Batalnya Syahadat Seorang Muslim
Batalnya Syahadat Seorang Muslim
Kaum muslimin jamaah jumat yang diridhoi Allah SWT.
Salah satu nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita di Indonessia ini adalah nikmat dilahirkan atau hidup di tengah komunitas muslim yang cukup besar, bahkan terbesar di dunia.
Orang tua kita tidak canggung memberikan nama bernuansa Islami kepada anaknya tanpa khawatir dianggap nama teroris, para muslimah bebas mengenakan jilbabnya tanpa takut didiskriminasi, masjid masjid dibangun dengan mewah, menara yang menjulang dan senantiasa mengumandangakan azan tiap waktunya, tanpa takut disegel pemerintah.
Bandingkan dengan saudara-saudara kita yang hidup di lingkungan yang tidak sama seperti kita. Tentu kita sudah sering menyimak di media cetak maupun media elektronik, bagaimana nasib saudara kita sesama muslim yang hidup di Eropa atau Amerika Serikat misalnya.
Terutama pasca peristiwa fitnah WTC 11 September, mereka menjadi sasaran kaum Islamophobia, Jilbab dan cadar dilarang, menara dilarang, nama yang berbau muslim atau Arab dicurigai. Mereka setiap hari harus berjuang mempertahankan identitas kemusliman meraka, mereka harus berjuang keras menjaga syahadat mereka.
Lalu kembali kepada kita, kaum muslimin yang dirahmati Allah, kita atau katakanlah sebagian dari masyarakat kita, karena sudah terlahir sebagai muslim, dengan nama Islami, dilengkapi lagi dengan KTP yang mempertegas keIslaman formalnya dan hidup ditengah-tengah masyarakat muslim, entah karena semua itu atau ada faktor lain, mereka kadang lengah, tidak sadar bahwa keislaman mereka bisa saja batal.
Mereka tidak berhati-hati sehingga syahadatnya pun tinggal lafal yang tidak bermakna di sisi Allah SWT. mereka menganggap hal-hal itu remeh, padahal ini adalah permasalahan yang sungguh amat sangat penting, karena syahadatlah yang membedakan antara seorang yang beriman dengan yang tidak beriman. Seorang muslim dengan seorang kafir.
Jamaah jumat yang dicintai Allah,
Pertama-tama sebelum khatib membahas lebih jauh tentang pembatal syahadat, khatib perlu menegaskan bahwa ini sama sekali bukan untuk menghakimi saudara kita sesama muslim, bahwa ia telah membatalkan syahadatnya, tapi yang terpenting adalah bagaimana menjadikannya sebagai bahan muhasabah pribadi, lalu kita berusaha menjauhinya dan menjauhkan keluarga kita darinya.
Said Hawwa di dalam kitabnya yang berjudul Al Islam menyebutkan bahwa ada 20 hal yang dapat membatalkan syahadat seorang muslim atau muslimah. Dalam kesempatan khutbah ini khatib hanya akan menyampaikan beberapa diantaranya.
Pembatal syahadat yang pertama adalah bertawakkal kepada selain Allah SWT, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berusaha dan berikhtiar dalam setiap hajat kebutuhan hidup kita, namun Allah SWT melarang kita untuk bertawakkal kepada usaha kita tersebut.
Yang dimaksud bertawakkal kepada usaha adalah ketika seseorang sudah begitu yakin dengan usahanya dalam suatu perkara, ia menumpuhkan seluruh harapannya kepada apa yang telah ia lakukan, sehingga ia melupkan bahwa di atas segala usaha dan ikhtiyar sebaik dan sekeras apapun itu, masih ada Allah SWT, Sang Pencipta yang Maha berkuasa. Allah SWT berfirman di dalam surah Al Maidah ayat 23 ;
قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُواْ عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah SWT Telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan Hanya kepada Allah SWT hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
Ayat di atas bercerita tentang Bani Israil ketika hendak memasuki negeri yang di dalamnya hidup kaum yang kejam, namun Allah SWT tidak langsung menurunkan kepada mereka bantuan, tapi memerintahkan kepada mereka melalui lisan dua orang yang takut kepada Allah SWT di kalangan mereka, agar berusaha yakni masuk kedalam negeri tersebut. Setelah mereka berusaha, Allah SWT kemudian memerintahkan kepada mereka agar bertawakkal hanya kepada Allah SWT.
Begitupun dalam kehidupan kita, kita tentu saja harus berusaha keras untuk meraih sesuatu, untuk mencapai kesuksesan, namun akhirnya, kepada Allahlah kita serahkan keputusannya.
