepadaku, “Wahai Anas, bawalah dia kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sebelum dia disusui oleh seseorang.” di pagi hari aku membawanya kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam … Dan dia menyebutkan hadits seperti sebelumnya.
Kisah ini mengandung beberapa keteladanan bagi keluarga muslim:
1- Tanggung jawab seorang istri muslimah dalam berdakwah kepada suami, hal ini terlihat dari ajakan Ummu Sulaim kepada suaminya yang pertama, Malik bin Nashr, walaupun dia menolak dan dakwah Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah agar masuk Islam, dan dia menerima.
Jangan dikira bahwa tanggung jawab berdakwah hanya ada di pundak suami muslim semata, tidak begitu, akan tetapi tanggung jawab ini juga ada di pundak istri dalam kadar yang sepadan, inilah yang dipahami oleh Ummu Sulaim.
2- Hendaknya seorang muslimah tidak mementingkan harta benda di atas agama. Lihatlah Ummu Sulaim, dia menolak emas dan perak, meskipun dia mungkin mendapatkannya, dia lebih mengedepankan agama di atas semua itu.
Berbeda dengan yang terlihat di zaman ini, kecenderungan para wanita bahkan bapak-bapak sebagai wali kepada suami yang tajir walaupun dia sama sekali tidak memiliki perhatian kepada agamanya. Ini adalah sebuah kerugian bagi rumah tangga dan menjadi sebab problem rumit di antara suami istri di kemudian hari.
3-Meringankan mahar atas suami sehingga pernikahan membawa berkah, ini merupakan sebab penting dalam mengatasi problem perawan tua, di samping membuka pintu pernikahan kepada para pemuda, dengan itu pintu-pintu perzinahan bisa di segel dan ditutup
4- Istri sebagai sumber ketenangan dan ketenteraman rumah dengan menyambut suami diiringi ucapan lembut dan mesra, memperhatikan urusan-urusannya, tidak mengejutkannya dengan perkara yang terjadi di rumah yang bisa memicu kemarahan dan kesedihannya.
Suami pulang ke rumah untuk mengambil hak istirahat, jika istri menyambutnya dengan sodoran problem-problem rumah sementara dia dalam keadaan lelah, tidak menutup kemungkinan dia akan bertindak tidak baik akibat dari kelelahan. Maka istri harus menjaga suami sehingga dia beristirahat terlebih dahulu, setelah itu dia mulai menyampaikan problem rumah dengan cara yang diterima olehnya. Hal ini terlihat jelas dari sikap Ummu Sulaim setelah putranya meninggal, dia menyambut suaminya dengan sangat baik dan meyakinkannya dengan cara yang diterima olehnya, bahkan dia sempat berhias dan memberikan kenikmatan kepada suami. Baru setelah suami tenang, dia menyampaikan apa yang terjadi, walaupun Abu Thalhah sempat marah, akan tetapi tidak sebesar jika apa yang terjadi disampaikan kepadanya tidak dalam kondisi tersebut.
5- Kesabaran istri muslimah terhadap musibah dan menerima dengan lapang dada, ini ditunjukkan oleh Ummu Sulaim sebagai bukti nyata kekuatan imannya, walaupun yang wafat adalah jantung hatinya, dia tetap sabar dan karenanya Allah menggantikannya dengan seorang putra yang di kemudian hari memiliki sepuluh anak laki-laki, para huffazh al-Qur`an.
Dalam hadits Ummu Salamah berkata, aku telah mendengar Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada seorang muslim yang ditimpa musibah lalu dia berkata, 'Innalillahi wainna ilaihi raji'un ya Allah berikanlah pahala kepadaku dalam musibahku dan berikan ganti kepadaku yang lebih baik baginya', kecuali Allah memberinya ganti yang lebih baik."
Ummu Salamah berkata, "Manakala Abu Salamah wafat aku berkata, 'Siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah, keluarga pertama yang hijrah kepada Allah. Lalu aku mengucapkan doa di atas maka Allah memberiku gantinya yaitu Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam." Diriwayatkan oleh Muslim.
Post a Comment