Adab Islam Ketika Bersendawa
Adab Islam Ketika Bersendawa
Islam datang membawa adab-adab yang memuliakan manusia, menjauhkan mereka dari kerendahan dan kehinaan. Maka Islam adalah agama yang sempurna dalam segala aspeknya, baik dalam akidah, ibadah, dan akhlak. Di antara adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab ketika bersendawa.
Sendawa dalam bahasa Arab disebut al-jusya’ (الجُشَاء). Disebutkan dalam kamus Mishbahul Munir :
وَهُوَ صَوْتٌ مَعَ رِيْحِ يَحْصُلُ مِنَ الْفَمِّ عِنْدَ حُصُوْلِ الشَّبْعِ
“Al-jusya’ adalah suara yang disertai udara yang keluar dari mulut ketika merasa kenyang.”
Terdapat sebuah hadis yang menuntunkan kepada kita bagaimana adab Islami dalam bersendawa. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
تَجَشَّأَ رَجُلٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُفَّ عَنَّا جُشَاءَكَ، فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِيْ الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ada seorang yang bersendawa di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda: ‘Tahanlah sendawamu agar tidak terdengar oleh kami. Karena orang yang paling banyak kenyangnya di dunia adalah orang yang paling panjang laparnya di hari Kiamat‘”. (HR. Tirmidzi no. 2478, dihasankan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi).
Pelajaran yang bisa kita ambil dari hadis ini, di antaranya:
1. Hendaknya berusaha untuk menahan sendawa ketika ada orang lain
Ketika hendak bersendawa dan ada orang lain, hendaknya berusaha menahannya sebisa mungkin atau menguranginya. Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan hadis di atas dengan mengatakan:
قَوْلُهُ: (كُفَّ عَنَّا ) أَمْرٌ مُخَاطَبٌ مِنَ الْكُفِّ بِمَعْنَى الصَّرْفِ وَالدَّفْعِ، وَفِيْ رِوَايَةِ شَرْحِ السُّنَّةِ : أَقْصِرْ مِنْ جُشَائِكَ، ( جُشَاءِكَ ) بِضَمِّ الْجِيْمِ مَمْدُوْدٌ، أَوْ النَّهْيِ عَنِ الْجُشَاءِ هُوَ النَّهْيُ عَنِ الشَّبْعِ ; لِأَنَّهُ السَّبَبُ الجَالِبُ لَهُ
“Perkataan Nabi [tahanlah sendawamu agar tidak terdengar oleh kami] adalah perintah untuk menahan, maksudnya mencegah sendawanya. Dalam riwayat lain di kitab Syarhus Sunnah: “kurangi sendawamu!”. Atau hadis ini juga bermakna bahwa larangan untuk sendawa maksudnya larangan untuk makan terlalu kenyang. Karena makan terlalu kenyang akan menyebabkan sendawa.” (Tuhfatul Ahwadzi, penjelasan hadis no. 2478)
2. Bersendawa ketika ada orang lain merupakan adab yang buruk
Hadis ini menunjukkan bahwa bersendawa ketika ada orang lain adalah adab yang buruk. Syaikh Dr. Shalih Sindi hafidzahullah mengatakan:
مَا أَقْبحَ الْجُشَاءَ فِيْ مَجلِسِ النَّاسِ
“Betapa buruknya perbuatan bersendawa ketika sedang bermajelis bersama orang-orang.” (Al-Adab ‘Unwan as-Sa’adah : 23)
Maka ketika bersendawa, andaikan tidak tertahankan, hendaknya menjauh dari orang-orang agar tidak menyebabkan gangguan kepada mereka.
3. Dianjurkan untuk menutup mulut ketika sendawa
Para ulama menganjurkan untuk menutup mulut dengan tangan ketika bersendawa. Syaikh Zakaria al-Anshari rahimahullah mengatakan:
( قَوْلُهُ : فَإِنْ تَثَاءَبَ سُنَّ لَهُ أَنْ يُغَطِّيَ فَاهُ بِيَدِهِ ) قَالَ ابْنُ الْمُلَقِّنِ: وَغَيْرِهِ : وَالظَّاهِرُ أَنَّهَا الْيُسْرَى ; لِأَنَّهَا لِتَنْحِيَةِ اْلأَذَى، قَالَ الأَذْرَعِيُّ وأُلْحِقَ بِذَلِكَ التَّجَشُّؤُ
“Perkataan penulis kitab Raudhatut Thalib: ‘Jika seseorang menguap, disunnahkan untuk menutup mulutnya dengan tangannya.’ Namun Ibnu Mulaqqin dan ulama lain mengatakan: ‘Yang lebih tepat, menggunakan tangan kiri, karena digunakan untuk menahan sesuatu yang sifatnya bisa mengganggu.’ Al-Adzra’i mengatakan: ‘ini juga berlaku jika bersendawa.’” (Asnal Mathalib Syarah Raudhatut Thalib, 1/180)
4. Hendaknya jangan makan hingga berlebihan
Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, “Orang yang paling banyak kenyangnya di dunia adalah orang yang paling panjang laparnya di hari Kiamat.” Maksudnya beliau membimbing kita agar tidak berlebihan dalam makanan sehingga akan membuat malas beribadah dan menimbulkan keburukan lainnya. Al-Munawi rahimahullah menjelaskan hadis di atas, beliau mengatakan:
لِأَنَّ مَنْ كَثُرَ أَكْلُهُ كَثُرَ شُرْبُهُ فَكَثُرَ نَوْمُهُ فَكَسُلً جِسْمُهُ
“Karena orang yang banyak makannya, ia akan banyak minumnya. Kemudian akan banyak tidurnya dan menjadi malaslah badannya.” (At-Taisir bi Syarhi Jami’ish Shaghir, 1/312)
Akan tetapi, bukan berarti tidak boleh makan sampai kenyang. Adapun hadis,
نَحْنُ قَوْمٌ لَا نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْع وَإِذَا أَكَلْنَا لَا نَشْبَعُ
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz mengatakan, “Hadis ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas sebagai utusan, namun sanadnya dhaif.” Beliau juga menjelaskan, “Ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun, mereka menghindari makan sampai terlalu kenyang. Terkadang Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengajak para sahabat ke sebuah jamuan makan. Kemudian beliau menjamu mereka dan meminta mereka makan. Kemudian mereka makan sampai kenyang.” (Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/38)
Apa yang diucapkan oleh orang yang bersendawa?
