Dampak Ilmu Yang Tidak Bermanfaat
Dampak Ilmu Yang Tidak Bermanfaat
Betapa banyak manusia menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya, mengeluarkan harta yang banyak untuk menempuh suatu jalan mencari ilmu dan mendalaminya. Akan tetapi, ketika ia mendapatkannya justru membuat ia semakin jauh dari Allah, semakin ia tamak dengan dunia, dan tidak ada manfaat yang bisa diambil darinya. Ini menunjukkan ilmunya tidaklah bermanfaat sama sekali.
Tanda bahwa ilmu itu bermanfaat adalah ilmu tersebut masuk ke dalam hati manusia, yang kemudian menumbuhkan rasa takut, ketenangan, ketundukkan, pasrah, dan mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini sebagaimana definisi yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah,
“Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menetap dalam hati (manusia), yang menumbuhkan rasa tenang, takut, tunduk, merendahkan, dan mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah.” (Kitab Al-Khusyu’ fis Shalaah, hal. 16)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menyebutkan, “Ilmu adalah sesuatu yang dibangun di atasnya dalil. Dan ilmu yang bermanfaat adalah sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Terkadang ada ilmu yang bukan berasal dari Rasulullah, melainkan ilmu duniawi yang bermanfaat, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu pertanian, dan ilmu perniagaan” (Majmu’ Al-Fatawa, 6: 388; 13: 136)
Sebaliknya, ketika ilmu itu tidak menumbuhkan ketenangan, rasa takut, dan ketundukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka bisa dipastikan bahwa ilmu itu tidaklah bermanfaat sama sekali. Dan di antara dampak dari ilmu yang tidak bermanfaat, yaitu:
Hati menjadi tidak khusyuk
Hati yang tidak merasakan ketenangan, ketundukan, dan nikmatnya beribadah kepada Allah adalah buah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Yang demikian membuat seseorang akan meremehkan perintah-perintah Allah dan melanggar larangan-larangan-Nya. Ini disebabkan karena hatinya tidak terpaut lagi kepada Allah, melainkan mengikuti hawa nafsu dan kesenangan dunianya saja.
Sebab-sebab yang sangat mempengaruhi hati seseorang menjadi tidak khusyuk adalah terlalu berangan-angan dengan gemerlapnya dunia, lalai akan adanya akhirat, jarang berdoa, dan berzikir kepada Allah, dan enggan membaca Al-Qur’an dan mentadaburinya. Di mana sebab-sebab tersebut Allah ‘Azza Wajalla sebutkan dalam firman-Nya,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)
Dalam sebuah hadis yang agung, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَوَّل مَا يُرْفَعُ مِن هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوعُ حَتَّى َلَا تَرَى فِيهَا رَجُلًا خَاشِعًا
“Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyuk, sehingga engkau tidak akan melihat seorang pun yang khusyuk.” (HR. Thabrani)
Jiwa senantiasa tidak merasa puas
Inilah sifat tercela yang ada dalam diri seseorang, jiwa yang merasa tidak pernah puas, jiwa yang tidak pernah kenyang dengan apa yang ia punya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Binasalah hamba dinar, dirham, pakaian tebal, dan sutra. Jika diberi, ia rida. Namun, jika tidak diberi, ia pun tidak rida.” (HR. Bukhari no. 6435)
Di dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ مِثْلَ وَادٍ مَالاً لأَحَبَّ أَنَّ لَهُ إِلَيْهِ مِثْلَهُ ، وَلاَ يَمْلأُ عَيْنَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan harta yang banyak semisal itu pula. Mata manusia barulah penuh jika diisi dengan tanah. Allah tentu akan menerima tobat bagi siapa saja yang ingin bertobat.” (HR. Bukhari no. 6437)
Kurangnya rasa cukup (qana’ah), zuhud, dan syukur dalam diri seseorang adalah faktor utama yang membuat ia terlena dengan hawa nafsunya yang condong pada haus akan harta dan kekuasaan. Inilah sifat dasar jiwa manusia yang tidak merasa puas, kecuali mereka yang senantiasa diberi taufik oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Doa-doa tidak dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Dan di antara dampak dari ilmu yang tidak bermanfaat lainnya adalah doa-doa kita tidak diijabah oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mengapa demikian? Karena ilmu yang tidak bermanfaat akan membuat hati lalai dan terkesan terburu-buru. Berdoa dengan kondisi hati yang lalai dan terburu-buru akan membuat tidak terkabulnya doa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لم يَعْجَلْ، يقول: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selama tidak terburu-buru, yaitu mengatakan, ‘Aku telah berdoa, namun tidak juga terkabul.’ ” (HR. Bukhari no. 6340)
Selain itu, sebab-sebab lain yang menghalangi terkabulnya doa adalah seseorang tidak berusaha menjalankan hal yang menjadi doa dan harapannya. Ia ingin punya banyak harta dan rezeki, alih-alih bekerja keras, ia justru bermalas-malasan dan enggan berusaha untuk meraih keinginannya. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sikap yang demikian sebagaimana sabda beliau,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Bersemangatlah pada apa-apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan pada Allah, dan janganlah kamu lengah/putus asa.” (HR. Muslim no. 2664)
Penutup
Di sini, kita memahami alasan mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya doa perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim)
Pada doa tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga meminta perlindungan dari tiga perkara tercela lainnya, yang ketiganya itu merupakan dampak dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Semoga Allah ‘Azza Wajalla senantiasa menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat, menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan menjadikan kita semakin takut dan tunduk kepada-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab
***
Post a Comment