DAKWAH PENYATUAN AGAMA : SEBUAH UPAYA MEMBATALKAN KE-ISLAMAN
DAKWAH PENYATUAN AGAMA : SEBUAH UPAYA MEMBATALKAN KE-ISLAMAN
Alhamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad,
keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Amma ba’du,
Sesungguhnya
Allah telah mengutus para Rasul-Nya semua, semenjak dari yang pertama (Nabi Nuh
‘Alaihis Salam)
sampai yang terakhir (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), dengan satu agama yang sama,
yaitu agama Islam.
Inti dari agama Islam itu sendiri
adalah beribadah semata-mata hanya kepada Allah, tanpa menyekutukan-Nya.
Sekaligus berupaya untuk meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, serta
berlepas diri darinya. Inilah hakikat dari makna ikhlas atau memurnikan agama hanya
kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan agama kepada-Nya.”
[QS.Az-Zumar:2].
Termasuk dalam hakikat keislaman itu,
adalah dengan menta’ati Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan para Rasul-Nya.
Hal ini didasari dengan petunjuk dari ayat-ayat berikut :
“dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu”. [QS.An-Nahl:36].
“dan Kami tidak mengutus seorang
Rasul-pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku. Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” ”
[QS. Al-Anbiya : 25].
“(26) dan ingatlah ketika Ibrahim
berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab
terhadap apa yang kamu sembah.” (27) “ tetapi (aku menyembah) Tuhan yang
menjadikanku, karena Sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.”
[QS.Az-Zukhruf : 26-27].
Dan lagi, yang merupakan esensi dari
agama Islam itu adalah, kandungan makna “Laa ilaha illallah” atau “Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah”. Yakni, dengan cara pengingkaran
terhadap thaghut, dan beriman kepada Allah. Inilah yang dimaksud dengan al-‘Urwatul-Wutsqa
atau “Tali Buhul yang Kuat-Kencang”, dan dapat disebut sebagai Kalimatut-Taqwa.
Allah Ta’ala berfirman, “karena itu,
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut, dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS.Al-Baqarah :
256].
Adapun
dalil argumentasi, yang menunjukkan bahwa agama para Rasul itu, bernama agama
Islam, adalah sebagai berikut:
Firman
Allah Ta’ala, tentang Nuh ‘alaihis salam, “dan aku disuruh supaya aku
termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya).”
[QS.Yunus:72].
Tentang
Ibrahim dan Ya’qub –alaihimas-salam– : “dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub : (Ibrahim berkata) “Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” [QS. Al-Baqarah:132].
Mengenai Musa ‘Alaihis Salam, “berkata
Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.” [QS.
Yunus: 84].
Dan Firman-Nya tentang al-Hawariiyin
atau para pengikut Nabi Isa ‘Alaihis Salam : “ Kami beriman kepada
Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah
diri.” [QS.Ali ‘Imran : 52].
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
telah menegaskan bahwa agama yang diakui di sisi-Nya hanyalah agama Islam. Dan
sesungguhnya Dia tidak menerima agama apapun selain agama Islam.
Firman
Allah : “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”
[QS. Ali ‘Imran:19]. Dan firman-Nya, “(85) Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS.Ali ‘Imran :85].
Maka
dapat diketahui dengan jelas, bahwa barangsiapa yang keluar dari agama para
Rasul, otomatis orang tersebut kafir dan merugi di dunia maupun akhirat. Baik
keluarnya orang tersebut (murtad) disebabkan pengingkaran dan pendustaan,
keragu-raguan, atau sikap kesombongan dan gengsi tidak mau menerima seruan
dakwahnya para rasul, walaupun ia membenarkan dalam hatinya.
Sebagaimana
firman Allah, “karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi,
orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” [QS.Al-An’am :33].
Dan juga Firman-Nya, mengenai fir’aun dan kaumnya : “dan mereka
mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka). Padahal hati mereka
meyakini (kebenaran)-nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang
berbuat kebinasaan” [QS.An-Naml : 14].
