Kematian dan Jenazah




Kematian dan Jenazah


Setiap manusia dan yang bernyawa pasti akan menghadapi kematian. Firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya,
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. al-Anbiya: 35)
Namun tidak ada seorang pun di antara kita yang tahu kapan ajal akan datang menjemput dan dimana kita akan meninggal. Karena hal itu hanya Allah Subhanahu waTa’ala yang mengetahuinya. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya,
“Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Kalau ada seorang muslim yang meninggal atau akan meninggal ada beberapa hal yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, di antaranya: 
1. Mentalqinkan orang yang hampir meninggal.
Dari Mu’az bin Jabal radiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang akhir pembicaraanya Laa ilaaha illallah, ia akan masuk Surga.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim, hadits hasan).
Oleh karena itu kalau ada orang yang akan meninggal (roh hampir keluar), hendaklah ia ditalqinkan (dituntun) dengan kalimat tauhid, untuk mengingatkannya dengan kalimat tersebut dan agar dapat mengucapkannya di akhir hayatnya. Dari Abi Sa’id al-Khudri aradiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Talqinkanlah orang yang hampir meninggal di antara kalian ‘laa ilaha illallah”(HR. Muslim)
Hendaknya kalimat tersebut diucapkan dengan pelan dalam arti jangan terlalu cepat agar bisa ditirukan dengan mudah. Apabila ia telah mengucapkan, maka talqinnya tidak usah diulang lagi, kecuali kalau ia mengucapkan kata-kata yang lain barulah talqin itu diulang lagi. Inilah talqin yang disyari’atkan. Adapun setelah keluarnya ruh, maka talqin tersebut tidak disyari’atkan lagi. Karena tidak adanya sunnah yang shahih dari nabi tentang hal itu. 
2. Ucapkanlah kata-kata yang baik terhadap orang yang meninggal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu menghadiri orang yang sakit atau orang yang meninggal, maka katakanlah yang baik, maka sesungguhnya malaikat mengaminkan (membaca amin) atas apa yang kamu katakan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, bahwasanya satu jenazah dibawa melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat radiyallahu ‘anhum, lalu mereka menyebutkan kebaikan-kebaikan orang tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wajib”. Lalu lewat lagi satu jenazah yang lain, lalu mereka menyebutkan kejahatan kejahatannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi, “Wajib”. Maka Umar bin Khatab radiyallahu ‘anhu bertanya, “Apakah gerangan yang wajib?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ini yang kamu sebutkan atasnya kebaikan, maka wajiblah baginya surga; dan ini yang kamu sebutkan atasnya kejahatan, maka wajiblah baginya neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (HR. al-Bukhari). 
3. Yang mendapat musibah membaca istirja’ dan berdo’a.
Dari Ummi Salamah radiyallahu ‘anha dia berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada seorang hamba yang tertimpa musibah lalu ia membaca ‘innalillah wainna ilaihi raaji’un’, ya Allah berilah aku pahala pada musibahku dan gantilah bagiku yang lebih baik darinya kecuali Allah memberikannya pahala di dalam musibahnya dan menggantikan untuknya yang lebih baik darinya (yang telah hilang).” Ummu Salamah radiyallahu ‘anha berkata, Maka ketika Abu Salamah (suami) wafat, aku membaca sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah menggantikan untukku yang lebih baik darinya (yaitu) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Muslim). 
4. Dibolehkan menangis tanpa disertai ratapan.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Meratapi orang yang sudah meninggal adalah haram.” Banyak hadits yang menjelaskan tentang larangan menangis dan sesungguhnya orang yang meninggal akan disiksa dengan tangisan keluarganya kepadanya. Hadits-hadits tersebut ditujukan kepada orang yang berwasiat kepada keluarganya agar menangisi kematiannya, dan larangan itu bagi tangisan yang disertai ratapan. Karena banyak sekali hadits yang menjelaskan tentang bolehnya menangisi orang yang telah meninggal. Diantaranya adalah, Dari Usamah bin Zaid radiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diangkatkan kepadanya cucu dari anak perempuannya (anak dari Zainab) dan dia (cucu itu) meninggal dunia, maka mengalirlah air mata dari kedua mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Saa’d bertanya kepada beliau, “Apakah ini hai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ini adalah kasih sayang yang Allah berikan di hati hamba-hambaNya, Dan Allah menyayangi hamba-hambaNya yang penuh kasih sayang.” (Muttafaq ‘alaih) 
5. Menshalatkan, mengantarkan jenazahnya sampai selesai pemakamannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyaksikan jenazah hingga dishalatkan, maka baginya satu qirath. Dan siapa yang menyaksikannya sampai selesai pemakaman, maka baginya dua qirath”. Beliau ditanya, “Apakah dua qirath itu?” Nabi bersabda, “Seperti dua gunung yang besar.” (Muttafaq ‘alaih).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, Dari hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini diambil satu pengertian bahwa orang yang cuma melayat saja tidak mendapatkan pahala qirath. 
6. Bersegeralah mengurus jenazah.
Dari Abi Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segeralah (mengurus) jenazah, Maka jika ia adalah baik (shalih) maka kebaikan yang kamu dahulukan (dekatkan) kepadanya. Dan jika ia adalah selain yang demikian itu, maka kejahatan yang kamu letakkan dari punggung kamu.” (Muttafaq ‘alaihi)
Ibnu Quddamah rahimahullah berkata, Ulama sepakat bahwa ini adalah perintah wajib. Dan menurut jumhur ulama yang dimaksud bersegera di sini adalah berjalan membawa jenazah dengan jalan yang lebih cepat dari jalan yang biasanya. Dengan catatan bersegera di sini tidak sampai membawa kemudharatan bagi mayyit atau bagi yang membawanya. 
7. Bersegera membayarkan hutangnya (jika ia berhutang).
Kalau seorang muslim yang meninggal masih memiliki hutang kepada orang lain, maka hendaklah hutang itu dibayar sesegera mungkin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Diri seorang mu’min digantungkan dengan hutangnya (ditahan dari mendapatkan tempat yang mulia) hingga dibayarkan (hutang) darinya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi ad-Darimi/Hasan). 
8. Mendo’akan dan memintakan ampun bagi mayyit setelah selesai dikebumikan.
Dari ‘Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu beliau berkata, adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam apabila selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri atasnya dan bersabda, “Mintakanlah ampunan bagi saudara kalian dan mintakanlah (mohonkanlah) baginya ketetapan, maka sesungguhnya dia sekarang ditanya (oleh dua malaikat)” (HR. Abu Daud dan al-Hakim dengan sanad yang hasan).
Syaikh Shalih Fauzan mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kita memohonkan ampunan bagi mayyit yang muslim dan memintakan ketetapan baginya langsung setelah dikebumikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa saat ini dia sedang ditanya oleh dua malaikat. Namun tidak ada hadits yang menjelaskan bahwa mereka (salafus shaleh) menjaharkan (mengeraskan) dengan do’a dan istighfar tersebut. Lagi pula berdo’a dan istighfar secara sir (pelan) lebih afdhal daripada jahar (suara keras). Wallahu ‘a’lam.
( Oleh: Ust. M. Iqbal Gazali).
Referensi:
1. Fath al-Bari-Ibnu Hajar al-’Asqalani-jilid 3/ Kitab al-Janaiz.
2. Riyadush Shalihin an-Nawawi-Hal 287-295.
3. al-Muntaqa min fataawa Syekh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan Juz 2 Hal.

Tidak ada komentar