Jangan Lupa Doakan Anak Anak Kita

Jangan Lupa Doakan Anak Anak Kita 

Memiliki anak shalih yang senantiasa taat kepada Allah Ta’ala dan berbakti kepada orang tua merupakan kenikmatan besar yang harus disyukuri orang tua. Namun terkadang realita berbeda, justru anak menjadi sosok yang sulit dinasehati, suka membantah, malas beribadah bahkan berteman dengan anak-anak yang kurang baik akhlaknya.

Begitu pula ada anak yang semula rajin salat, giat belajar agama, penurut dan santun namun qadarullah berubah menjadi pribadi yang pemalas, susah diajak dalam ketaatan pada agama. Inilah ujian bagi orang tua, akankah ia mampu mendidiknya dengan baik agar mereka menyadari kesalahannya atau justru orang tua membiarkannya. Karena telah dinasehati ribuan kali namun belum juga ada perubahan.

Syaikh Abdurrazzaq Al Badr hafizhahullah berkata: “Tidak mungkin menjadi baik salah satu keturunan kecuali jika Allah memperbaikinya untukmu. Bagaimanapun engkau bersungguh dalam memperbaiki akhlaknya, menuntunnya di atas kebenaran dan menyuruhnya senantiasa istiqamah, tidak mungkin ia akan istiqamah dan menjadi baik kecuali jika Allah yang memperbaikinya untukmu. Karena yang memberi hidayah adalah Allah dan yang memberi taufiq adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu sepantasnya seorang muslim memperbesar harapannya kepada Allah dan berdoa kepada Allah dan terus-menerus berdoa kepada Allah. Agar Dia memperbaiki keturunannya sebagaimana kekasih Ar-Rahman berdoa: ‘Ya Rabb kami semoga Engkau menjadikan kami -suami-istri- orang yang tunduk patuh pada Engkau dan menjadikan anak keturunan kami orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau.’” (Syarhu Tafsiri Ayati Al-Qur’an Al-Karim, 8).

Demikianlah nasehat indah untuk orang tua agar tetap berbaik sangka kepada Allah Ta’ala dengan memperbanyak mendoakan anak agar diberi hidayah untuk mengikuti kebenaran dan selalu dalam ketaatan. Tentunya semua ini juga diiringi dengan ikhtiar seperti bersabar dalam membimbing atau menasehatinya, tetap bermuamalah dengan anak secara baik dan tunjukkan padanya bahwa kita sebagai orang tua tetap menyayanginya.

Mendoakan anak agar menjadi shalih merupakan perbuatan nabi dan orang-orang shalih. Allah Ta’ala dalam Al Qur’an menukilkan doanya Nabi Ibrahim ‘alahissalam:

Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang salih.” (QS. Ash-Shaffat: 100)

Orang tua hendaknya senantiasa menasehatinya untuk teguh dalam beragama dan bagaimanapun buruk akhlak anaknya, maksiat atau dosa yang dilakukannya, tetaplah orang tua berharap kebaikan untuk mereka. Allah Ta’ala berfirman:

Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Al-Baqarah: 132)

Mendoakan anak untuk kebaikan agama dan dirinya merupakan ibadah, maka marilah berdoa di saat-saat mustajab dan yakinlah doa akan membawa kebaikan untuk anak-anaknya meskipun kita tidak tahu kapan saat tepat doa itu benar-benar mampu merubah anak menjadi lebih baik. Laa tahzan, semua serahkan pada kekuasaan Allah Ta’ala, yang penting orang tua tidak putus asa untuk selalu mendoakan kebaikan dengan banyak-banyak mengucapkan,

Semoga Allah memberkahimu

Ya Allah, pahamkan lah dia dalam urusan agama”

“Ya Rabbi, shalihkanlah anakku, semoga Allah mengampunimu, memberi hidayah kepadamu, semoga Allah memudahkanmu menghafal Al-Qur’an, meringankan langkahmu untuk salat dan menuntut ilmu, semoga Allah memudahkan dalam kebaikan…”

Dan doa lainnya, yang intinya memohon taufiq dan hidayah pada Allah Ta’ala.

Doa adalah senjata orang mukmin dalam menghadapi segala sesuatu, terlebih lagi saat hati gelisah dengan perilaku anak yang kurang baik. Di sinilah peranan doa yang dilakukan dengan ikhlas, tekad kuat akan terkabulnya doa, dan rasa butuh pada Allah Ta’ala, akan membuat orang tua tegar dan sabar. Semoga Allah Ta’ala memudahkan orang tua dalam mendidik dan membersamai anak-anaknya hingga menjadi generasi shalih.

Referensi:

Mencetak generasi Rabbani, Ummu Ihsan dan Abu Ihsan Al-Atsari, Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta, 2015

Begini Seharusnya Menjadi Guru (terjemah), Fuad bin Abdul Aziz Asy Syalhub, Darul Haq, Jakarta, 2014.

Tidak ada komentar