Hadist Tingkah Laku Tercela
Hadist Tingkah Laku Tercela
Assalamu’alaikum ...
Bismillah ...
Kumpulan Hadist dan Syarah Tingkah laku Tercela ;Hadist dan Syarah Tingkah laku Tercela1. Ghibah dan Buhtan2. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)3. Larangan Terhadap Tengkulak4. Larangan Marah5. Larangan Dengki1. Ghibah dan buhtanعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ. قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ (رواه مسلم)Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bertanya: “tahukah kamu sekalian, apakah menggunjing itu?” para sahabat berkata: “Allah swt dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Beliau bersabda: “yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya”. Ada seorang sahabat bertanya: “bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudara saya itu?” beliau menjawab: “apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu, maka berarti kamu telah menggunjingnya, dan apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu bener-benar membohongkannya”. (H.R. Muslim).Penjelasan HadisDari hadits di atas Nabi saw menjelaskan makna ghibah, yaitu dengan menyebut-nyebut orang lain dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang kita ucapkan sementara ada orang lain yang membencinya, jika ia tahu kita mengatakan demikian maka itulah ghibah. Dan jika sesuatu yang kita sebutkan itu ternyata tidak ada pada dirinya, berarti kita telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).Imam Nawawi ra mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya, hartanya, anak-anaknya, istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mengejek, baik dengan ucapan maupun isyarat”.Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu:1. Orang yang terdzalimi mengadukan kedzaliman yang dilakukan orang lain kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku” atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”2. Meminta bantuan untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”3. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa) dengan mengatakan: ”Si Fulan telah mendzolimi diriku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”Atau ungkapan semisalnya, Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya: “Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzolim kepada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya. Meskipun demkian menyebut nama seseorang tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya) kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perawi-perawi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.5. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangan, seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.6. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah masyhur dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan.2. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ ر.ض. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م.: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً، وَيُكْرِهُ لَكُمْ ثَلاَثاً، فَيَرْضَى لَكُمْ اَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً، وَاَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَيُكْرِهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةُ السُّؤَالِ وَاِضَاعَةُ الْمَالِ.( رواه مسلم).“Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW.bersabda”sesungguhnya Allah SWT.menyukai tiga macam yaitu,kalau kamu menyembah kepadan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.Dan supaya kamu berpegang teguh dengan ikatan Allah,dan janganlah bercerai-berai.Dan Dia membenci bila kamu banyak bicara dan banyak bertanya dan memboroskan harta.” (H.R Muslim).Penjelasan HadisDari hadis di atas mengandung enam hal ; tiga hal yang Allah sukai dan tiga hal yang Allah di benci-Nya,yaitu.1. Allah suka bila hamba-Nya menyembah padan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.2. Allah suka kalau hamba-Nya berpegang teguh dengan ikatan Allah;3. Allah suka kalau hamban-Nya tidak bercerai-berai4. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bicara5. