Dosa Memutus Silaturahmi
Dosa Memutus Silaturahmi
Sebuah fatwa di dalam Fatawa Islamweb, yang diterbitkan pada 31 Oktober 2019, menerangkan tentang apa yang dimaksud memutus silaturahmi :
إن قطيعة الأرحام تكون بهجرهم، والإعراض عن الزيارة المستطاعة، وعدم مشاركتهم في مسراتهم، وعدم مواساتهم في أحزانهم، كما تكون بتفضيل غيرهم عليهم في الصلات والعطاءات الخاصة، التي هم أحق بها من غيرهم
“Memutus silaturahmi adalah dengan tidak bertegur sapa, tidak mengunjungi kerabat padahal mampu, tidak hadir di momen / acara bahagia keluarga, tidak datang menghibur di saat keluarga bersedih / mendapat musibah. Sebagaimana menyambung silaturahmi dapat diwujudkan dengan memprioritaskan keluarga dalam menjalin hubungan dan memberikan pemberian khusus daripada orang yang bukan keluarga. Karena keluarga memang lebih berhak mendapatkan kebaikan darDoi kita daripada orang lain.” (Islamweb.net)
Adapun hukuman bagi pelaku dosa memutus silaturahmi adalah :
Pertama, bisa kena laknat Allah
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ
Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمۡ وَأَعۡمَىٰٓ أَبۡصَٰرَهُمۡ
Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya. (QS. Muhammad: 22- 23)
Pada ayat di atas diterangkan, dosa yang menyebabkan datangnya laknat Allah kepada pelakunya dan menyebabkan dia tertutup mata hatinya dari hidayah, adalah memutus silaturahmi.
Kedua, sifatnya orang fasik.
Sebagaimana diterangkan dalam ayat suci berikut,
۞إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسۡتَحۡيِۦٓ أَن يَضۡرِبَ مَثَلٗا مَّا بَعُوضَةٗ فَمَا فَوۡقَهَاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلٗاۘ يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرٗا وَيَهۡدِي بِهِۦ كَثِيرٗاۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا ٱلۡفَٰسِقِينَ
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “Apakah maksud Allah dengan perumpamaan ini?” Dengan (perumpamaan) itu banyak orang yang disesatkanNya,dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik,
ٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مِيثَٰقِهِۦ وَيَقۡطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah: 26 – 27)
Di penghujung ayat Allah menyimpulkan, bahwa orang – orang yang berperilaku sejumlah perilaku yang di sebutkan, adalah orang fasik. Salahsatunya adalah orang yang memutus silaturahmi. Kemudian fasik adalah gelaran yang buruk yang diberikan oleh Al-Quran kepada orang – orang pendosa.
Ketiga, Allah memutus hubungan dengan orang – orang yang memutus tali silaturahmi.
Hadis dari Ummul Mukminin ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- berkata, “Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
الرَّحمُ معلَّقةٌ بالعرش تقولُ: مَن وصلني وصله اللهُ، ومَن قطعني قطعه الله
“Rahim menggantung di ‘Arsy, dia berkata, “Siapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan denganNya. Siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan denganNya.” (HR. Muslim)
Kemudian pula hadis dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, beliau berkata, “Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
إنَّ الله خلَق الخلْقَ، حتى إذا فرغ من خلقِه قالتِ الرَّحِمُ: هذا مقامُ العائذ بك من القطيعة قال: نعَم، أمَا تَرضَيْنَ أن أصِل مَن وصلَكِ، وأقطعَ مَن قطعَكِ؟ قالت: بلى يا ربِّ، قال: فهو لكِ»، قال رسول الله صلى الله عليه وسلَّم: «فاقرؤوا إن شِئتُمْ: {فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُم
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk. Dan jika telah usai darinya, rahim berdiri lalu berkata, ‘Ini adalah tempat berlindung dari pemutusan silaturahmi.’ Maka Allah berfirman, ‘Ya, bukankah kamu merasa senang aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu, dan akan memutus orang yang memutuskan denganmu?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Allah Ta’ala berfirman, ‘Demikian itu hakmu.” (HR. Muslim)
Satu lagi keterangan dari hadis Abdurrahman bin Auf -radhiyallahu’anhu-. Rasulullah -shallallahualaihi wa sallam- bersabda,
قال الله: أنا الرَّحمن، وهي الرَّحِم، شققتُ لها اسمًا من اسمي، مَن وصلها وصلتُه، ومن قطعها بتتُّه
“Allah berfirman, “Aku adalah Ar-Rahman. Ar-Rahman adalah rahim. Nama rahim Aku ambil dari namaku Ar-Rahman. Maka siapa yang menyambungnya, Aku akan menyambung hubungan dengannya. Namun siapa yang yang memutusnya, maka Aku akan memutus hubungan dengannya.” (HR. Abu Dawud, diniliai shahih oleh Syaikh Al-Abani)
Keempat, tidak akan masuk surga.
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- menyampaikan ancaman tegas kepada pemutus silaturahmi,
لا يدخل الجنة قاطع
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.”
Kata Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan makna hadis ini,
“لا يدخل الجنة قاطع” هذا الحديث يتأول تأويلين سبقا في نظائره في كتاب الإيمان أحدهما: حمله على من يستحل القطيعة بلا سبب ولا شبهة مع علمه بتحريمها فهذا كافر يخلد في النار ولا يدخل الجنة أبداً، والثاني: معناه ولا يدخلها في أول الأمر مع السابقين بل يعاقب بتأخره القدر الذي يريده الله تعالى
“Tidak masuk surga pemutus silaturahmi”, hadis ini dimaknai dua penafsiran, sebagaimana pemaparan dalam Bab Iman :
Yang pertama, hadis ini berlaku kepada orang – orang yang menghalalkan tindakan memutus silaturahmi tanpa sebab (uzur) atau syubhat. Padahal dia tahu memutus silaturahmi itu haram. Orang seperti ini kafir, kekal di neraka, tak akan masuk surga.
Kedua, dia tidak akan masuk surga begitu saja, bersama orang – orang yang terlebih dahulu masuk surga. Dia akan diazab dahulu diantara bentuknya dengan diakhirkan masuk surga, sesuai kehendak Allah.”
Kelima, dosa yang hukumannya disegerakan di dunia.
Dalilnya adalah hadis dari Abu Bakr, As-Shidiq -radhiyallahu’anhu-, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
ما من ذنب أجدر أن يعجل الله لصاحبه العقوبة في الدنيا مع ما يدخر له في الآخرة من البغي وقطيعة الرحم
“Tak ada dosa yang paling berpeluang datangnya hukuman Allah dengan segera di dunia, padahal diakhirat juga dia dapat jatah hukuman, daripada dosa berbuat baghi dan memutus silaturahmi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dan ini nyata terjadi di kehidupan kita. Anda dapati ada orang yang memutus hubungan dengan kakaknya, dengan adiknya, bahkan dengan orangtuanya, hidupnya selalu susah, hari – harinya suram, dihantui kegelisahan. Ditambah martabatnya jatuh di tengah masyarakat. Karena perbuatan dosanya sendiri.
Keenam, amal ibadahnya tidak akan diangkat kepada Allah.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata, “Aku pernah mendengar Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
إن أعمال بني آدم تعرض على الله تبارك وتعالى عشية كل خميس ليلة الجمعة فلا يقبل عمل قاطع رحم
“Amalan manusia dilaporkan kepada Allah -tabaraka wa ta’ala- setiap kamis malam atau malam jumat. Amal ibadah orang yang memutus silaturahmi tidak akan diterima oleh Allah.”
Post a Comment