Puasa yang Istimewa


Rukun Islam itu ada lima hal. Membaca syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Kelima rukun Islam tersebut bersifat positif (syatrul iktisab), kecuali puasa. Karena sesungguhnya perintah puasa adalah bersifat negative (syatrul ijtinab), yaitu perintah untuk meninggalkan sesuatu (makan, minum, menahan nafsu dan lain-lain). Artinya, apabila syahadat harus diucapkan, shalat harus dikerjakan, zakat harus ditunaikan, haji harus dilaksanakan, maka  puasa harus menahan segala hal yang membatalkannya.

الحمد لله, الحمد لله الذى أنعم علينا بنعمة شهر رمضان, وكتب علينا الصيام وسيلة لدفع السيئات والعصيان, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم الزحام, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى دار السلام. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ وَمَصَابِيْحِ الظُّلاَمِ. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِ الأَثَامِ تدخلوا جنة ربكم بسلام

Ayyuhal Hadhirun Rahimakumullah

Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kita kepada Allah swt atas ni’mat Ramadhan. karena Ramadhan merupakan wahana perantara, sebagai media menjadikan kita seorang hamba yang bertaqwa. Oleh karenanya mari kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita di bulan yang penuh rahmat ini.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Hidup adalah pilihan. Dan untuk menentukan pilihan dibutuhkan alasan. Alasanlah yang akan memantapkan langkah kita dalam menjalankan atau meninggalkan sesuatu pekerjaan. Termasuk di dalamnya juga berpuasa. Harus ada alasan yang dapat memperkuat hati dan jiwa kita dalam menjalankan puasa. Meskipun tanpa alasan itu, keimanan kita juga sudah cukup sebagai fondasi puasa kita. Karena keimanan tidaklah membutuhkan alasan. Tetapi alasan diperlukan untuk memperkuat dorongan ibadah puasa kita.

Keterangan tentang kelebihan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya akan menjadi penguat alasan kita berpuasa.

Para Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah

Rukun Islam itu ada lima hal. Membaca syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Bila diperhatikan dengan seksama kelima rukun Islam tersebut bersifat positif (syatrul iktisab), kecuali puasa. Karena sesungguhnya perintah puasa adalah bersifat negative (syatrul ijtinab), yaitu perintah untuk meninggalkan sesuatu (makan, minum, menahan nafsu dan lain-lain). Artinya, apabila syahadat harus diucapkan, shalat harus dikerjakan, zakat harus ditunaikan, haji harus dilaksanakan, maka  puasa harus menahan segala hal yang membatalkannya. Inilah satu keistimewaan ibadah puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya.

Sesungguhnya ibadah dalam konteks pencegahan jauh lebih berat dibandingkan dengan ibadah yang bersifat melaksanakan. Menjadi pedagang adalah hal yang gampang, tetapi berdagang tanpa unsure tipu dan bohong bukan pekerjaan yang gampang. Menjadi pejabat adalah hal yang sulit, tetapi lebih sulit lagi menjadi pejabat yang tidak korup. Berkumpul di majlis ta’lim untuk mengaji bukanlah hal yang berat, tetapi berkumpul tanpa menggunjing adalah sesuatu yang berat.

Ingatkah kita para hadirin, Bagaimana bahagianya kita ketika melihat anak kita berhasil berjalan sendiri, setelah beberapa bulan belajar merangkak titah-titah. Tetapi setelah ia lancar berjalan, alangkah susahnya memperingatkan ia agar tidak lari-larian di rumah dan di jalanan.

Semua itu menunjukkan betapa sulitnya menghindar dari larangan dibandingkan dengan melaksanakan perintah. Oleh karena itu dalam kitabnya Minhajul Abidin, Imam Ghazali mengatakan bahwa:

إن العبادة شطران: شطرالاكتساب وشطر الاجتناب. فالاكتساب فعل الطاعة والاجتناب الامتناع عن المعاصى والسيئات وهو التقوى. وان شطر الاجتناب على كل حال أسلم وأصلح وأفضل وأشرف للعبد من شطر الاكتساب.

Ada dua sisi dalam ibadah.  Pertama sisi pelaksanaan (syatrul iktisab), dan kedua sisi larangan (syatrul ijtinab).  Sisi pelaksanaan adalah melaksanakan berbagai perintah Allah inilah maknatho’at. Sedangkan sisi larangan  adalah mencegah berbuat maksiat dan keburukan inilah artitaqwa. Sisi larangan ini jauh lebih mulia, lebih utama, lebih baik dibandingkan dengan sisi pelaksanaan.

Oleh karena itu Hadirin yang dimuliakan Allah swt.

Puasa sebagai bentuk ibadah yang mengandung syatrul ijtinab memiliki kemuliaan dan keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lain. Karena ibadah puasa didominasi dengan berbagai larangan. Larangan makan, minum, nafsu dan lain sebagainya. Malah dengan bahasa Imam al-Ghazali puasa dapat digolongkan sebagai ibadah tingkat tinggi. Hal ini wajar, karena sesungguhnya puasa melatih seorang hamba mengendalikan musuh bebuyutan yaitu nafsu.