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bertanya sesuatu tidak berguna.6. Allah membenci hamba-Nya yang memboros kan hartaDari isi kandungan membahas tentang pemborosan harta atau lazimnya di sebut konsumtif, pembahasan tentang pemborosan ini sangat penting di kaji, karna dari dulu sampai sekarang sikap pemborosan tidak pernah terlepas dalam kehidupan manusia. sifat manusia cenderung ingin memiliki sesuatu, walaupun kadang sesuatu itu tidak bermanfaat baginya dan melebihi kebutuhan yang ia butuhkan,Disamping mencela sikap kikir, Islam juga mencela orang yang suka memboroskan hartanya terhadap hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya serta keluarganya karna dalam islam, di anjurkan untuk senatiasan membagikan harta kita kepada orang lain yang membutuhkan harta yang miliki karna tidak semua manusia mendapat keberuntungan seperti manusia lainya, jadi manusia yang memiliki harta yang lebih seharusnya membagikan kepada saudaranya karna dalam Islam kita di ajarkan untuk saling melengkapi dan saling memberi sehingga adanya perintah di wajibkanya jakat bagi orang-orang yang memiliki harta yang sampai pada batas nisaf sesuai yang telah di tentukan.Pengeluaran uang untuk diri seseorang terhadap hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya dan keluarganya adalah suatu pemborosan dan sebaiknya jika seseorang ingin membelanjakan uang yang ia miliki hendaknya ia bertanya pada diri dan hatinya “apakah setelah membeli barang itu akan bermanfaat untuk dirinya atau keluarganya”karna jika tidak kita akan terjebak pada sikap boros yang sikap itu sangat di benci Allah seperti yang telah di gambarkan oleh nabi kita Muhammad SAW. Dan sikap pemborosan itu juga termasuk perbuatan yang di sukai setan sehingga Allah menyebut orang-orang yang bersikap boros sebagai saudara-saudara syaitan seperti firman Allah, yang artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar pada Tuhanya.” (Q.S.Al-Isra : 26-27)Dalam ayat tersebut, Allah melarang berbuat pemborosan yang dapat merugikan diri sendiri, baik secara moral dan merugikan saudara se-muslim yang membutuhkan harta dari muslim lainya yang memiliki harta yang berlebih dan mampu untuk di bagikan, namun dia lebih suka membelanjakan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.3. Larangan Terhadap Tengkulakعَنْ طَاوُسٍ، عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَلَقَّوْا اَلرُّكْبَانَ، وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ» قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ: «وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ»؟ قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ﴾Dari Ţāwus dari tentang Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian songsong (cegat) kafilah dagang (sebelum mereka sampai di pasar) dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa”. Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma: “Apa arti sabda Beliau; “dan janganlah orang kota menjual untuk orang desa”. Dia menjawab: “Janganlah seseorang jadi perantara (broker, calo) bagi orang kota”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś)Penjelasan HadisKita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat Arab banyak mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu kenegeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Mekkah. Mereka datang bersama rombongan besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah. Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam. Rasulullah saw bersabda:“apabila dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah jual beli tersebut”. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan lafaznya milik muslim).Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih dalam satu majlis.Menurut Hadawiyah dan Asy-syafi’I melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya. Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu dilarang, sesuai dengan zahir hadits. Hanafiyah dan Al-Auja’i membolehkan mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.Dengan uraian diatas kita dapat simpulkan bahwa bahwa larangan terhadap tengkulak itu disebabkan karena sifat keegoisan dan kelicikan seorang makelar terhadap penjual pertama atas barang dagangan. Dengan keegoisannya dan kelicikannya seorang makelar membeli barang dagangan tersebut dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal. Sehingga dapat menimbulkan harga barang dagangan mahal yang bisa meresahkan sebagian masyarakat.4. Larangan Marahعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّArtinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri]Penjelasan HadisSahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah . Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.Adapun yang dimaksud dari hadis ini tentang “Engkau jangan marah “ kepada orang yang meminta wasiat kepada beliau itu mengandung dua ha, diantaranya:Pertama. Maksud dari perintah beliau ialah perintah untuk memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak yang baik, berupa dermawan, murah hati, penyantun, malu, tawadhu’, sabar, menahan diri dari mengganggu orang lain, pemaaf, dan menahan amarah. Apabila jiwa terbentuk dengan akhlak-akhlak yang mulia ini dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah, pada saat timbul berbagai sebabnya.Kedua. Maksud sabda Nabi ialah, “Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya.” Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang melarangnya.Apabila manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan amarahnya, dan dirinya berusaha untuk menahan amarah, maka kejelekan amarah dapat tercegah darinya, bahkan bisa jadi amarahnya menjadi tenang. Nabi memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai sebab yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Dan beliau memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.Marah merupakan bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal. Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi padanya.Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki, berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, dan seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.Adapun marah terdiri dari dua macam, yakni ada yang terpuji ada pula yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah, yaitu dalam membela agama Allah dengan ikhlas, membela hak-hakNya, dan tidak menuruti hawa nafsu. seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar, maka beliau marah. Begitu pula marahnya Nabi Musa AS dan marahnya Nabi Yunus AS. Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati batas.5. Larangan Dengkiعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَArtinya: Dari Abu Hurairah r.a bahawa Nabi bersabda: "Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar." (HR Abu Daud )Orang yang dengki hidupnya tidak akan tentram. Mempunyai rasa dengki terhadap orang lain dimurkai oleh Allah SWTdan pemikirannya juga senantiasa gelap, karena asyik memikirkan ketidakpuasan hati terhadap orang lain. Sifat dengki akan mewujudkan permusuhan. Manusia seperti ini senantiasa merasakan dialah yang terbaik, jadi dia akan gelisah jika ada orang lain melebihinya.dengki itu menyebabkan dorongan kepadanya melakukan sesuatu tindakan semata-mata untuk menjatuhkan orang lain, sehingga dapat mengundang sifat mazmumah yang lain, seperti halnya memfitnah, adu domba, bohong, putus silaturahim, penghinaan dan lain-lain. Tidak heran jika sifat dengki juga mengakibatkan tindakan pembunuhan.Hampir semua orang dihinggapi penyakit hasad . ulama-ulama pun terkena penyakit ini, bahkan penyakit ini lebih berat lagi apabila diderita para ulama. Karena salah satu sebab dari golongan yang masuk neraka itu ialah ulama yang hatinya dihinggapi rasa hasad kepada orang lain.Adapun akibat dari hasad diantaranya yaitu:1. merusak keimanan2. Mendorong melakukan kedurhakaan3.Terhalang dari mendapat syafaat4. Masuk Neraka5. Berbuat sesuatu yang akan membahayakan orang lain.6. Menghadapi kesulitan hidup dan bergelumang dengan dosa dan durhaka.7. Hati menjadi buta.8. Selalu gagal dalam hidup.Pada dasarnya Dengki ialah tidak menyukai apa yang dikaruniakan Allah kepada orang lain yang berhak menerima kenikmatan, baik berupa kenikmatan ukhrawi atau duniawi, serta berharap hilangnya kenikmatan tersebut atau tidak berharap. Jelasnya, Selama tidak menyukai apa yang dikaruniakan Allah kepada orang lain berupa kenikmatan.Menurut al-Ghazali dengki terbagi menjadi tiga bagian: pertama ia menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang lain dan meraihnya untuk dirinya. Kedua mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain meski kenikmatan itu tidak diraihnya. Ketiga tidak mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain, tetapi ia tidak suka orang tersebut mengungguli bagian dan kedudukannya. Ridha jika setara, tetapi tidak ridha jika melebihinya. Ini juga diharamkan karena berarti pula tidak ridha dengan pembagian Allah.Dengki itu dilarang, karna banyak madharatnya yaitu membenci terhadap ketentuan Allah, dengki itu merupakan permusuhan terhadap saudaranya dan mengakibatkan kesedihan (penyesaalan) dihati orang yang dengki. Setiap kali nikmat-nikmat tersebut bertambah maka bertambah pula kesedihan (penyesalan) ini bagi prang yang mengidap penyakit dengki, sehingga hidupnya menjadi tidak tentram.
Demikian semoga bermanfaat.
Wasalam...
Assalamu’alaikum ...
Bismillah ...
