Jangan Asal Menitipkan Anak Kepada Kakek Neneknya
Jangan Asal Menitipkan Anak Kepada Kakek Neneknya
Salah satu fenomena yang sering kita jumpai pada banyak keluarga adalah meminta bantuan orang tuanya untuk mengasuh anak-anak mereka. Bukan sekedar berkunjung sehari dua hari, tetapi secara permanen menitipkan anaknya pada kakek dan neneknya, sedangkan mereka sendiri sibuk untuk bekerja dan mencari uang sepanjang hari.
Ada beberapa pertimbangan mengapa lebih memilih menitipkan anak pada kakek dan nenek mereka ketimbang kepada orang lain. Di antaranya karena faktor biaya, menitipkan anak kepada kakek dan nenek cenderung lebih minim biaya dibandingkan ke baby sitter atau playground. Selain itu, alasan yang lebih sering digunakan adalah karena unsur kepercayaan dan keamanan. Kebanyakan orang tua lebih merasa aman dan nyaman jika anak-anak mereka dititipkan kepada kakek dan neneknya.
Memang benar, dari sisi keamanan akan lebih terjamin karena mereka masih bersama keluarganya. Namun ada dampak lain yang harus diperhatikan, terutama pada pembentukan karakter anak-anak jika setiap hari bersama kakek dan nenek mereka. Bagaimanapun juga ada perbedaan pola asuh antara orang tua zaman dulu dengan orang tua zaman sekarang, sehingga hal ini bisa berdampak tidak baik pada perkembangan emosi dan kejiwaan anak.
Umumnya kakek dan nenek bisa dikatakan akan memberikan rasa sayang yang berlebih kepada cucu-cucunya sehingga membuat mereka mudah mengabulkan apapun keinginan cucunya. Beda dengan orang tuanya yang punya sejumlah aturan untuk anak. Kondisi seperti ini akan berdampak pada sikap anak yang mudah marah jika suatu saat permintaannya tidak dikabulkan oleh ayah bundanya. Tentu ini adalah dampak yang tidak baik. Selain itu, ikatan emosional antara anak dan orang tua bisa menjadi lemah karena kebersamaan, sentuhan, dan kasih sayang yang diberikan minim.
Orang tua kita atau kakek dan nenek dari anak-anak kita juga sudah tidak muda lagi. Secara fisik maupun psikis, sudah bukan waktunya lagi mereka untuk mengasuh anak, sebab mengasuh anak itu sangatlah menguras emosi dan tenaga. Mereka sudah tidak siap menggendong lama, mengajak bermain kesana kemari, kalau sudah lelah ujung-ujungnya hape menjadi solusi.
Pertimbangan-pertimbangan ini harusnya menjadi perhatian bagi pasangan suami istri yang sering menitipkan anak mereka pada kakek dan neneknya. Jangan membebani orang tua lagi pada hal-hal yang mereka sudah tidak kuat lagi dan bukan tanggung jawab mereka. Padahal Allah telah memerintahkan kita untuk berbuat ihsan (baik) kepada kedua orang tua terutama jika sudah berumur lanjut, berkata lembut dengan mereka, dan tidak membebani mereka lagi. Allah berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْكِلاَ هُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada ma-nusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya.” (QS Al-Isra’: 23)
Terakhir, pengasuhan dan pendidikan anak adalah kewajiban orang tua, bukan kakek dan neneknya. Kelak, setiap orang tua akan dimintai pertanggungjawaban tentang anak-anak mereka. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829).
Post a Comment