Jika puasa hanya menahan makan, minum dan tidak bersetubuh dengan lain jenis, maka itu seperti puasanya burung dara. Burung dara yang kita masukkan ke dalam sangkar sendirian tanpa makan dan minum dari fajar sampai menjelang malam, maka burung dara itupun telah berpuasa. Apakah kita ingin kwalitas puasa kita seperti burung darang, atau kambing misalkan. Tentu tidak.

Latihan mengendalikan nafsu adalah latihan membersihkan hati dari berbagai penyakit. Mulai dari iri, dengki, hasud, thoma’, ujub, riya’ dan sum’ah. Semua itu adanya dalam hati, dan kita sebagai seorang hamba harus mebiasakan diri mengendalikan mereka. Dengan bantuan perut lapar, haus, badan lemas dan mata terkekang. Sungguh berat latihan ini akan tetapi jika berhasil, Allah telah menjanjikan hadiah besar yang belum pernah terbayangkan.

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Setiap amal perbuatan anak Adam - yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuhratus kali lipatnya. "Allah Ta'ala berfirman: "Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan kesyahwatannya, juga makanannya semata-mata karena ketaatannya pada perintahKu. Seseorang yang berpuasa itu mempunyai dua macam kegembiraan, sekali kegembiraan di waktu berbukanya dan sekali lagi kegembiraan di waktu menemui Tuhannya. Niscayalah bau bacin mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi"

Dengan kata lain Allah ingin menegaskan bahwa pahala puasa adalah urusan-Ku, jadi tidak perlu mengkhawatirkannya. Pahala puasa tidak dapat dibayangkan besarnya, jika shalat jama’ah dilipatkan 27 kali, jika amal lain dilipatkan sekian ratus kali, khusus untuk puasa Allah hanya akan memberikan sesuatu yang lain, yang jauh lebih besar dari hitung-hitungan semcam itu.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Jika demikian puasa kita, maka benar apa yang dinyatakan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah 183 bahwa tujuan puasa untuk menjadikan seorang hamba yang bertaqwa (la’allakum tattaqun).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai sekalian orang yang beriman! Diwajibkanlah puasa atas engkau semua sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang yang sebelum engkau semua itu, supaya engkau menjadi orang yang bertaqwa”

Seperti yang khatib terangkan bahwa kata taqwa itu sendiri yang secara harfiah bermakna takut, lebih condong pada usaha pencegahan diri dari melaksanakan berbagai larangan Allah. Berbeda dengan tha’at yang memiliki arti keta’atan dan ketundukan menjalankan berbagai perintah-Nya.

Barang siapa yang ingin bertaqwa kepada Allah swt, maka ia harus merasa takut akan neraka yang disediakan oleh-Nya untuk para pendosa. Dan barang siapa yang takut kepada ancaman siksa-Nya, secara otomatis ia akan menjauhi hal-hal yang dapat menariknya ke neraka. Karena setiap mereka yang takut pasti akan lari menjauh, dan siapa yang cinta pasti akan datang mendekat. Sebagai mana seorang yang takut akan ular, pasti akan menghindari ular. Siapa yang takut dengan singa pasti menjauh dari singa. Dan begitulah sebaliknya barang siapa yang mencintai keluarganya, ia pasti ingin selalu dekat dengan keluarganya. Barang siapa mencintai kekasihnya, tak mau ia jauh sedikitpun darinya. Demikian yang dikatakan Dzunnun al-Misry

كل خائف هارب وكل راغب طالب

Siapa yang takut pastilah akan menghindar (menjauh), dan siapa yang cinta pasti akan mencari (mendekat)

Akan tetapi, Maasyiaral Muslimin Rahimakumullah

Anehnya banyak orang yang takut dengan neraka dan berbagai siksanya, tetapi ia malah semakin mendekatinya. Dengan melakukan berbagai laku maksiat dan dosa. Dan itu semua dilakukannya dengan penuh kesadaran. Begitu pula sebaliknya. Banyak orang mengaku mencintai Allah, tapi malah semakin menjauh dari-Nya. semoga kita semua tidak termasuk golongan yang demikian.

 Oleh karena itu, pada akhir khutbah kali ini khatib mengingatkan untuk diri sendiri dan juga yang lain. Marilah kita bersama-sama memaknai ketaqwaan di bulan Ramadhan yang masih tersisa ini dengan melatih diri mengendalikan nafsu. Semoga Allah mempermudah latihan kita ini.

Ya Allah sesunguhnya ampunanmu lebih kami andalkan dari pada amal-amal yang kami lakukan, dan rahmatmu jauh lebih luas dibandingkan dosa kami. Oleh karena itu jikalau kami, hambamu ini belumlah pantas mengharapkan Rahmat-Mu. Namun karena ke agungan dan kebesaran-MU rahmat-Mu sangat pantas sekali menghampiri kami,

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ


Tidak ada komentar