Kumpulan Hadist dan Syarah Tingkah laku Tercela ;Hadist dan Syarah Tingkah laku Tercela1. Ghibah dan Buhtan2. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)3. Larangan Terhadap Tengkulak4. Larangan Marah5. Larangan Dengki1. Ghibah dan buhtanعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ. قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ (رواه مسلم)Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bertanya: “tahukah kamu sekalian, apakah menggunjing itu?” para sahabat berkata: “Allah swt dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Beliau bersabda: “yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya”. Ada seorang sahabat bertanya: “bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudara saya itu?” beliau menjawab: “apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu, maka berarti kamu telah menggunjingnya, dan apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu bener-benar membohongkannya”. (H.R. Muslim).Penjelasan HadisDari hadits di atas Nabi saw menjelaskan makna ghibah, yaitu dengan menyebut-nyebut orang lain dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang kita ucapkan sementara ada orang lain yang membencinya, jika ia tahu kita mengatakan demikian maka itulah ghibah. Dan jika sesuatu yang kita sebutkan itu ternyata tidak ada pada dirinya, berarti kita telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).Imam Nawawi ra mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya, hartanya, anak-anaknya, istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mengejek, baik dengan ucapan maupun isyarat”.Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu:1. Orang yang terdzalimi mengadukan kedzaliman yang dilakukan orang lain kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku” atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”2. Meminta bantuan untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”3. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa) dengan mengatakan: ”Si Fulan telah mendzolimi diriku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”Atau ungkapan semisalnya, Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya: “Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzolim kepada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya. Meskipun demkian menyebut nama seseorang tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya) kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perawi-perawi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.5. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangan, seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.6. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah masyhur dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan.2. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ ر.ض. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م.: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً، وَيُكْرِهُ لَكُمْ ثَلاَثاً، فَيَرْضَى لَكُمْ اَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً، وَاَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَيُكْرِهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةُ السُّؤَالِ وَاِضَاعَةُ الْمَالِ.( رواه مسلم).“Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW.bersabda”sesungguhnya Allah SWT.menyukai tiga macam yaitu,kalau kamu menyembah kepadan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.Dan supaya kamu berpegang teguh dengan ikatan Allah,dan janganlah bercerai-berai.Dan Dia membenci bila kamu banyak bicara dan banyak bertanya dan memboroskan harta.” (H.R Muslim).Penjelasan HadisDari hadis di atas mengandung enam hal ; tiga hal yang Allah sukai dan tiga hal yang Allah di benci-Nya,yaitu.1. Allah suka bila hamba-Nya menyembah padan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.2. Allah suka kalau hamba-Nya berpegang teguh dengan ikatan Allah;3. Allah suka kalau hamban-Nya tidak bercerai-berai4. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bicara5. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bertanya sesuatu tidak berguna.6. Allah membenci hamba-Nya yang memboros kan hartaDari isi kandungan membahas tentang pemborosan harta atau lazimnya di sebut konsumtif, pembahasan tentang pemborosan ini sangat penting di kaji, karna dari dulu sampai sekarang sikap pemborosan tidak pernah terlepas dalam kehidupan manusia. sifat manusia cenderung ingin memiliki sesuatu, walaupun kadang sesuatu itu tidak bermanfaat baginya dan melebihi kebutuhan yang ia butuhkan,Disamping mencela sikap kikir, Islam juga mencela orang yang suka memboroskan hartanya terhadap hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya serta keluarganya karna dalam islam, di anjurkan untuk senatiasan membagikan harta kita kepada orang lain yang membutuhkan harta yang miliki karna tidak