Hikmah Mahar Dalam Islam
Hikmah Mahar Dalam Islam
Assalamualaikum wr.wb.Sebelum kita masuk ke penjelasan tentang hikmah mahar, mari kita do’a kan ‘bang Dhie’ semoga diberi kelancaran dan kebahagiaan pada saatnya.
Mahligai rumah tangga membutuhkan kesepahaman antara istri dengan suami yang tidak hanya sebatas mengandalkan cinta semata. Tak salah kalau banyak orang tua yang khawatir terhadap anaknya yang terlalu membabi buta dalam cinta.
Persoalannya bukan karena cinta tidak di perlukan dalam perkawinan, tetapi masih masih diperlukan perangkat lain untuk meneguhkan tali rumah tangga. Sebab, fitrah cinta yang bersifat abstrak tidak selamanya menjadi solusi persoalan yang dihadapi, khususnya dalam materi.
Dalam perkawinan, istri mempunyai hak-hak dari suaminya yang bersifat materilmaupun moril. Diantara hak-hak materil adalah maskawin (shadaq).
Shadaq atau Shidaq (mahar atau maskawin) menurut bahasa berarti ganti (‘iwadh). Kalau menurut istilah adalah pengganti pembayaran dalam nikah atau sejenisnya yang dikendalikan oleh hakim atas kerelaan kedua belah pihak.
Islam mensyaratkan maskawin atau mahar bagi suami kepada istri sebagaitanda kebaikan niat suci bagi hatinya, penghormatan bagi dirinya, pengganti aturan dari tradisijahiliyah yang berlaku sebelum kedatangan Islam. Saat itu, perempuan dipandang rendah dan hina.
Bahkan tak jarang, hak perempuan diinjak-injakdan dirampas oleh suaminya. Padahal mahar adalah milik penuh bagi istri yang tidak dapat diganggu gugat meskipun oleh walinya. Perempuan mempunyai kebebasan dan wewenang penuh atas hartanya ini untuk membelanjakan atau bershadaqah sesuka hatinya. Jadi, mahar dalam islam adalah lambang saling menghargai antara suami istri menerima penghargaan itu.
Namun, bukan berarti mahar menjadi sesuatu yang menyulitkan. Mahar atau maskawin bukanlah satu syarat dan rukun dalam akad perkawinan, melainkan hanya salah satu hukum dan akibat dari akad nikah.
Oleh karena itu, penyebutan mahar pada saat akad nikah bukan sesuatu yang wajib, bahkan suatu akad nikah dianggap sah, meski terjadi kesalahan dalam penyebutan mahar. (QS.Al-Baqarah: 236)
Apa saja yang disebut harta dan bernilai bagi orang adalah sah untuk dijadikan mahar. Dengan demikian, mahar bisa berupa emas, perak, barang tetap, seperti tanah yang diatasnya bisa dibangun rumah. Kenyataan yang terjadi di masyarakat,mahar biasanya disesuaikan dengan tradisi yang sudah berlaku.
Namun perlu diingat, jangan sampai ketentuan mahar dalam tradisi itu membebankan pihak laki-laki, sehingga ia tidak bisa melakukan perkawinan disebabkan ketidakmampuannya membyar mahar karena terlalu mahal.
Lebih jelasnya, dampak negatif dari mahar yang berlebihan bisa menimbulkan dampak sosial yang berbahaya. Sebab kebutuhan biologis antara perempuan dan laki-laki tidak dapat terpenuhi. Padahal merekasudah merasa siap secara moril untuk melakukannya.
Ketertindasan kaum perempuan dari dominasi laki-laki sudah berlangsung sekian lama. Namun hadirnya islam yang disebarkan Muhammad saw. telah membuka ruang yang maksimal bagi perempuan untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan kaum laki-laki.
Bahkan dalam pernikahan, persoalan mahar (mas kawin) turut diatur sebagai wujud penghormatan Islam terhadap posisi perempuan.
Wassalamualaikum wr.wb
Post a Comment