BATASAN TAAT KEPADA ORANG TUA
BATASAN TAAT KEPADA ORANG TUA
Secara umum kita diperintahkan taat kepada orang
tua. Wajib taat kepada kedua orang tua baik yang diperintahkan itu sesuatu yang
wajib, sunnah atau mubah. Demikian pula bila orang tua melarang dari perbuatan
yang haram, makruh atau sesuatu yang mubah kita wajib mentaatinya. Lebih dari
itu, kita juga wajib mendahulukan berbakti kepada orang tua dari pada perbuatan
wajib kifayah dan sunnah. Mengenai hal diatas para ulama telah beristimbat dari
kisah Juraij yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. "Artinya :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu katanya, "Seorang yang
bernama Juraij sedang mengerjakan ibadah di sebuah sauma (tempat ibadah). Lalu
ibunya datang memanggilnya, "Humaid berkata, "Abu Rafi' pernah
menerangkan kepadaku mengenai bagaimana Abu Hurairah meniru gaya ibu Juraij
ketika memanggil anaknya, sebagaimana beliau mendapatkannya dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu dengan meletakkan tangannya di bagian
kepala antara dahi dan telinga serta mengangkat kepalanya, "Hai Juraij !
Aku ibumu, jawablah panggilanku'. Ketika itu perempuan tersebut mendapati
anaknya sedang shalat. Dengan keraguan Juraij berkata kepada diri sendiri, 'Ya
Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi Juraij telah memilih untuk meneruskan
shalatnya. Tidak berapa lama selepas itu, perempuan itu pergi untuk yang kedua
kalinya. Beliau memanggil, 'Hai Juraij ! Aku ibumu, jawablah panggilanku'.
Juraij bertanya lagi kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'.
Tetapi beliau masih lagi memilih untuk meneruskan shalatnya. Oleh karena
terlalu kecewa akhirnya perempuan itu berkata, 'Ya Allah, sesungguhnya Juraij
adalah anakku. Aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata ia enggan
menjawabnya. Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum ia mendapat fitnah
yang disebabkan oleh perempuan pelacur'. Pada suatu hari seorang pengembala
kambing sedang berteduh di dekat tempat ibadah Juraij yang letaknya jauh
terpencil dari orang ramai. Tiba-tiba datang seorang perempuan dari sebuah dusun
yang juga sedang berteduh di tempat tersebut. Kemudian keduanya melakukan
perbuatan zina, sehingga melahirkan seorang anak. Ketika ditanya oleh orang
ramai, 'Anak dari siapakah ini ?'. Perempuan itu menjawab. 'Anak dari penghuni
tempat ibadah ini'. Lalu orang ramai berduyun-duyun datang kepada Juraij.
Mereka membawa besi perajang. Mereka berteriak memanggil Juraij, yang pada
waktu itu sedang shalat. Maka sudah tentu Juraij tidak melayani panggilan
mereka, akhirnya mereka merobohkan bangunan tempat ibadahnya. Tatkala melihat
keadaan itu, Juraij keluar menemui mereka. Mereka berkata kepada Juraij.
'Tanyalah anak ini'. Juraij tersenyum, kemudian mengusap kepala anak tersebut
dan bertanya. 'Siapakah bapakmu?'. Anak itu tiba-tiba menjawab, 'Bapakku adalah
seorang pengembala kambing'. Setelah mendengar jawaban jujur dari anak
tersebut, mereka kelihatan menyesal, lalu berkata. 'Kami akan mendirikan tempat
ibadahmu yang kami robohkan ini dengan emas dan perak'. Juraij berkata, 'Tidak
perlu, biarkan ia menjadi debu seperti asalnya'. Kemudian Juraij
meninggalkannya". [Hadits Riwayat Bukhari -Fathul Baari 6/476, dan Muslim
2550 (8)].
