Pengaruh Doa dan Dzikir Dalam Kehidupan Seseorang

Pengaruh Doa dan Dzikir Dalam Kehidupan Seseorang

Pengaruh Doa dan Dzikir Dalam Kehidupan Seseorang

Kita telah banyak MENGETAHUI/MENGILMUI dzikir-dzikir dan doa-doa yang datang dari Allah (al Qur-aan) dan RasulNya (as Sunnah Shahiihah)… Bahkan mungkin kita telah MENGETAHUI kandungan dibalik doa-doa maupun dzikir-dzikir tersebut…

Akan tetapi pertayaannya:

“Apakah kita telah merasakan PENGARUH dari doa maupun dzikir tersebut dalam diri-diri kita?”

Maka semoga kita dapat MERESAPI dzikir-dzikir yang kita ucapkan, kita dapat MERESAPI doa-doa yang kita panjatkan; sehingga kita dapat merasakan PENGARUH YANG BERMANFAAT dari dzikir dan doa tersebut, minimal pada diri kita sendiri.

Bukankah kita telah membaca firman Allah:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu berdzikir kepada Allah..

(az Zumar: 23)

Dan juga firman Nya:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ingatlah, hanya dengan BERDZIKIR kepada Allah, hati akan menjadi tenteram.

(QS. ar Ra’d: 28)

Pertanyaan timbul:

– Apakah gemetar kulit kita ketika berdzikir kepadaNya?

– Apakah hati kita TENTRAM ketika berdzikir kepadaNya?

Ketahuilah Allah tidaklah berdusta, jika apa yang kita dapati dalam diri kita tidaklah seperti apa yang dikhabarkan oleh Allah, maka salahkanlah diri kita. Salahkanlah hati yang telah mengeras tersebut. Salahkanlah jiwa yang penuh dosa tersebut.

Ketahuilah, karena sebelumnya Allah menyebutkan -dalam ayat tersebut-:

قُلْ إِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ أَنَابَ ‪.‬ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang BERTAUBAT kepada-Nya, (yaitu) orang-orang yang BERIMAN yang hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

(QS ar Ra’d: 27-28)

Maka terhalangnya kita dari ketentraman tersebut, dikarenakan:

(1) Kita dalam kesesatan yang nyata

(2) Jauhnya kita dari taubat

(3) Keimanan didalam hati kita yang amat tipis Kalaulah kita jauh dari tiga hal tersebut, tentulah hati kita tenteram ketika mengingatNya.

Berkata Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy:

“Dzikirullah adalah kelezatan yang terasa didalam hati orang-orang MUKMIN, yang hati mereka menjadi gemetar apabila mendengar nama Allah disebut-sebut (kemudian beliau membawakan ayat diatas).

Hati orang-orang yang mencintai Allah tidak menjadi tenteram kecuali dengan berdzikir kepadaNya. Demikian pula, ruh orang-orang yang sedang rindu, tidak akan menjadi tenang kecuali dengan melihat yang dirindukannya. Inilah hidup yang tenang yang tidak dapat dimiliki oleh orang-orang yang LALAI dalam meningatNya.

Maka dapat engkau ketahui bahwa orang yang berdzikir hidupnya indah dan cerah penuh cahaya kehidupan, disamping bathinnya indah dan cerah penuh dengan cahaya ILMU dan ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah). berbeda dengan orang-orang lalai, dia tidak ubahnya bagaikan sebuah rumah, yang luarnya kosong, dan dalamnya pun tidak berharga…”

(lihat syarah beliau dalam riyadush shalihin)

Maka apakah kita mendapatkan itu semua ketika kita berdzikir?! Kalau tidak, maka salahkanlah hati yang LALAI, hati YANG BODOH (yang jauh dari ilmu, yang tidak tahu menahu makna doa/dzikir yang kita panjatkan), hati yang TIDAK MENGENAL ALLAH, hati yang jauh dari kekhusyu’an…

Kita ambil contoh, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‎مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله مُخلِصًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan keikhlasan hati, pasti ia masuk surga.”

(HR. Ahmad, hadits sahih)

Dalam riwayat al-Bukhariy, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.”

(HR. Bukhari no. 128)

dari Abu Hurairah Radliyallahu’anhu, bahwa ia menuturkan;

Saya bertanya; ‘wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan syafaatmu padahari kiamat? ‘

Nabi menjawab:

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
“Hai Abu Hurairah, saya sudah beranggapan bahwa tak seorangpun lebih dahulu menanyakan masalah ini kepadaku selain dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu mencari hadits…
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ
Manusia yang paling beruntung dengan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan laa ilaaha illaLLaah, dengan ikhlas dari lubuk hatinya.”

