ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS
ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS
Di anjurkan untuk memperbanyak dzikir pada
majlis-majlis pertemuan, serta dilarang duduk ditempat yang tidak disebut Nama
Allah I padanya, hal itu sebagaimana sabda Rasulullah r:
مَامِنْ
قَـوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ
قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ َوكَانَ لَهُمْ حَسْرَةٌ
"Tidaklah
sekelompok kaum beranjak dari tempat duduknya yang tidak disebutkan di dalamnya
nama Allah, melainkan seakan mereka beranjak dari bangkai keledai dan mereka
berada dalam kerugian".[1]
·
Ada jeda waktu dalam memberikan nasehat dalam
majlis sebab dikhawatirkan akan membosankan. Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud t
sesungguhnya ia menyampaikan ceramah setiap hari kamis, kemudian seseorang
berkata kepadanya: "Wahai Abu Abdur Rahman kami sangat menyukai dan
menyenangi mendengarkan ceramahmu. Kami berharap seandainya engkau menyampaikan
ceramahmu setiap hari, kemudian ia berkata: "Tidak ada halangan bagiku
untuk berceramah setiap hari kepada kalian, akan tetapi aku takut kalian bosan,
sesungguhnya Rasulullah r memberikan jeda waktu dalam memberikan nasehat kepada kami karena
takut membosankan kami.
·
Memilih teman yang baik untuk duduk
bersamanya, sebagaimana sabda Nabi r:
اَْلمَرْءُ
عَلىَ دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَاِللْ
"Kebaikan agama seseorang sangat
tergantung pada agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian
melihat siapakah yang menjadi sahabat karibnya".[2]
·
Mengucapkan salam kepada orang yang ada dalam
majlis tatkala masuk dan keluar darinya, sebagaimana sabda Nabi r:
إِذِا اْنتَهَى
أَحَدُكُمْ إِلَى مَجْلِسٍ فَلْيُسَلِّمْ فَإِنْ بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ
فَلْيَجْلِسْ ثُمَّ إِنْ قَامَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلَى بِأَحَقَّ
مِنَ اِلآخِر
"Bilamana
kalian telah sampai pada sebuah majlis hendaklah mengucapkan salam, dan apabila
ingin duduk maka duduklah, kemudian apabila ingin pergi maka ucapkanlah salam,
sebab bukanlah yang pertama itu lebih berhak daripada yang terakhir".[3]
·
Di makruhkan membangunkan seseorang dari
tempat duduknya kemudian dia menempati tempat duduk tersebut, karena ada hadits
Rasulullah r:"Melarang seseorang membangunkan orang lain
yang sedang duduk (dari tempatnya yang semula) kemudian dia duduk
padanya, akan tetapi bergeserlah dan berlapanglah".[4]
Ibnu Umar t membenci orang yang
membangunkan orang yang sedang duduk kemudian ia menempati tempat itu.
·
Berlapang-lapang dalam majlis sesuai dengan
keumuman firman Allah I:
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ
آمَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِي اْلمَجَالِسِ فَافْـسَحُوْا
يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman
bilamana dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis" maka
lapangkanlah niscaya Allah memberikan kelapangan untukmu".[5]
·
Tidak diperbolehkan memisahkan dua orang
melainkan atas seizin mereka berdua sebagaimana sabda Rasulullah r:
لاَ يَحِلُّ
ِلرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اْثنَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا
"Tidak halal bagi seseorang memisahkan dua orang melainkan
atas izin mereka berdua".[6]
·
Duduk pada tempat di mana dia sampai padanya,
sebagaimana perkataan Jabir bin Abdullah semoga Allah meridhai mereka berdua:
"Bilamana kami mendatangi Rasulullah r maka salah seorang diantara kami duduk pada tempat dia sampai
padanya".[7]
Dan Ibnu Umar t bilamana seseorang berdiri untuknya dari majlisnya maka ia tidak
mau duduk pada tempat tersebut.
·
Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat yang
paling luas, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abdur Rahman bin Abi Amrah Al
Ansori beliau berkata: Abu Said Al Khudriy mengantar jenazah, dia telah datang
terlambat di mana oang-orang telah menempati tempat duduknya masing-masing,
ketika orang-orang melihat kedatangannya
mereka segera menyingkir dari tempat tersebut sehingga sebagian orang berdiri
untuk memberikan tempat duduk baginya, lalu ia berkata: Janganlah (engkau hal
lakukan hal ini) sesungguhnya aku mendengar Rasaulullah r bersabda:
خَيْرُ
الْمَجَاِلسِ أَوْسَعُهَا ثُمَّ تَنَحَّى فَجَلَسَ فَي مَجْلِسٍ وَاسِعٍ
((Sebaik-baik tempat duduk adalah tempat
yang paling luas)) kemudian dia menjauh dan duduk di tempat yang luas".[8]
·
Dilarang mendengarkan pembicaraan orang lain
tanpa seizin orang yang bersangkutan, sebagaimana sabda Rasulullah r bersabda:
وَمَنِِِ
اسْتَمَعَ إِلَى قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ أَوْ يَفِرُّوْنَ مِنْهُ صُبَّ
فِي أُذُنِهِ اْلآنُكَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
"Barang siapa yang
mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedangkan mereka membencinya atau beranjak
darinya niscaya dituangkan pada kedua telinganya timah mendidih di hari
kiamat"[9]
·
Ada beberapa posisi duduk yang dilarang
seperti:
seseorang
meletakkan tangan kirinya dibelakang punggungnya, lalu bersandar pada daging
tangan kanannya, yaitu pangkal ibu jari;
Rasulullah r menyebutnya sebagai duduknya orang-orang yang dimurkai (Yahudi)[10] juga dilarang duduk di
bawah bayang-bayang matahari, sebab tempat tersebut adalah tempat duduknya
setan.[11]
·
Dilarang banyak tertawa, sebagaimana hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah r bersabda:
لاَ
تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
"Janganlah banyak tertawa sebab banyak
tertawa dapat mematikan hati".[12]
·
Dilarang berbisik-bisik dengan dua orang
dengan menghiraukan orang ke tiga sebagaimana sabda Rasulullah r:
لاَ
َيتَنَاجَ اْثَنَانِ دُوْنَ الثَّالِثِ فَإِنَّ ذلِكَ يُخْزِنُهُ
"Janganlah dua orang berbisik-bisik
dengan meninggalkan orang ketiga sebab hal itu dapat membuatnya sedih".[13]
التناجي
adalah dua orang berbicara dengan bisik-bisik dengan menghiraukan orang ketiga.
