Silahkan Kaya Jika Anda Bertakwa
Silahkan Kaya Jika Anda Bertakwa
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Dari Abdullah bin Hubaib, dari pamannya yang merupakan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menceritakan,
Kami pernah duduk bersama, tiba-tiba muncul Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan wajah berseri-seri.
’Ya Rasulullah, kami lihat anda sangat ceria hari ini.’ tanya kami.
”Benar, alhamdulillah.” jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu beliau bersabda,
لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنْ اتَّقَى اللهَ، وَالصِّحَّةُ لِمَنْ اتَّقَى اللهَ خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى، وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
Tidak masalah memiliki kekayaan bagi orang yang bertaqwa kepada Allah. Sementara kesehatan bagi orang yang bertaqwa kepada Allah, lebih baik dari pada kekayaan. Dan jiwa yang tenang termasuk kenikmatan. (HR. Ahmad 23158, Ibnu Majah 2141, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Semua yang ada di sekitar kita, berpotensi untuk menjadi sumber kebaikan, sebaliknya juga berpotensi menjadi sumber fitnah, ujian, dan kebinasaan. Ini semua kembali kepada siapa yang mengendalikannya. Ketika harta ini berada di tangan orang yang bertaqwa, dia tidak akan menjadi sumber bencana.
Dalam Nawadir al-Ushul, As-Suyuthi menjelaskan hadis ini,
الغنى بغير تقوى هلكة يجمعه من غير حقه ويمنعه من حقه ويضعه في غير حقه فإذا كان هناك مع صاحبه تقوى ذهب البأس وجاء الخير
Orang yang kaya tanpa bertaqwa, akan menjadi sumber kebinasaan. Dia mengumpulkan harta dari yang tidak berhak, menghalangi apa yang menjadi haknya, digunakan untuk sesuatu yang tidak benar. Berbeda ketika harta bersama orang yang bertaqwa, bahaya ini akan hilang dan mendatangkan kebaikan. (Hasyiyah as-Sindi untuk Sunan Ibn Majah, 4/370).
Di saat itu, kekayaan bagi orang yang bertaqwa, akan menjadi sumber pahala. Karena dia bisa bersabar dengan ujian kekayaannya, dan bisa menunaikannya dengan benar.
Al-Munawi menukil keterangan Muhammad bin Ka’ab,
الغني إذا اتقى آتاه الله أجره مرتين لأنه امتحنه فوجده صادقا وليس من امتحن كمن لا يمتحن
Orang yang kaya, jika dia bertaqwa, Allah akan memberikan pahala dua kali. Karena Allah mengujinya dan dia berhasil dalam ujian itu. Sementara orang yang diuji tidak seperti orang yang tidak diuji. (Faidhul Qadir, 6/496).
Hiasi Dengan Ilmu Agama
Tidak salah jika ilmu merupakan modal utama untuk menjadi bertaqwa. Karena ilmu merupakan pengendali dan menjaga setiap aktivitas pemiliknya. Sehingga, keluar masuknya harta di tangan orang paham agama, akan dikendalikan oleh syariat yang diketahuinya.
Ali bin Abi Thalib berpesan,
العلم خير من المال , العلم يحرسك وأنت حرس المال ، والعلم حاكم والمال محكوم عليه
Ilmu lebih baik dari pada harta. Ilmu menjagamu, sementara harta kamu yang jaga. Ilmu yang mengendalikan, sementara harta yang dikendalikan.
Untuk itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hubungan ilmu dengan harta dalam 4 tipe manusia. Beliau bersabda,
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا، فَهَذَا بِأَخْبَثِ المَنَازِلِ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dunia menjadi milik 4 jenis manusia
- Hamba yang Allah berikan rizqi dan ilmu. Dia gunakan hartanya untuk bertaqwa kepada Allah, untuk menyambung silaturahim, dan menunaikan hak Allah dengannya. Dia berada di tingkatan paling tinggi
- Hamba yang Allah beri ilmu, namun tidak diberi harta. Dia memiliki niat yang jujur, hingga dia mengatakan, ’Andai aku punya, saya akan beramal seperti yang dilakukan oleh si A.’ Dia niatnya ini, mendapatkan pahala niat yang sama dengan orang pertama.
- Hamba yang Allah berikan harta, namun tidak Allah beri ilmu. Dia habiskan hartanya tanpa aturan, sama sekali tidak untuk mendukung taqwa kepada Allah, tidak untuk menyambung silaturahim, dan tidak pula memperhatikan hak Allah di dalamnya. Ini kedudukan paling hina.
- Hamba yang tidak Allah beri harta maupun ilmu. Dia hanya bisa berangan-angan, ”Andai aku punya harta, saya akan melakukan seperti yang dilakukan si B.” Dia niatnya ini, mendapatkan dosa niat yang sama dengan orang ketiga.
(HR. Ahmad 18031, Turmudzi 2325, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Pelajarilah syariat, wahai para pemilik harta, semoga anda menjadi orang kaya yang bertaqwa…
Post a Comment