Dengan demikian, semakin jelas pula
bahwa para Rasul dan para pengikutnya itu adalah orang-orang Islam.
Dan wajib diketahui pula, bahwa
diantara prinsip-prinsip keimanan itu, adalah beriman kepada seluruh Rasul.
Maka, barangsiapa yang beriman kepada sebagian mereka, dan tidak mengimani yang
lain, tidaklah termasuk orang beriman atau pun orang Islam. Bahkan, ia dapat
disebut sebagai pendusta terhadap keseluruhan Rasul-rasul tersebut.
Oleh
karena itu, Allah ber-firman:
“kaum
Nuh telah mendustakan para Rasul.” [QS. As-Syu’araa: 105].
“kaum ‘Aad telah mendustakan para
Rasul.” [QS. As-Syu’araa: 123].
“ (150)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir).” “(151) merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” [QS. An-Nisaa’:
150-151].
“Rasul telah beriman kepada al-Quran
yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
dan rasul-rasul-Nya, (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”. [QS. Al-Baqarah:
285].
Dan diantara dalil dari Quran maupun
Sunnah, yang menunjukkan bahwa agama para Rasul itu adalah satu, adalah
firman-Nya :
“(51) Hai rasul-rasul, makanlah dari
makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” “(52) Sesungguhnya (agama Tauhid)
ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu. Maka
bertakwalah kepada-Ku.” [QS. Al-Mu’minuun :51-52].
Sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam,
“Aku adalah manusia yang paling utama (dan terdekat) dengan Isa bin Maryam,
baik di dunia maupun di akhirat. Para Nabi itu adalah bersaudara, hanya ibunya
saja yang berbeda.” Hadits disepakati Bukhari-Muslim.
Hal
ini menegaskan lagi, bahwa agama para rasul itu adalah satu. Oleh karenanya,
rasul yang terdahulu memberitakan tentang rasul yang selanjutnya, dan
mengimaninya. Begitu pula sebaliknya, rasul yang terkemudian membenarkan dan
mengimani rasul yang sebelumnya. Sebagaimana firman Allah,
“dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu
Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu, membenarkan kitab sebelumku. Yaitu Taurat dan memberi khabar gembira
dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad
(Muhammad).” [QS. As-Shof : 6].
Selanjutnya, mengenai umat-umat para rasul
itu, yang paling banyak penyebutannya di dalam Al-Quran, adalah ummat Bani
Israel atu Bani Ya’qub alaihis salam. Ini disebabkan karena sebelum
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jalur mata-rantai silsilah
kenabian ada pada mereka. Dan posisi Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimas-salam,
adalah yang tertinggi di antara nabi-nabi Bani Israil tersebut. Keduanya
sungguh merupakan Ulul-‘Azmi (rasul-rasul yang memiliki tekad yang kuat,
walaupun diuji dengan cobaan yan sangat berat) diantara para Rasul. Dan kepada
mereka berdua, Allah turunkan kitab Taurat dan Injil.
Mengenai cerita dan berita tentang
kedua rasul ini, sungguh telah Allah sajikan informasinya secara lengkap
terperinci, mulai dari masa pertumbuhannya, masa diutus keduanya menjadi rasul,
dan termasuk perihal kehidupan Bani Israel bersama keduanya. Dan sebenarnya
para Nabi dari kalangan Bani Israel, sepeninggal Nabi Musa ‘Alaihis
Salam,
tetap berpegang pada Kitab Suci Taurat. Masa ini berlaku sampai kedatangan Nabi
Isa ‘Alaihis Salam,
yang diutus untuk membenarkan Kitab Taurat, sekaligus menghapus dan mengganti
sebagian hukum-hukum yang terdapat di dalamnya.
Allah ber-firman, “Sesungguhnya Kami
telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah.” [QS. Al-Maidah : 44].
Dan firman-Nya tentang ‘Isa al-Masih ‘alaihis
salam, “dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang
sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan
untukmu.” [QS.Ali-Imran : 50].