Disinilah perbedaan orang kafir dengan orang yang beriman. Seorang kafir berusaha maksimal dan menggantungkan harapannya sepenuhnya pada usahanya, sedangkan orang mukmin juga berusah dengan maksimal, tapi hanya menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah SWT.
Kaum muslimin jamaah jumat yang diberkahi Allah,
Pembatal syahadat yang kedua adalah tidak mengakui bahwa semua nikmat baik lahir maupun batin berasal dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman ;
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُّنِيرٍ
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah SWT Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah SWT tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)
Jamaah jumat rahimakumullah, setiap muslim wajib mengakui bahwa setiap nikmat yang ia peroleh, yang meliputinya baik itu nikmat fisik seperti tubuh yang sehat, harta yang cukup, anak serta istri yang menyejukan pandangan dan sejenisnya adalah nikmat dari Allah, merupakan pinjaman dari Allah SWT begitu juga nikmat yang abstrak seperti Iman, Islam, rasa bahagia, kepandaian dan sejenisnya hanyalah dari Allah SWT.
Seorang muslim yang sempurna syahadatnya, tidak boleh menganggap bahwa semua yang ia miliki ia peroleh karena usahanya sendiri. Karena bagaimanapun manusia berusaha, Allah-lah yang memutuskan bagaiamana akhirnya.
Dalam konteks inilah Allah SWT membinasakan Qarun yang menyombongkan harta yang ia anggap hasil dari ilmunya. Seperti diabadikan oleh Al Quran ;
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي
“Karun berkata: “Sesungguhnya Aku Hanya diberi harta itu, Karena ilmu yang ada padaku”. (QS. Al-Qashas: 78)
Begitulah Qarun menjadi kafir Karena menganggap nikmat yang ia peroleh adalah hasil dari kemampuannya tanpa mengakui Allah SWT sebagai pemberi segalanya.
Hal berikutnya yang membatalkan syahadat adalah beramal dengan tujuan selain Allah SWT.
Seorang yang mengaku muslim yang bersyahadat, agar syahadatnya tetap sempurna maka ia harus beribadah karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman ;
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah SWT)”. (QS. Al-An’am: 162-163)
Ibadah di sini tidak terbatas pada shalat, puasa, zakat, dan haji semata, tetapi mencakup semua amalan yang dikerjakan karena Allah SWT. dengan demikian seorang muslim tidak boleh berbuat karena sesuatu yang lain selain Allah SWT.
Misalnya adat, hidup matinya untuk adat benar-salah ia tetap membela adatnya. Pernyataan ini bukan berarti kita tidak boleh memelihara atau membela adat, tetapi yang dimaksud di sini adalah tidak menjadikannya nomor satu di atas segala-galanya termasuk menjadikannya lebih di atas dari aturan-aturan agama Islam.
Berikutnya yang dapat membatalkan syahadat seseorang adalah membenci Islam sebagian atau seluruhnya. Allah SWT berfirman ;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Dan orang-orang yang kafir, Maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah SWT menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah SWT (Al Quran) lalu Allah SWT menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
Kaum muslimin jamaah jumat yang diberkati Allah SWT,
Pada ayat di atas dikatakan kecelakaan yang menimpa orang yang kafir, orang yang tidak bersyahadat adalah karena mereka membenci apa-apa yang diturunkan Allah, yakni Al Quran yang menjadi sumber segala hukum Islam.
Di dalam Al Quran ditetapkan kaidah-kaidah umum, larangan-larangan, perintah-perintah serta petunjuk-petunjuk. Lalu selain itu Allah SWT juga menjadikan sunnah nabi-Nya menjadi bagian dari sumber hukum Islam. jika semuanya digabungkan maka ia disebut dinul Islam. Seorang yang membenci salah satu dari elemen di atas, atau bahkan seluruhnya, maka ia dianggap telah membatalkan syahadatnya.
Kaum muslimin yang dicintai Allah SWT, termasuk dalam hal ini bila ada seseorang yang begitu alergi dengan hukum-hukum hudud dalam Islam, misalnya saja hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman rajam bagi pezina yang sudah pernah menikah.
Akhir–akhir ini, ketika banyak kalangan umat yang memperjuangkan diberlakukannya syariat, atau PERDA syariat justru muncul dari umat Islam sendiri suara-suara yang membenci hukum tersebut dengan dalih bertentangan dengan kemanuiaan dan HAM.
