Puasa, antara Kualitas dan Formalitas
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ ذِي الْفَضْلِ وَالإِنْعَامِ، وَفَضَّلَ شَهْرَ رَمَضَانَ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ شُهُوْرِ الْعَامِ، خَصَّهُ بِمَزِيْدٍ مِنَ الْفَضْلِ وَالْكَرَمِ وَالإِنْعَامِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّـدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ صَلَّى وَصَامَ، صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ الْكِرَامِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Ma‘asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur pada Allah subhanahu wata’ala yang telah memberikan nikmat yang tidak bisa kita hitung satu persatu, di antaranya adalah nikmat umur panjang, sehingga kita bisa menikmati manisnya ibadah di bulan suci, bulan Ramadhan. Di sisi lain, tidak semua manusia yang dianugerahi nikmat umur panjang, bisa memanfaatkannya dengan baik untuk ibadah. Masih banyak orang yang memiliki umur panjang namun tidak dimaksimalkan untuk beribadah malah semakin jauh dari Allah subhanahu wata’ala. Padahal Allah subhanahu wata’ala telah menegaskan dalam firmannya bahwa tugas utama manusia diciptakan di muka bumi ini adalah untuk beribadah, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku”
Sehingga pada bulan Ramadhan ini, marilah kita semakin meneguhkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menguatkan tekad untuk senantiasa menjalankan dan meningkatkan kualitas ibadah kita dan memagari diri kita agar tidak melanggar apa yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala. Pada Ramadhan ini juga, mari kita bertekad untuk meraih puasa yang penuh kualitas, bukan ibadah yang hanya sebatas formalitas.
Lalu, ma'asyiral Muslimin rahimakumullah, seperti apakah ibadah puasa yang berkualitas itu?.
Perlu kita sadari bahwa kualitas puasa bukan hanya sebatas bisa menahan lapar dan haus serta mampu menyelesaikan puasa selama satu bulan saja. Kualitas puasa ini dalam artian mampu memaksimalkan fungsi, keutamaan, dan manfaat dari puasa untuk mampu meningkatkan kualitas diri serta mampu memaksimalkan bulan Ramadhan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah kita.
Untuk meraih puasa yang berkualitas, pertama kita harus benar-benar menata niat untuk ikhlas berpuasa karena Allah subhanahu wata’ala. Jangan sampai terbersit sedikit pun rasa berat dan terbebani dengan ibadah puasa ini. Jangan sampai kita berpuasa karena malu dengan keluarga, takut dengan atasan, atau ingin dipuji oleh orang lain. Jika niatan ini yang ada dalam hati kita, bisa jadi kita akan mengatakan berpuasa kepada orang lain namun sebenarnya kita berbohong karena faktanya kita tidak berpuasa. Inilah yang kemudian bisa kita sebut sebagai puasa formalitas.
Seharusnya datangnya Ramadhan harus kita sambut dengan rasa senang dan bahagia serta saat menjalankannya pun harus dengan kesungguhan dan keimanan. Jika hal ini bisa kita camkan pada diri kita, insyaallah kita akan meraih pahala dan diampuni dosa-doa kita yang telah lalu. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim yang sangat masyhur:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Ma‘asyiral Muslimin rahimakumullah,
Ketika mulai berpuasa, kita juga harus menancapkan tekad dalam hati untuk bukan hanya sekadar mempuasakan diri dari makan dan minum saja. Kita harus mampu mempuasakan seluruh anggota tubuh, pikiran dan hati kita. Mata harus dipuasakan dari pandangan sesuatu yang tercela dan dibenci syariat serta melalaikan Allah subhanahu wata’ala. Lidah harus dipuasakan dari berbicara yang tidak bermanfaat, melakukan kebohongan, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, dan menebar permusuhan serta menzholimi orang lain. Tangan harus dipuasakan dari berlaku dzalim pada orang lain, mengambil hak orang lain, dan tindakan yang merugikan orang lain.
Mempuasakan anggota tubuh ini sangat berat sekali kita lakukan, apalagi di zaman modern saat ini, di mana kita sudah hidup di dua dunia yakni dunia nyata dan dunia maya. Jika dulu, sebelum adanya perkembangan teknologi internet, khususnya media sosial, orang akan jarang menemukan dan sulit melakukan hal-hal maksiat di dunia nyata.
Namun di era perkembangan teknologi dan informasi yang pesat saat ini, di mana dunia sudah berada dalam genggaman, kemaksiatan pun bisa dilakukan dalam genggaman tangan kita. Mulai dari maksiat mata, mulut, dan tangan bisa saja dilakukan dengan mudah menggunakan kecanggihan teknologi internet. Terlebih dengan media sosial yang menjadikan kita merasa bebas untuk mengungkapkan apa yang ada dalam hati kita melalui jari-jemari kita, sehingga bisa merugikan dan mendzalimi orang lain. Sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Imam Ahmad:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Artinya: "Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apa pun dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus"
Hal ini sangat mungkin bisa terjadi apabila kita tidak bisa mengendalikan anggota tubuh dengan melakukan dan mengumbar maksiat di media sosial. Sudah seharusnya waktu yang kita miliki selama Ramadhan ini digunakan semaksimal mungkin untuk memperbanyak amal shaleh seperti membaca Al-Qur’an, memperbanyak infak dan sedekah, mendisiplinkan diri untuk shalat lima waktu secara berjamaah, melaksanakan shalat tarawih dan sejenisnya.
Ma‘asyiral Muslimin rahimakumullah,
Untuk meningkatkan kualitas ibadah puasa saat ini, marilah kita juga mengisinya dengan mengasah kepekaan sosial kita dengan membantu orang yang sedang mengalami kesulitan. Hal ini karena puasa bukanlah hanya sebatas formalitas dan ritual ibadah saja. Puasa memiliki berbagai sisi dimensi di antaranya dimensi teologis vertikal dan sosiologis horizontal.
Sebagai dimensi teologis vertikal, puasa menjadi sarana mendekatkan diri pada Allah subhanahu wata’ala untuk meraih predikat takwa sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sementara sebagai dimensi sosiologis horizontal, puasa adalah kawah candra dimuka orang-orang yang beriman dalam melatih diri untuk lebih peduli dengan kondisi sosial orang lain. Pengalaman diri dengan tidak makan, minum, dan merasakan lapar adalah bentuk latihan fisik dan psikis agar kita bisa merasakan bagaimana rasanya saudara-saudara kita yang mengalami kesulitan sekadar hanya untuk makan dan minum.
Kedua dimensi puasa ini selanjutnya akan menjadi indikator keberhasilan puasa kita, yang kemudian juga akan terlihat pasca-Ramadhan ini. Kita bisa lihat nanti setelah madrasah Ramadhan ini. Apakah kita akan menjadi lulusan yang memiliki kesalehan spiritual dan sosial melalui puasa yang berkualitas? Atau apakah kita akan sama saja bahkan malah mengalami kemunduran spiritual dan sosial karena puasa yang hanya sebatas formalitas?.
Mudah-mudahan puasa ini mampu menjadi media transformasi dan mampu mendidik kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang paripurna di sisi Allah subhanahu wata’ala. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Post a Comment