Kisah di atas diceritakan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sedang menjelaskan tentang tiga orang yang
dapat berbicara sewaktu kecil, yang pertama adalah Isa bin Maryam yang
berbicara ketika masih bayi, kedua Ashabul Ukhdud yang tercantum dalam surat
Al-Buruj dan ketiga adalah kisah Juraij ini. Pada hadits ini Juraij melihat
wajah pelacur karena do'a ibunya setelah Juraij tidak memenuhi panggilannya
dengan sebab tetap mengerjakan shalat sunnah. Para ulama beristimbat dengan
hadits ini bahwa shalat sunnah harus dibatalkan untuk memenuhi panggilan ibu.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwa taat kepada kedua orang tua
harus didahulukan dari ibadah sunnah, lebih ditekankan lagi apabila orang tua
kita menyuruh kita untuk melakukan ibadah yang bersifat sunnah atau wajib
kifayah [Bahjatun Nazhirin I/347]
Ibnu Hazm berkata, "Tidak boleh jihad kecuali dengan izin kedua orang tua
kecuali kalau musuh itu sudah ada di tengah-tengah kaum muslimin maka tidak
perlu lagi izin" [Al-Muhalla 7/292 No. 922]
Kata Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau mengatakan bahwa izin itu
harus didahulukan daripada jihad kecuali kalau sudah jelas wajibnya jihad dan
musuh sudah berada ditengah-tengah kita maka didahulukan jihad. Para ulama
membawakan beberapa hadits bahwa selama jihad tersebut fardhu kifayah maka
harus didahulukan berbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa'i dari Abdullah bin Amr
bin 'Ash.
"Artinya : Seseorang datang
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta izin untuk jihad.
Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Apakah bapak ibumu
masih hidup ?" orang itu menjawab, "Ya" maka kata Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Hendaklah kamu berbakti kepada
keduanya" [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim 5/2529 Abu Dawud 2529, Nasa'i,
Ahmad 2/165, 188, 193, 197 dan 221]
Juga yang diriwayatkan oleh
Muslim (no. 2549) dari Abdullah bin Amr bin 'Ash.
"Artinya : Ada yang datang
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasullullah aku berbaiat
kepadamu untuk hijrah dan berjihad ingin mencari ganjaran dari Allah".
Kata Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, "Apakah kedua orang tuamu
masih hidup ?", kata orang tersebut "Bahkan keduanya masih
hidup". "Apakah engkau mencari ganjaran dari Allah ?. "Orang itu
menjawab, "Ya aku mencari ganjaran dari Allah". "Kembali kepada
kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada keduanya". Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menyuruhnya pulang" [Hadits Riwayat Muslim No. 2549]
Dalam riwayat lain yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan
Nasa'i, dikatakan : "Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan berkata, "Ya Rasulullah saya akan berba'iat kepadamu
untuk berhijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan
menangis". Kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Kembali
kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah
membuat keduanya menangis" [Hadits Riwayat Abu Dawud 2528, Nasa'i dalam
Kubra, Baihaqi dalam Hakim 4/152]
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Nasa'i dengan sanad yang hasan dari Muawiyah bin Jaa-Himah: "Jaa-Himah
Radhiyallahu 'anhu datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
"Ya Rasulullah aku ingin perang dan aku datang kepadamu untuk
musyawarah". Kemudian kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Apakah kamu masih mempunyai ibu?". Kata orang ini, "Ibu saya
masih hidup". Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Hendaklah
kamu tetap berbakti kepada ibumu karena sesungguhnya surga berada di kedua
telapak kaki ibu" [Hadits Riwayat Nasa'i, Hakim 2/104, 4/151, Ahmad 3/329]
Dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam
kitabnya Al-Mughni beliau mengatakan kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan tentang beberapa hadits ini ketika disebutkan jihad, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh anak ini untuk meminta izin kepada kedua
orang tua. Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Sesungguhnya berbakti
kepada kedua orang tua adalah fardlu 'ain didahulukan daripada fardhu kifayah"
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta
Post a Comment