Hukuman potong tangan dengan barang yang di curi

Hukuman potong tangan dengan barang yang di curi

KEJAMKAH HUKUM POTONG TANGAN ITU?

Tudingan bahwa agama Islam kejam, melanggar hak asasi manusia, terbelakang dan sangat primitive dalam penerapan hukuman, sudah lama dihembuskan oleh orang-orang yang dungu dan tidak mau berfikir jauh ke depan. Yaitu berupa emosi sesaat dan hanya memperhatikan kepentingan kelompok kecil yang bersalah dan yang berhak atas hukuman tersebut serta menutup mata dan telinga mereka terhadap masa depan masyarakat banyak dan orang-orang yang telah dirugikan dari pencurian ini.

Perlu di ingat, bahwa harta sangat berharga bagi manusia. Sehingga, dalam hal ini perhatian Islam kepada harta sangatlah besar, begitu pula perintah untuk menjaganya. Rasulullah n menyandingkan keharamannya dengan permasalahan nyawa.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَ الَكُمْ وَأَعْرَا ضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامُ، كَحُرْ مَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ بَلَدِ كُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَأ
Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian, sebagaimana diharamkannya hari kalian pada saat ini, di tempat ini, dan di bulan ini [HR. Bukhâri]

Pernahkah mereka berpikir, bagaimanakah perasaan orang-orang yang kehilangan harta mereka? Terlebih bila harta yang terambil adalah harta yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun, kemudian disimpan ditempat yang dianggap aman, ternyata hilang begitu cepat. Berpikirkah mereka, bagaimana dahsyatnya efek jera yang akan memberi keamanan bagi masyarakat luas setelahnya, dari hukuman potong tangan yang mereka anggap sebagai pelanggar norma kehidupan mereka? Hak asasi siapakah yang mereka perjuangkan?

Dalam kasus pencurian ini, syariat Islam berusaha menjaga kepentingan orang banyak daripada menjaga kepentingan si pencuri. Memberi hukuman yang berat berupa memotong tangan bertujuan membasmi sesuatu yang menjadikan kecemasan manusia pada harta mereka. Sehingga Allah Azza wa Jalla menjadikannya sebagai cambuk untuk mendapatkan maslahat yang lebih besar dibandingkan dengan kepentingan si pencuri yang hanya sesaat dan banyak menimbulkan kerusakan.

Ini adalah hukuman yang setimpal yang penuh faedah dan hikmah. Bila seseorang mau berpikir, hukuman setimpal bukan berarti menzhalimi si pelaku, tetapi ini merupakan keadilan dalam peraturan Allah Azza wa Jalla yang pasti baik bagi makhluk-Nya karena hanya Dia-lah yang Maha Mengetahui segala sesuatunya. Bila hukuman ini dibiarkan diatur oleh seorang mujtahid atau seorang hakim atau kelompok tertentu, pasti akan menyebabkan saling bertentangan. Dan hasilnya tidak dapat dipastikan akan dapat mewujudkan suatu keadilan yang dapat dirasakan oleh manusia, sehingga merasa tenang dari kezhaliman dan kekerasan orang lain.

SETIMPALKAH HUKUMAN POTONG TANGAN DENGAN BARANG YANG DICURI?

Ibnu Jauzi rahimahullah dan Abdul Wahhâb al-Maliki rahimahullah, mengomentari beratnya hukuman yang diberlakukan dalam had pencurian, bila dibandingkan antara harta yang tidak seberapa dengan hukuman potong tangan yang harganya bisa jadi berlipat-lipat, mereka mengatakan, “Ketika tangan tersebut dapat dijaga maka ia adalah sesuatu yang berharga, namun bila ia berkhianat maka itu akan menjadi murah”.

PERAMPASAN BARANG APAKAH BERLAKU HUKUMAN POTONG TANGAN?

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ,”Penerapan hukum potong tangan bagi pencuri senilai tiga dirham dan tidak diterapkannya kepada pelaku pencopetan, perampasan dan pemaksaan merupakan kesempurnaan hikmah syariat. Juga karena seorang pencuri sulit untuk dicegah karena ia masuk rumah orang lain secara sembunyisembunyi, merusak tempat penyimpanan dan kunci. Dan tidak memungkinkan pemilik barang melakukan penyimpanan lebih dari itu. Kalau seandainya potong tangan tidak disyariatkan, maka akan terjadi saling mencuri antar manusia, kerusakan akan membesar, semakin berbahaya. Berbeda dengan pelaku pencopetan dan perampasan, karena dia mengambil secara terangterangan dengan penglihatan manusia, yang memungkinkan mereka dapat mengambilnya kembali dari kedua tangannya dan mengembalikan hak orang yang dizhalimi atau bersaksi di hadapan hakim.

