Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Hukum Asal Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا

“Janganlah kalian mencela mayat karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan.” (HR. Bukhari no. 1393)

Berdasarkan hadits di atas, hukum asal mencela atau menghina seseorang yang sudah meninggal dunia adalah haram, karena terdapat kalimat larangan dalam hadits di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memberikan alasan larangan tersebut, yaitu “mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

وهذا عام فإنهم أفضوا إلى ما قدموا لانه أن كانوا من أهل الخير لا تضرهم وإن كانوا من أهل الشر فهي حقت عليهم فلا حاجة لهذا ولا لهذا

“Kalimat ini bersifat umum, karena sesungguhnya mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan. Jika mereka adalah orang baik, celaan itu tidaklah mencelakakan mereka. Jika mereka adalah orang jelek (jahat), mereka telah mendapatkan balasannya, sehingga tidak butuh ini dan itu.” [1]

Hikmah Larangan Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Alasan larangan tersebut juga terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوا الأَحْيَاءَ

“Janganlah kalian mengina mereka yang sudah mati, sehingga kalian menyakiti mereka yang masih hidup.” (HR. Tirmidzi no. 1982, shahih)

Menghina atau mencela orang yang sudah meninggal dunia akan menyakiti yang masih hidup, yaitu dari kalangan ahli waris dan kerabatnya. 

Larangan tersebut bersifat umum, termasuk jika kita ketahui bahwa orang tersebut meninggal di atas kefasikan (melakukan dosa besar dan belum bertaubat sampai mati). 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

يعني لا تعيبوهم ولا تذكروهم بسوء فإنهم افضوا إلى ما قدموا حتى لو كانوا فساقا في حال الحياة وماتوا على الفسق فإنك لا تعيبهم ولا تسبهم بفسقهم لا تكن فلان فعل اوفعل لانه افضى إلى ما قدم وحسابه على الله عز وجل

“Maksudnya, janganlah mencela mereka, dan janganlah menyebut-nyebut kejelekan mereka. Hal ini karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan, meskipun orang yang sudah meninggal tersebut adalah orang fasik semasa hidupnya dan mati di atas kefasikannya. Maka Engkau tidak boleh mencela dan menghina kefasikan mereka. Hal ini karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan, dan hisab mereka di tangan Allah Ta’ala.” [2]

Pengecualian Larangan Mencela Orang yang Sudah Meninggal

Perbuatan mencela orang yang sudah meninggal dunia tidak diperbolehkan, kecuali jika terdapat alasan yang dibenarkan atau terdapat maslahat syar’i di dalamnya. 

Contoh alasan yang bisa dibenarkan adalah mencela (tokoh) orang-orang kafir yang semasa hidupnya banyak menyengsarakan kaum muslimin, atau semasa hidupnya memerangi negeri-negeri kaum muslimin, dan berusaha merusak agama kaum muslimin. 

Dikecualikan dalam masalah ini jika perbuatan itu akan menyakiti kerabatnya yang masih hidup, terutama lagi jika kerabatnya adalah muslim. Sehingga mencela orang kafir yang sudah meninggal dunia itu perlu ditimbang secara hati-hati tentang maslahat di dalamnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

والكافر قد يتأذى قريبه المسلم بسبه, والمسألة تحتاج إلى النظر في المصلحة بالنسبة لسب الأموات الكفار، قد يكون فيه مصلحة.

“Adapun (mencela) orang kafir (yang sudah meninggal), terkadang akan menyakiti kerabatnya yang muslim. Masalah ini perlu ditimbang adanya maslahat dalam mencela orang kafir yang sudah meninggal dunia. Terkadang memang terdapat maslahat di dalamnya.” [3]

Contoh adanya maslahat syar’i di antaranya adalah mencela tokoh ahlul bid’ah yang sudah meninggal dunia dan mewariskan pemikirannya, baik dalam bentuk tulisan, buku, atau rekaman ceramah-ceramah yang masih bisa didengarkan atau diakses secara luas oleh kaum muslimin. Deangan kata lain, pemikiran (bid’ah) yang menyimpang tersebut telah tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Oleh karena itu, terdapat maslahat syar’i ketika kita memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan pemikiran tokoh ahlul bid’ah tersebut yang telah meninggal dunia. [4]

Sebagai kesimpulan, menyebutkan kejelekan dan keburukan orang yang sudah meninggal dunia, mencela atau menghina mereka, termasuk perbuatan yang diharamkan, meskipun orang tersebut adalah orang fasik. Dikecualikan dalam masalah ini jika terdapat alasan yang bisa dibenarkan atau terdapat maslahat syar’i di dalamnya.

[Selesai]

***

@Rumah Lendah, 17 Dzulhijjah 1440/18 Agustus 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan Kaki

[1] Syarh Mukhtashar ‘ala Buluughul Maraam, 4: 11.

[2] Syarh Mukhtashar ‘ala Buluughul Maraam, 4: 71.

[3] Liqa’aat Al-Baab Al-Maftuuh, 25: 106.

[4] Lihat Syarh Riyadhus Shalihin, 1: 1820; karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. 

Tidak ada komentar