semua manusia mendapat keberuntungan seperti manusia lainya, jadi manusia yang memiliki harta yang lebih seharusnya membagikan kepada saudaranya karna dalam Islam kita di ajarkan untuk saling melengkapi dan saling memberi sehingga adanya perintah di wajibkanya jakat bagi orang-orang yang memiliki harta yang sampai pada batas nisaf sesuai yang telah di tentukan.Pengeluaran uang untuk diri seseorang terhadap hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya dan keluarganya adalah suatu pemborosan dan sebaiknya jika seseorang ingin membelanjakan uang yang ia miliki hendaknya ia bertanya pada diri dan hatinya “apakah setelah membeli barang itu akan bermanfaat untuk dirinya atau keluarganya”karna jika tidak kita akan terjebak pada sikap boros yang sikap itu sangat di benci Allah seperti yang telah di gambarkan oleh nabi kita Muhammad SAW. Dan sikap pemborosan itu juga termasuk perbuatan yang di sukai setan sehingga Allah menyebut orang-orang yang bersikap boros sebagai saudara-saudara syaitan seperti firman Allah, yang artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar pada Tuhanya.” (Q.S.Al-Isra : 26-27)Dalam ayat tersebut, Allah melarang berbuat pemborosan yang dapat merugikan diri sendiri, baik secara moral dan merugikan saudara se-muslim yang membutuhkan harta dari muslim lainya yang memiliki harta yang berlebih dan mampu untuk di bagikan, namun dia lebih suka membelanjakan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.3. Larangan Terhadap Tengkulakعَنْ طَاوُسٍ، عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَلَقَّوْا اَلرُّكْبَانَ، وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ» قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ: «وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ»؟ قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ﴾Dari Ţāwus dari tentang Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian songsong (cegat) kafilah dagang (sebelum mereka sampai di pasar) dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa”. Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma: “Apa arti sabda Beliau; “dan janganlah orang kota menjual untuk orang desa”. Dia menjawab: “Janganlah seseorang jadi perantara (broker, calo) bagi orang kota”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś)Penjelasan HadisKita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat Arab banyak mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang satu kenegeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Mekkah. Mereka datang bersama rombongan besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang tersebut karena harganya murah. Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang sangat mahal. Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam. Rasulullah saw bersabda:“apabila dua orang saling jual beli, maka keduanya memiliki hak memilih selama mereka berdua belum berpisah, dimana mereka berdua sebelumnya masih bersama atau selama salah satu dari keduanya memberikan pilihan kepada yang lainnya, maka apabila salah seorang telah memberikan pilihan kepada keduanya, lalu mereka berdua sepakat pada pilihan yang diambil, maka wajiblah jual beli itu dan apabila mereka berdua berpisah setelah selesai bertransaksi, dan salah satu pihak diantara keduanya tidak meninggalkan transaksi tersebut, maka telah wajiblah jual beli tersebut”. (diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim, sedangkan lafaznya milik muslim).Dalam hadits tersebut jelaslah bahwa islam mensyari’atkan bahwa penjual dan pembeli agar tidak tergesa-gesa dalam bertransaksi, sebab akan menimbulkan penyesalan atau kekecewaan. Islam menyari’atkan tidak hanya ada ijab Kabul dalam jual beli, tapi juga kesempatan untuk berpikir pada pihak kedua selama mereka masih dalam satu majlis.Menurut Hadawiyah dan Asy-syafi’I melarang mencegat barang diluar daerah, alasannya adalah karena penipuan kepada kafilah, sebab kafilah belum mengetahui harganya. Malikiyah, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencegat para kafilah itu dilarang, sesuai dengan zahir hadits. Hanafiyah dan Al-Auja’i membolehkan mencegat kafilah jika tidak mendatangkan mudarat kepada penduduk, tapi jika mendatangkan mudarat pada penduduk, hukumnya makruh.Dengan uraian diatas kita dapat simpulkan bahwa bahwa larangan terhadap tengkulak itu disebabkan karena sifat keegoisan dan kelicikan seorang makelar terhadap penjual pertama atas barang dagangan. Dengan keegoisannya dan kelicikannya seorang makelar membeli barang dagangan tersebut dengan harga murah dan menjualnya dengan harga mahal. Sehingga dapat menimbulkan harga barang dagangan mahal yang bisa meresahkan sebagian masyarakat.4. Larangan Marahعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّArtinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri]Penjelasan HadisSahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah . Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.Adapun yang dimaksud dari hadis ini tentang “Engkau jangan marah “ kepada orang yang meminta wasiat kepada beliau itu mengandung dua ha, diantaranya:Pertama. Maksud dari perintah beliau ialah perintah untuk memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak yang baik, berupa dermawan, murah hati, penyantun, malu, tawadhu’, sabar, menahan diri dari mengganggu orang lain, pemaaf, dan menahan amarah. Apabila jiwa terbentuk dengan akhlak-akhlak yang mulia ini dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah, pada saat timbul berbagai sebabnya.Kedua. Maksud sabda Nabi ialah, “Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya.” Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang melarangnya.Apabila manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan amarahnya, dan dirinya berusaha untuk menahan amarah, maka kejelekan amarah dapat tercegah darinya, bahkan bisa jadi amarahnya menjadi tenang. Nabi memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai sebab yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Dan beliau memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.Marah merupakan bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal. Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi padanya.Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki, berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, dan seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.Adapun marah terdiri dari dua macam, yakni ada yang terpuji ada pula yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah, yaitu dalam membela agama Allah dengan ikhlas, membela hak-hakNya, dan tidak menuruti hawa nafsu. seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar, maka beliau marah. Begitu pula marahnya Nabi Musa AS dan marahnya Nabi Yunus AS. Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati batas.5. Larangan Dengkiعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَArtinya: Dari Abu Hurairah r.a bahawa Nabi bersabda: "Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar." (HR Abu Daud )Orang yang dengki hidupnya tidak akan tentram. Mempunyai rasa dengki terhadap orang lain dimurkai oleh Allah SWTdan pemikirannya juga senantiasa gelap, karena asyik memikirkan ketidakpuasan hati terhadap orang lain. Sifat dengki akan mewujudkan permusuhan. Manusia seperti ini senantiasa merasakan dialah yang terbaik, jadi dia akan gelisah jika ada orang lain melebihinya.dengki itu menyebabkan dorongan kepadanya melakukan sesuatu tindakan semata-mata untuk menjatuhkan orang lain, sehingga dapat mengundang sifat mazmumah yang lain, seperti halnya memfitnah, adu domba, bohong, putus silaturahim, penghinaan dan lain-lain. Tidak heran jika sifat dengki juga mengakibatkan tindakan pembunuhan.Hampir semua orang dihinggapi penyakit hasad . ulama-ulama pun terkena penyakit ini, bahkan penyakit ini lebih berat lagi apabila diderita para ulama. Karena salah satu sebab dari golongan yang masuk neraka itu ialah ulama yang hatinya dihinggapi rasa hasad kepada orang lain.Adapun akibat dari hasad diantaranya yaitu:1. merusak keimanan2. Mendorong melakukan kedurhakaan3.Terhalang dari mendapat syafaat4. Masuk Neraka5. Berbuat sesuatu yang akan membahayakan orang lain.6. Menghadapi kesulitan hidup dan bergelumang dengan dosa dan durhaka.7. Hati menjadi buta.8. Selalu gagal dalam hidup.Pada dasarnya Dengki ialah tidak menyukai apa yang dikaruniakan Allah kepada orang lain yang berhak menerima kenikmatan, baik berupa kenikmatan ukhrawi atau duniawi, serta berharap hilangnya kenikmatan tersebut atau tidak berharap. Jelasnya, Selama tidak menyukai apa yang dikaruniakan Allah kepada orang lain berupa kenikmatan.Menurut al-Ghazali dengki terbagi menjadi tiga bagian: pertama ia menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang lain dan meraihnya untuk dirinya. Kedua mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain meski kenikmatan itu tidak diraihnya. Ketiga tidak mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain, tetapi ia tidak suka orang tersebut mengungguli bagian dan kedudukannya. Ridha jika setara, tetapi tidak ridha jika melebihinya. Ini juga diharamkan karena berarti pula tidak ridha dengan pembagian Allah.Dengki itu dilarang, karna banyak madharatnya yaitu membenci terhadap ketentuan Allah, dengki itu merupakan permusuhan terhadap saudaranya dan mengakibatkan kesedihan (penyesaalan) dihati orang yang dengki. Setiap kali nikmat-nikmat tersebut bertambah maka bertambah pula kesedihan (penyesalan) ini bagi prang yang mengidap penyakit dengki, sehingga hidupnya menjadi tidak tentram.
Demikian semoga bermanfaat.
Wasalam...
Post a Comment