Semakin Semangat Ibadah Di Akhir Ramadhan
Semakin Semangat Ibadah Di Akhir Ramadhan
Sebagian kaum muslimin di akhir Ramadhan malah tersibukkan dengan hal-hal dunia. Dirinya lebih memikirkan pulang mudik, baju baru dan silaturahmi kepada kerabat. Contoh dari suri tauladan kita tidaklah demikian. Di akhir Ramadhan, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih tersibukkan dengan ibadah, apalagi shalat malam.
Raih Lailatul Qadar
Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Di sepuluh hari terakhir tersebut terdapat lailatul qadar. Allah Ta’ala berfirman,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3). Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemuliaan. Telah terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar (Zaadul Masiir, 9/191).
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
Tidak Perlu Mencari Tanda
Sebagian orang sibuk mencari tanda kapan lailatul qadar terjadi. Namun sebenarnya tanda tersebut tidak perlu dicari. Tugas kita di akhir Ramadhan, pokoknya terus perbanyak ibadah. Karena kalau sibuk mencari tanda malam tersebut, kita malah tidak akan memperbanyak ibadah. Walaupun memang ada tanda-tanda tertentu kala itu. Tanda tersebut di antaranya:
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361, shahih)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak dirasakan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa sinar yang menyorot. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762)
Jika Engkau Dapati Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)
Lebih Giat Ibadah di Akhir Ramadhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan dan disunnahkan pula untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:71)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Menghidupkan Malam Penuh Kemuliaan
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 329). Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (‘Aunul Ma’bud, 4/176). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901).
Jika seorang meraih lailatul qadar dengan i’tikaf, itu lebih bagus. Namun i’tikaf bukanlah syarat untuk dapati malam kemuliaan tersebut. Begitu pula bukanlah syarat mesti di masjid untuk dapati lailatul qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 341).
Semoga Allah beri taufik kepada kita sekalian untuk terus perbanyak ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan moga kita juga termasuk hamba yang mendapatkan malam penuh kemuliaan, lailatul qadar. Wallahu waliyyut taufiq.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Post a Comment