·
Dimakruhkan bersendawa di depan orang lain,
sebagaimana dalam hadits bahwasanya seseorang bersendawa di samping Rasulullah r kemudian beliau bersabda:
كُفَّ عَنَّا جَشَاءَكَ فَإِنَّ
أَكْثَرَهُمْ شَبْعًا فِي الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوْعًا يَوْمَ اْلِقَياَمَةِ
"Tahanlah
bersendawamu dari kami, sebab sesungguhnya mereka yang paling banyak kenyang di
dunia dan akan paling lama lapar di
akhirat".[14]
·
Tidak banyak menoleh ke segenap penjuru
majlis sehingga menjadi perhatian orang lain.
·
Termasuk adab dalam duduk adalah tidak
menjulurkan kaki dihadapan orang banyak kecuali ada uzur atau halangan.
·
Imam Bukhari rahimahullah berkata: (Babu
Ma Yukarohu Minas Samri Ba'dal Isya'/Bab dimakruhkan bercakap-cakap
setelah shalat Isya) kemudian beliau membawakan hadits Abi Barzah Al Aslami
radhiallahu anhu bahwasannya Nabi r
membenci tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. (yaitu setelah sholat
Isya.Yang dimaksud dengan bercakap-cakap dalam terjemahan diatas adalah
bercakap-cakap dalam perkara yang diperbolehkan, sebab perkara yang haram tidak
dikhususkan dengan setelah sholat Isya bagi larangan perbuatan tersebut, bahkan
haram membicarakannya di setiap saat. Umar bin khottob radhiallahu anhu pernah
memukul seorang yang melakukan hal itu sambil berkata: Apakah pantas kau
bercakap-cakap pada permulaan malam kemudian tertidur pada akhir malam".[15]
·
Disunnahkan menutup majlis dengan do'a
kafarotul majlis sebagaimana sabda Rasulullah r:
مَنْ جَلَسَ فَي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيْهِ لَغَطُهُ فَقَالَ
قَبْلَ أَنْ يَقُوْمَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ
إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ
إِلَيْكَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ لَهُ مَاكَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذلِكَ.
"Barang siapa yang duduk disuatu majlis
yang didalamnya terdapat banyak senda guraunya kemudian berdo'a sebelum
beranjak:
يَقُوْمَ سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
((Maha
suci Engkau ya Allah dengan segala puji bagimu aku bersaksi tiada tuhan yang
berhak disembah selain Engkau aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu))
melainkan Allah
akan menghapus segala kesalahan yang ada di
majlis tersebut"[16]
[1] HR Abu Daud no: 4855 berkata Al Albani Hadits
ini hadits shahih
[2] HR Abu Daud no:4833 dan dihasankan oleh
Al Albani
[3] HR At Tirmidzi no:2706 ia berkata hadits ini
hadits hasan. Berkata Al Albani hadits ini
hasan shahih
[4] HR Bukhari no:6270 dengan memakai lafadz
darinya.
[5] QS Al Mujadalah : 11
[6] HR Abu Daud no: 4845 dan Al Albani
berkata:Hadits ini Hasan shahih
[7] HR Abu Daud no: 4825 dan dishahihkan oleh Al
Albani
[8] Al Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab
silsilah hadits shahih
[9] HR Bukhari no: 7042 dengan memakai lafadz
darinya
[10] HR Ahmad no:18960 dan Abu Daud 4848 serta di
shahihkan oleh Al Albani
[11] Silsilah hadits shahihah no:838
[12] HR Ibnu Majah no:4193 dan dishahihkan oleh Al
Albani no:3400
[13] HR.Bukhari no:6288 Muslim no:2183
[14] HR. At-Tirmidzi no: 2478 dan di hasankan oleh
Al-Albani no:3413
[15] Fathul Bari Ibnu Hajr Juz 2 hal 73
[16] Shohih kalim tayyib karangan Syekh Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah yang di petik oleh Muhamad Nasirudin Al Albani
Post a Comment