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Muslim bahwa Qâdhi Iyâd rahimahullah berkata: ”Allah Azza wa Jalla menjaga harta dengan mewajibkan potong tangan bagi pencuri, dan tidak memberlakukannya pada selain pencurian seperti penjambretan, pemalakan, atau pemaksaan karena perbuatan-perbuatan tersebut lebih sedikit/ringan daripada pencurian. Dan juga korbannya dimungkinkan bisa mengambil kembali dengan meminta tolong kepada penguasa serta lebih mudah untuk ditegakkan bukti atasnya dibandingkan dengan kasus pencurian, karena jarang sekali ada bukti. Maka, pencurian itu dianggap merupakan perkara yang besar dan hukumannya lebih berat untuk lebih membuat jera.

Besarnya nilai barang curian yang menyebabkan potong tangan

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تُقْطَعُ يَدُ سَارِقٍ فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا. متفق عليه و اللفظ لمسلم، و لفظ البخارى: تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا. و فى رواية لاحمد: اِقْطَعُوْا فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ، وَ لاَ تَقْطَعُوْا فِيْمَا هُوَ اَدْنَى مِنْ ذلِكَ. وَ كَانَ رُبُعُ الدِّيْنَارِ يَوْمَئِذٍ ثَلاَثَةَ دَرَاهِمَ، وَ الدِّيْنَارُ اِثْنَى عَشَرَ دِرْهَمًا.
Dari ‘Aisyah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali pada pencurian seperempat dinar atau lebih”. [HR. Muttafaq ‘alaih, lafadh ini bagi Muslim, adapun lafadh Bukhari], “Tangan pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar atau lebih”. [Dalam satu riwayat oleh Ahmad], “Potonglah tangan pencuri karena mencuri seperempat dinar, dan janganlah kalian potong dalam pencurian yang kurang dari itu. Dan seperempat dinar pada waktu itu sama dengan tiga dirham, jadi satu dinar sama dengan dua belas dirham”.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَطَعَ فِى مِجَنٍّ ثَمَنُهُ ثَلاَثَةُ دَرَاهِمَ. متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar RA, bahwasanya Nabi SAW memotong tangan pencuri perisai yang harganya tiga dirham. [HR. Muttafaq ‘alaih]
عَنِ اْلاَعْمَشِ عَنْ اَبِى صَالِحٍ عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَعَنَ اللهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ اْلبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَ يَسْرِقُ اْلحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ. قَالَ اْلاَعْمَشُ: كَانُوْا يَرَوْنَ اَنَّهُ بَيْضُ اْلحَدِيْدِ وَ اْلحَبْلُ كَانُوْا يَرَوْنَ اَنَّ مِنْهَا مَا يُسَاوِى دَرَاهِمَ. متفق عليه وليس لمسلم فيه زيادة قول الاعمش
Dari Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat pencuri yang mencuri al-baidlah lalu dipotong tangannya, dan pencuri yang mencuri tali, lalu dipotong tangannya”. Al-A’masy berkata, ”Para shahabat memahami bahwa yang dimaksud al-baidlah adalah topi baja, dan yang dimaksud tali adalah tali yang senilai beberapa dirham. [HR. Muttafaq ‘alaih, dan dalam riwayat Muslim tidak ada tambahan perkataan Al-A’masy tsb.]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَطَعَ يَدَ سَارِقٍ سَرَقَ بُرْنُسًا مِنْ صُفَّةِ النِّسَاءِ ثَمَنُهُ ثَلاَثَةُ دَرَاهِمَ. احمد و ابو داود و النسائى
Dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah SAW pernah memotong pencuri yang mencuri topi dari tempat jama’ah wanita (di masjid) yang senilai tiga dirham. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasai]
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ قَطْعَ فِى ثَمَرٍ وَ لاَ كَثَرٍ. احمد و الاربعة و صححه الترمذى و ابن حبان
Dari Rafi’ bin Khadij RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hukuman potong tangan dalam pencurian buah dan mayang pohon kurma”. [HR. Ahmad dan Arba’ah dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ رض عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ سُئِلَ عَنِ التَّمْرِ اْلمُعَلَّقِ فَقَالَ: مَنْ اَصَابَ بِفِيْهِ مِنْ ذِى حَاجَةٍ غَيْرَ مُتَّخِذٍ خُبْنَةً فَلاَ شَيْءَ عَلَيْهِ. وَ مَنْ خَرَجَ بِشَيْءٍ مِنْهُ فَعَلَيْهِ اْلغَرَامَةُ وَ اْلعُقُوْبَةُ، وَ مَنْ خَرَجَ بِشَيْءٍ مِنْهُ بَعْدَ اَنْ يُؤْوِيَهُ اْلجَرِيْنُ فَبَلَغَ ثَمَنَ اْلمِجَنِّ فَعَلَيْهِ اْلقَطْعُ. ابو داود و النسائى و صححه الحاكم
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash RA dari Rasulullah SAW bahwasanya beliah ditanya tentang kurma yang masih tergantung di pohonnya, beliau bersabda, “Jika dia mengambilnya dengan mulutnya (dimakan di situ) karena perlu makan dan tidak mengambilnya dengan kain (dibawa pulang), maka dia tidak dikenakan hukuman. Tetapi barangsiapa mengambilnya (untuk dibawa pulang), maka dia didenda dan dihukum. Dan barangsiapa mengambil yang sudah ada di tempat penjemuran dan senilai harga perisai, maka dia dikenakan potong tangan”. [HR. Abu Dawud, Nasai, dan dishahihkan oleh Hakim]
عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّجْمنِ قَالَتْ: اَنَّ سَارِقًا سَرَقَ اُتْرُجَّةً فِى زَمَنِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، فَاَمَرَ بِهَا عُثْمَانُ اَنْ تُقَوَّمَ فَقُوِّمَتْ ثَلاَثَةَ دَرَاهِمَ مِنْ صَرْفِ اثْنَى عَشَرَ بِدِيْنَارٍ فَقَطَعَ عُثْمَانُ يَدَهُ. مالك فى الموطأ
Dari ‘Amrah binti ‘Abdurrahman, ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang pencuri mencuri buah jeruk di zaman pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan. Lalu oleh ‘Utsman diperintahkan supaya dinilai, maka buah tersebut dinilai seharga tiga dirham dengan kurs 12 dirham sama dengan satu dinar. Kemudian ‘Utsman memotong tangan pencuri itu”. [HR. Malik, dalam Muwaththa’]