Adapun
orang-orang yang beriman kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam, yang memutuskan
perkara mereka dengan aturan Syari’at Taurat, maka mereka itu adalah
orang-orang Muslim atau beragama Islam yang sebenarnya. Hal ini berlaku sampai
datangnya Nabi Isa bin Maryam, maka siapa yang beriman kepadanya lalu
mengikutinya, itulah orang Muslim. Namun, jika ada yang mendustakannya, maka ia
pun telah Kafir.
Para
pengikut Nabi Musa ‘Alaihis Salam, dan orang-orang yang beriman
kepadanya, dikenal dengan sebutan Yahudi. Sehingga ketika Nabi Isa ‘Alaihis
Salam
datang, maka para pengikutnya disebut Nashara. Sementara penyebutan nama
Yahudi, berlaku bagi orang yang kafir, atau ingkar kepada Nabi Isa ‘Alaihis
Salam.
Oleh
sebab itu, Bani Israel itu terbahagi dalam dua kelompok : Yahudi dan Nashara.
Lalu, dari setiap kelompok tadi, ada orang yang beriman (mukmin), dan ada pula
yang kafir. Dan penjelasan mengenai hal ini, sebenarnya telah Allah jelaskan
dengan terperinci, dalam Al-Quran, baik kelompok yang mukmin atau yang kafir.
Begitu pula penjelasan tentang hal-hal yang menyebabkan kekufuran orang yang
kafir.
Selanjutnya,
mengenai Yahudi, dan berbagai hal yang menyebabkan kafirnya mereka itu, adalah
: karena tindakan penyelewengan mereka terhadap Kitab Suci Taurat, pembunuhan
Nabi-nabi, dan perkataan mereka, “’Uzair adalah anak-Allah”. Begitu juga
pendustaan mereka terhadap Nabi Isa ‘Alaihis Salam dan penutup para Nabi, yaitu
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dengan
demikian, mereka telah mengumpulkan berbagai macam kekafiran. Dan untuk itulah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ (89) dan setelah datang kepada mereka
Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Padahal
sebelumnya mereka biassa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan
atas orang-orang kafir. Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka
ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang
yang ingkar itu.” “(90) alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang
menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan
Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya, karena itu mereka mendapat murka sesudah
(mendapat) kemurkaan dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.”
[QS. Al-Baqarah : 89-90].
Sedangkan
mengenai Nashara, maka diantara penyebab kekafiran mereka, adalah menuhankan
Al-Masih (Isa) dan ibunya (Maryam); dan perkataan mereka bahwa “Isa Al-Masih
itu adalah putra Allah”, juga perkataan bahwa “Allah itu adalah pihak yang
ketiga dari yang tiga”. Kemudian, sikap mereka yang mendustakan Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam,
sebagai penutup para Nabi dan Rasul.
Untuk hal ini, Allah telah berfirman,
“(72) Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya
Allah ialah al-Masih putera Maryam”. Padahal al-Masih (sendiri) berkata: “Hai
Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolong pun.” “(73) Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang
yang berkata: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”. Padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa, jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang yang kafir
diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [QS. Al-Maidah : 72-73].
Dan
sungguh Allah Ta’ala telah menginformasikan pula dalam Kitab-Nya Al-Quran,
mengenai tertipunya masing-masing kelompok (Yahudi dan Nashara) dengan diri
mereka sendiri. Begitu pula dengan aksi celaaan mereka, yang satu terhadap yang
lain. Dan juga aksi saling mengaku-ngaku
keistimewaan masing-masing, diatas klaim bahwa petunjuk-kebenaran ada padanya,
dan bahwa keistimewaan untuk memasuki surga hanya ada pada mereka, bukan yang
lain.
Hal
ini tergambar jelas dalam firman-Nya, sebagai berikut:
“
(111) dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk
surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu
(hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. “ (112) (tidak demikian)
bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [QS. Al-Baqarah
:111-112].