Sebagian orang ketika bersendawa, mereka mengucapkan, “Alhamdulillah”, atau ada juga yang mengucapkan “astagfirullah”, atau mengucapkan “a’udzubillahi minasy syaithanir rajim”, dan semisalnya. Apakah ini dibenarkan?
Perlu kita rinci menjadi dua keadaan:
1. Jika diyakini bahwasanya mengucapkan zikir-zikir di atas ketika sendawa adalah sunnah, atau dianjurkan, atau memiliki keutamaan, atau dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah, maka ini merupakan ke-bid’ah-an.
Ibnu Muflih rahimahullah mengatakan,
وَلَا يُجِيبُ الْمُجَشِّي بِشَيْءٍ ، فَإِنْ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ ، قِيلَ لَهُ : هَنِيئًا مَرِيئًا ، أَوْ هَنَّأَكَ اللَّهُ وَأَمْرَاك ، ذَكَرَهُ فِي الرِّعَايَةِ الْكُبْرَى وَابْنُ تَمِيْم ، وَكَذَا ابْنُ عَقِيلٍ ، وَقَالَ : لَا نَعْرِفُ فِيهِ سُنَّةً، بَلْ هُوَ عَادَة مَوْضُوعَة
“Orang yang bersendawa tidak perlu mengucapkan apa-apa. Jika ada yang bersendawa lalu mengucapkan, “alhamdulillah“, kemudian dijawab oleh orang lain “hani`an mari`an (semoga Allah memberi kebahagiaan pada makananmu)”, atau “hannakallah” atau “amrakallah”, ini disebutkan dalam kitab ar-Ri’ayah al-Kubra juga disebutkan oleh Ibnu at-Tamim, juga oleh Ibnu ‘Aqil dan beliau berkata: “Kami tidak mengetahui ada sunnah terkait hal ini, bahkan ini adalah kebiasaan yang diada-adakan.”” (Al-Adab asy-Syar’iyyah, 2/346)
Oleh karena itu, maka sikap yang paling tepat setelah bersendawa adalah tidak mengucapkan zikir apa-apa. Karena andaikan ada anjuran membaca zikir tertentu, tentunya sudah ternukil dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam atau para sahabat.
2. Jika diucapkan dengan niat lain, semisal mengucapkan “alhamdulillah” dengan niat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang didapatkan, atau mengucapkan “a’udzubillah minasy syaithanir rajim” untuk berlindung dari setan, maka tidak mengapa. Selama tidak diyakini bahwa itu bagian dari sunnah.
Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad hafidzahullah mengatakan:
لَا يُوْجَدُ شَيْءٌ يَدُلُّ عَلَيْهِ ، لَكِنَّ كَوْنَ الْإنْسَاِن يَحْمَدُ اللهَ عَلَى كُلِّ حَالٍ ، وَأَنَّ هَذَا الشَّبَعَ الَّذِيْ حَصَلَ لَهُ مِنْ نِعْمَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ : لَا بَأْسَ بِذَلِكَ ، لَكِنَّ كَوْنَهُ يَعْتَقِدُ أَنَّ هَذَا أَمْرَ مَشْرُوْعٌ فِي هَذِهِ الْمُنَاسِبَةِ ، فَلَيْسَ هُنَاكَ شَيْءٌ يَدُلُّ عَلَيْهِ فِيْمَا أَعْلَمُ
“Tidak ada dalil yang menunjukkan ada zikir tertentu setelah bersendawa. Namun memang benar bahwa seseorang hendaknya memuji Allah dalam setiap keadaan. Dan rasa kenyang itu didapatkan atas nikmat Allah ‘Azza wa Jalla, maka tidak mengapa mengucapkan hamdalah. Namun, jika ia meyakini bahwa ucapan hamdalah tersebut disyariatkan pada waktu setelah sendawa, maka tidak kami ketahui dalil yang menunjukkannya.” (Syarah Sunan Abi Daud, 19/492, asy-Syamilah).
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ketika ditanya tentang membaca ta’awwudz setelah menguap, beliau menjawab:
لَا حَرَجَ فِيْهَا ؛ لِأَنَّهَا مِنَ الشَّيْطَانِ ، لَكِنَّ لمَ يُرِدْ شَيْءً يَدُلُّ عَلَى اسْتِحْبَاِبَها ، لَكِنَّ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ ( التَّثَاؤُبَ مِنَ الشَّيْطَانِ ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِم مَا اسْتَطَاعَ )
“Tidak mengapa melakukannya karena memang menguap itu dari setan. Tidak ada ada dalil khusus yang menganjurkan perbuatan ini. Akan tetapi, terdapat hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa menguap itu dari setan, jika kalian menguap maka tahanlah sebisa mungkin.”
Dan sebagian ulama meng-qiyas-kan sendawa dengan menguap. Semoga tidak mengapa mengucapkan ta’awwudz dengan niat berlindung dari setan, bukan dengan keyakinan bahwa itu dianjurkan. Wallahu a’lam.
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.**
***
Post a Comment