Apabila pencuri telah dimaafkan sebelum sampai pada hakim, hukuman tidak dilaksanakan.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَعَافَوُا اْلحُدُوْدَ فِيْمَا بَيْنَكُمْ. فَمَا بَلَغَنِى مِنْ حَدٍّ فَقَدْ وَجَبَ. النسائى و ابو داود
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Saling memaafkanlah kalian tentang masalah hukuman yang terjadi di kalanganmu. Tetapi kalau kasus pelanggaran telah sampai kepadaku, maka hukuman itu pasti akan dilaksanakan”. [HR. Nasai dan Abu Dawud]
عَنْ صَفْوَانَ بْنِ اُمَيَّةَ قَالَ: كُنْتُ نَائِمًا فِى اْلمَسْجِدِ عَلَىخَمِيْصَةٍ لِى فَسُرِقَتْ، فَاَخَذْنَا السَّارِقَ فَرَفَعْنَاهُ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص. فَاَمَرَ بِقَطْعِهِ. فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَ فِى خَمِيْصَةٍ ثَمَنِ ثَلاَثِيْنَ دِرْهَمًا؟ اَنَا اَهَبُهَا لَهُ اَوْ اَبِيْعُهَا لَهُ. قَالَ: فَهَلاَّ كَانَ قَبْلَ اَنْ تَاْتِيَنِى بِهِ؟. الخمسة الا الترمذى و فى رواية لاحمد و النسائى: فَقَطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص.
Dari Shafwan bin Umayyah, ia berkata : Aku pernah tidur di masjid dengan membawa baju lurik hitam-merah milikku sendiri. Kemudian baju itu dicuri, maka kami tangkap pencuri itu dan kami hadapkan pada Rasulullah SAW. Kemudian oleh Rasulullah SAW diperintahkan supaya dipotong tangannya. Lalu aku bertanya, “Ya Rasulullah, apakah (dia akan dipotong tangannya), hanya karena mencuri baju lurik yang senilai tiga puluh dirham itu ? Baiklah, biar aku berikan saja baju itu padanya, atau aku jual padanya”. Nabi SAW bersabda, “Mengapa tidak kamu lakukan sebelum kamu bawa dia kemari ?”. [HR. Khamsah, kecuali Tirmidzi] Dan dalam satu riwayat dikatakan, “Lalu Rasulullah SAW memotongnya”. [HR. Ahmad dan Nasai]
عَنْ صَفْوَانَ بْنِ اُمَيَّةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لَمَّا اَمَرَ بِقَطْعِ الَّذِى سَرَقَ رِدَاءَهُ فَشَفَعَ فِيْهِ: هَلاَّ كَانَ ذلِكَ قَبْلَ اَنْ تَأْتِيَنِى بِهِ. احمد و الاربعة و صححه ابن الجارود و الحاكم
Dari Shafwan bin Umayyah RA, bahwasanya Nabi SAW setelah beliau memerintah supaya memotong tangan pencuri selendangnya, lalu Shafwan memaafkan untuknya (dan minta supaya pencuri tidak dihukum), maka beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak berbuat begitu sebelum dia dibawa kepadaku ?”. [HR. Ahmad dan Arba’ah, dan dishahihkan oleh Ibnul Jarud dan Hakim]

Tidak ada komentar