“dan orang-orang Yahudi berkata:
“Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang
Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan”, padahal
mereka (sama-sama) membaca Al-Kitab.” [QS. Al-Baqarah: 113].
“dan mereka berkata: “Hendaklah kamu
menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”.
Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan
bukanlah Dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” [QS. Al-Baqarah :
135].
Klaim
pengakuan orang Yahudi, bahwa mereka ada diatas agama Ibrahim, dan bahwa
Ibrahim itu adalah beragama Yahudi. Begitu pula, dengan pihak Nashara, mereka
melakukan klaim yang sama. Namun, ternyata Allah Ta’ala membantah pernyataan
mereka semua, dalam firman-Nya :
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan
bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus lagi
berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia termasuk golongan
orang-orang musyrik.” [QS. Ali Imran : 67].
“Sesungguhnya
orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan
Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan
Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” [QS. Ali Imran :
68].
Dari
sini, dapat diketahui bahwa para pemeluk agama yang tiga -Yahudi, Nashara, dan
kaum Muslimin- mencoba bersepakat untuk mengagungkan Nabi Ibrahim ‘Alaihis
Salam,
dan mencoba untuk menempelkan kedekatan
mereka kepadanya. Namun, ternyata Allah telah membatalkan klaim
pengakuan Yahudi dan Nashara tersebut, dan memutuskan bahwa sebenarnya yang
paling dekat dengan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam adalah orang-orang yang
mengikutinya dalam bertauhid (mengesakan Allah), dan melepaskan tanggung-jawab
dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat kemusyrikan.
Dan
yang paling dekat dengan Ibrahim ‘Alaihis Salam juga adalah Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam,
beserta orang-orang yang beriman kepadanya. Karena inti dari Millah (agama)
Ibrahim ‘Alaihis Salam adalah sama dengan yang
diperintahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana firman Allah : “kemudian
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”
dan buktikanlah Dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
[QS.An-Nahl : 123].
Jadi,
kaum Muslimin itulah yang sebenarnya berada pada Millah (agama) Nabi Ibrahim ‘Alaihis
Salam,
bukannya Yahudi ataupun Nashara. Untuk itulah, Allah Ta’ala berfirman, “dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam Al-Quran
ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi
saksi atas segenap manusia.” [QS. Al-Hajj : 78].
Demikianlah
berlangsung masa-masa yang dilalui oleh kaum Muslimin, diatas keyakinan
(I’tiqad) yang mantap seperti ini, yakni bahwa agama Islam itulah yang menjadi
agama yang haq, yang tidak Allah terima dan ridhoi satu agama pun selain-nya.
Dan bahwa setiap orang yang tidak masuk ke dalam agama Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka otomatis dia kafir, dan
pasti masuk neraka. Jika ia mati dalam kekafirannya, tentu akan kekal
selama-lamanya di neraka.
Untuk
itu, Allah Ta’ala telah mewajibkan dakwah untuk mengajak manusia secara
keseluruhan, baik itu Yahudi, Nashara, atau yang lainnya, masuk ke dalam agama
Islam. Dan juga Allah perintahkan untuk memerangi mereka, dalam rangka
meninggikan Kalimat-Allah dan agama-Nya, agar masuk ke dalam agama Islam ini
siapa yang dikehendaki oleh-Nya, atau tunduk kepada penguasa yang haq.
Firman-Nya,
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran)
dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrikin tidak menyukai.” [QS. At-Taubah : 33].
Dan masih saja peperangan antara kaum
Muslimin dengan musuh-musuh mereka, berkobar tanpa henti, mengikuti pergiliran
waktu dan masa. Dan Allah pun memberikan pertolongan-Nya, kepada orang-orang
yang mau menolong agama-Nya. Sebagaimana firman Allah, “ (7) Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
“(8) dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah
menyesatkan amal-amal mereka.” [QS. Muhammad : 7-8].