Mereka tidak sadar bahwa kebencian mereka itu telah mencederai syahadat mereka. Begitu juga jika kita membenci system ekonomi Islam yang Alhamdulillah mulai berkembang di tanah air kita bahkan di dunia. Intinya kita sebagai seorang yang bersyahadat harus cinta dan bangga pada semua elemen Islam, jangan mengenyampingkan sebagian dengan dalih apapun.
Jamaah jumat yang berbahagia, masih berhubungan dengan poin tadi, hal berikutnya yang dapat membatalkan syahadat seseorang adalah apabila ia memperolok–olok Al Quran dan Sunnah serta orang yang berjuang menegakan keduanya. Simaklah firman Allah SWT ;
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِم قُلِ اسْتَهْزِؤُواْ إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ
“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah SWT dan rasul-Nya).” Sesungguhnya Allah SWT akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 64-65)
Dalam ayat di atas, Allah SWT menegaskan bahwa hanya orang-orang munafiklah yang suka mengolok-olok Islam. Fenomena ini juga kadang kita temui dalam masyarakat kita. Ketika ada seorang yang berusaha meneladani sunnah Rasulullah SAW , justru dianggap aneh oleh sebagian muslim yang lain. Bahkan ada yang mengolok-olok atau menyematkan sebutan yang jelek bagi mereka.
Ya harus kita akui bahwa terkadang ada perkara-perkara yang oleh sebagian kaum muslimin sebagai sunnah Rasul yang mesti dihidupkan namun bagi yang lain perkara tersebut tidak mesti dipahami sebagaimana kelompok pertama tadi memahaminya. Misalnya saja memanjangkan jenggot, atau memakai kain di atas mata kaki. Dalam perkara semacam ini, untuk menjaga syahadat kita, hendaknya kita bersikap bijak dengan tidak mengolok mereka yang berbeda pendapat dengan kita. Karena ternyata fatal akibatnya.
Jamaah jumat yang saya hormati, pembatal syahadat terakhir yang sempat saya sampaikan pada kesempatan ini adalah mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir. Di atas tadi telah kami sampaikan beberapa hal yang dapat membatalkan syahadat seorang muslim, tapi dengan berdasarkan semua itu janganlah kita dengan gampang mengecap seorang muslim sebagai kafir, karena hal inipun dapat membatalkan syahadat kita. Rasulullah SAW pernah bersabda ;
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبِي ، عَنْ حُسَيْنٍ يَعْنِي الْمُعَلِّمَ ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ، أَنَّ أَبَا الأَسْوَدِ ، حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يَقُولُ لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفِسْقِ ، وَلاَ يَرْمِيَهُ بِالْكُفْرِ إِلاَّ رُدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
“Jika seorang menuduh orang lain fasik ataupun kafir padahal sifat tersebut tudaklah ada pada orang yang ia tuduh, maka kefasikan dan kekafiran kembali kepadanya (si penuduh)”
Di tanah air kita ini, ada banyak sekali kelompok Islam yang dalam pengamalan dan pemahaman mereka terhadap Islam terdapat perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada itu jangan sampai membuat kita begitu cepat mencap saudara sesama muslim sabagai kafir yang halal darahnya. Kecuali jika buktinya memang jelas bahwa orang tersebut telah nyata kekafirannya. Jika demikina justru kita harus mengkafirkannya. Misalnya jika ada seorang yang mengaku muslim namun meyakini adanya nabi setelah Rasulullah SAW , orang tersebut telah kufur.
Namun jika perbedaan yang ada hanya masalah furu’ atau cabang dalam agama, dimana perkara tersebut tidak sampai membuat seseorang kafir, maka kita sebagai orang yang bersyahadat janganlah sekali-kali menuduh seorang kafir. Karena jika tuduhan tersebut tidak terbukti justru syahadat kitalah yang terancam.
Jamaah jumat rahimaniy warahimakumullah.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan khutbah ini. Akhirnya kembali khatib tegaskan bahwa semua pembatal syahadat yang telah disebutkan tadi bukanlah untuk menghakimi orang lain, tapi yang terpenting adalah marilah kita bersama berhati-hati menjaga syahadat kita ini. Karena bukan Cuma wudhu yang bisa batal, syahadatpun demikian bisa saja batal. terkadang kita sangat peduli dan memperhatikan perbuatan kita agar wudhu tidak batal, sedangkan terhadap hal–hal yang membatalkan syahadat kadang kita lalaikan. Padalal syahadat adalah rukun, pilar, atau penegak Agama kita yang pertama.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Post a Comment