(HR. Bukhariy)

Melihat kedua hadits diatas, mungkin sebagian dari kita akan berkata, “alangkah mudahnya seseorang masuk surga, alangkah mudahnya seseorang menjadi orang beruntung pada hari kiamat” Tapi, lihatlah bagaimana pemahaman para ulama tentang hadits YANG KITA PANDANG REMEH tersebut:

Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullahu ta’ala:

“Orang yang ikhlash (–yang dimaksudkan dalam hadits tersebut–) ialah orang yang (–MENGILMUI dan–) MEMAHAMI (– dengan benar, serta MEYAKINI kebenaran–) Laa ilaaha illallah, MENGAMALKANnya, dan MENYERU KEPADANYA, sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid, karena hal inilah, Allah menciptakan alam semesta ini.”

(Manhaj Firqatin Najiyah; dikutip dari ulamasunnah)

Maka benarlah perkataaan emas ibnul qayyim disaat ia berkata:

“Dzikir yang paling utama dan PALING BERMANFA’AT bagi seorang hamba adalah dzkir yang serasi dan selaras antara HATI dan LISANnya. IA TAHU BENAR bahwa dzikir-dzikir tersebut termasuk yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, lalu ia MENGHADIRKAN MAKNA-MAKNA* dari maksud dzikir tersebut dalam hatinya”

(Fiqhul Ad’iyyati wal adzkaar, 282; dinukil dari: Doa dan Dzikir pustaka ibn umar)

*Lantas apa yang hendak kita hadirkan jika makna dzikir tersebut TIDAK KITA KETAHUI?!! Sebagaimana hal tersebut juga diamini oleh asy-Syaikh ‘Abdurrazzaaq ibn ‘AbdilMuhsin al-‘Abbaad hafizhahumallaah :

“Merupakan kelaziman bagi setiap muslim (dalam berdzikir kepada Allah) untuk memahami maksud dan makna kalimat ini, agar dzikirnya kepada Allah berdiri di atas dasar ilmu dan pemahaman tentang maksud kalimat dzikir yang diucapkannya. Adapun jika seorang muslim sekedar mengulang-ngulang bacaan yang tidak dipahami maknanya, atau lafaz yang tidak diketahui maksudnya, maka ini tidak akan berbekas di hati, dan faidah yang diperoleh darinya pun lemah.

Oleh karena itu, setiap muslim harus mengilmui (makna) kalimat ini (demikian juga dengan kalimat dzikir lain yang diucapkannya), karena dengan itu, dzikir akan memberikan buahnya, faidahnya akan terwujud, yang berdzikir pun akan meraih faidahnya.”

[Fiqhul Ad’iyah wal Adzkaar:1/ 280]

Kebanyakan dari kita, mengamalkan suatu doa atau dzikir sekedar amalan lisan saja, yang TIDAK KITA PAHAMI maknanya… sehingga sulit bagi kita untuk mendatangkan TADABBUR, dalam doa dan dzikir tersebut.

Contohnya, adalah ketika kita membaca “Laa hawla wa laa quwwata illa billah”, apakah ketika kita mengucapnya kita mengetahui makna dibalik dzikir ini?!

‫Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan makna al-Hawqolah (Laa hawla walaa quwwata illaa billaah) dengan ucapannya:‬

‎‫لاَ حَوْلَ بِنَا عَلَى الْعَمَلِ بِالطَّـاعَةِ إلاَّ بِاللهِ، وَلاَ قُوَّةَ لَنَا عَلَى تَرْكِ الْمَعْصِيَةِ إلاَّ بِاللهِ‬“
Tidak ada kemampuan bagi kami dalam melakukan amalan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak ada kekuatan bagi kami untuk meninggalkan maksiat kecuali dengan pertolongan dari Allah (pula).”

Maka orang yang mengucapkan dzikir tersebut, hendaklah ia menghadirkan dalam hatinya pengakuan akan KELEMAHAN dan KETIDAKMAMPUNnya, serta pengakuan akan Kekuatan yang diberikan Allah kepadanya; yang dengan PertolonganNya tersebut ia dapat melakukan amal ketaatan dan menghindari maksiat. Maka apakah mungkin seseorang yang JUJUR dan TULUS dalam berdzikir LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH ini akan timbul rasa ujub dalam dirinya?!

Maka bagaimana dengan dzikir-dzikir yang lain? sudahkah kita MENGETAHUI dan MENDALAMI maknanya DENGAN PEMAHAMAN YANG BENAR?!! Sehingga kita dapat merenungkan maknanya ketika mengucapnya serta sehingga kita dapat mengamalkan kandungannya?!

Tidak ada komentar