Adapun yang terjadi pada beberapa kurun
waktu terakhir, betapa beratnya cobaan yang menimpa agama Islam dan kaum
Muslimin. Hal ini terbukti dengan makin meluasnya wilayah penguasaan Nashara
terhadap negeri-negeri kaum Muslimin. Ditambah lagi, dengan munculnya
pemimpin-pemimpin yang mengaku beragama Islam, tetapi loyalitasnya diserahkan
kepada pihak Nashara.
Maka,
tatkala hilang pergi penjajah militer, dari negeri-negeri kaum Muslimin, masih
pula ada yang tertinggal bentuk penjajahan lainnya, di bidang pemikiran,
seperti dalam dunia pendidikan, dan informasi,
begitu juga merambah ke segala aspek bidang kehidupan. Semuanya itu
dioperasionalisasikan oleh orang-orang yang bersikap mengekor kepada
negara-negara Barat yang Kafir.
Tentu
saja, hal ini disebabkan oleh kebodohan mereka terhadap hakikat yang paling
esensial dari Agama Islam itu sendiri, dan jauhnya mereka dari penerapan
syari’at dan hukum-hukumnya kepada diri mereka sendiri, apalagi terhadap bangsa
mereka dalam masalah itu. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menimpakan kehinaan
kepada mereka, dan memberikan negeri-negeri Kafir itu kemampuan untuk dapat
menguasai mereka.
Negeri-negeri
Kafir yang Dzalim seperti Amerika, yang selalu menebar janji, dan memberikan
ancaman, serta harapan-harapan kosong kepada mereka. Amerika juga menjadikan
dirinya sebagai polisi-pelindung bagi negeri-negeri mereka, bahkan berani turut
campur dalam berbagai urusan dalam negeri-negeri tersebut, dengan
mengatas-namakan “Tugas Perserikatan Bangsa-bangsa”. Sehingga pada hakikatnya,
Amerika ini telah menjadi “Pemimpin yang Berkuasa”, yang pada gilirannya,
mereka akan menjadikannya sebagai sumber hukum didalam memecahkan problem dan
urusan mereka.
Sebagai
contoh yang aktual, adalah dalam persoalan negara Palestina. Dimana tidak ada
negeri-negeri Arab, maupun kaum Muslimin lainnya, yang mampu untuk dapat
menyelesaikannya. Dan memang, tidak ada penyelesaian yang tepat baginya,
kecuali ber-jihad memerangi Negara Yahudi itu dari luar Palestina. Hal ini
tentu tidak memerlukan “waktu-tunggu” dan restu lagi dari orang-orang yang
semacam itu , akan tetapi sebenarnya Allah Ta’ala sendiri telah berfirman,
“Ingatlah,
kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah,
maka diantara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia
hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri, dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan
kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya), dan jika kamu berpaling
niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan
seperti kamu ini.” [QS. Muhammad : 38].
Inilah janji Allah, dan pasti Allah itu
tidak mungkir janji. Dan tidak perlu juga ditunggu kemenangan itu kecuali
dengan melengkapi syarat-syaratnya yang telah disebut dalam firman-Nya, “ (7) Hai
orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” “ (8) dan orang-orang yang kafir, maka
kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka.” [QS.
Muhammad : 7-8].
Selanjutnya,
dari bekas-bekas penjajahan militer kaum Nashara terhadap negeri-negeri kaum
Muslimin, pada masa lampau. Ataupun pelaksanaan berbagai rencana strategis
mereka, pada masa kini, yang berada di tangan orang-orang loyalis kepada
mereka. Tak cukup rasanya bagi mereka, baik pihak musuh atau para loyalisnya
dari kalangan Muslim, untuk menebarkan aksi-aksi pengrusakan dan penyimpangan,
yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Muslim.
Mereka
pun berupaya menjadikan wanita sebagai alat untuk itu, baik dari awal masa
penjajahan sampai hari ini, dengan mengatas-namakan “hak-hak wanita” dan
“kebebasan wanita”. Begitu pula, mereka membuat undang-undang hukum-positif,
lalu meletakkannya sebagai ganti dari hukum Syari’at-Allah. Lalu,
menggunakannya dalam keputusan hukum perundang-undangan, serta mewajibkannya
untuk ditaati.
Tidak
cukup sampai di situ, bahkan mereka bernafsu untuk merusak keyakinan aqidah
kaum Muslimin, dalam salah satu prinsip agama mereka (Islam), yakni dengan
suatu cara yang konspiratif, penuh rekayasa-manipulatif. Lantas kemudian,
orang-orang Munafiq mempromosikan ide-ide tersebut, tanpa dasar-ilmu, dan
diterima pula oleh orang-orang Muslim yang bodoh, karena ketidak-tahuan akan
hakikat ide-ide yang diusung, atau lebih tepat lagi, ketidak-tahuan terhadap
hakikat Agama Islam yang sebenarnya.
Aksi
propaganda yang bersifat rekayasa, dan teramat jahat ini, dipopulerkan dengan
istilah-istilah : “Dakwah Persuasif : antara Islam dan Kristen”, atau “Dakwah
Persuasif antar Agama-agama” ;
“Penyatuan Agama-agama”; “Persatuan Tiga Agama” ; “Ibrahimisme” ;
“Millah Ibrahim” ; “Penyatuan Ibrahimisme” ; “Penyatuan Kitab-kitab Samawi”.
Dan diantara semboyan-semboyan mereka terhadap propaganda seperti ini, adalah:
“Persaudaraan Ber-Agama” ; “Membuang Fanatisme Ber-Agama” ; “Persahabatan Islam-Kristen” ; “Solidaritas
Islam-Kristen melawan Komunisme” ; “Melawan Atheisme”.
Semua
penamaan dan labeling tersebut, adalah bagian dari upaya untuk
mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan, dan menghiasi kebatilan dengan
menampilkan kata-kata yang terlihat indah. Bahkan, lebih dari itu, mereka pun
menggunakan semboyan “Dialog antar Peradaban”, dan “Dialog antar Agama”.
Target dari propaganda ini, tentunya
satu dari dua hal berikut,
01) - Melakukan penghormatan
tehadap agama-agama yang batil tersebut. Atau dengan kata lain, menghormati
seluruh agama-agama samawi (langit), seperti Yahudi dan Nasrani. Adapun caranya
adalah dengan meniadakan tuduhan kepada agama-agama palsu itu, dan meninggalkan
bentuk pernyataan akan kebatilannya, atau menjauhkan predikat kekufuran
terhadap para pemeluknya. Inilah yang dimaksud oleh sebagian mereka dengan
istilah “Kehidupan berdampingan secara damai antar pemeluk agama yang tiga.”
02) - Adanya pengakuan atau
legitimasi akan keabsahan agama-agama itu. Sekaligus pengakuan bahwa semua itu
adalah jalan yang sama seperti agama Islam untuk menuju Allah. Dan ini artinya,
bahwa tidak ada beda antara pemeluk agama Yahudi, Nasrani dan Islam, karena
masing-masing ada di atas ajaran agam yang benar.
Dan inilah makna sebenarnya yang
terkandung dari ide “penyatuan” yang digembar-gemborkan itu. Sehingga
terjadilah suatu kondisi persaudaraan, dimana tidak ada permusuhan atau kebencian, bahkan tidak ada
lagi dakwah atau panggilan kebenaran dan jihad atau perjuangan mempertahankan
kebenaran, melawan kebatilan.
Tentu saja, seruan semacam ini,
merupakan Sikap Kekufuran yang Terang dan Nyata sekali, sehingga masuk ke dalam
“Hal-hal yang Membatalkan Ke-Islaman”.
Ringkasnya, ada
beberapa hal yang bisa kita petik dari tulisan di atas, yaitu:
01 Bahwa agama di sisi
Allah itu, hanyalah agama Islam, yang merupakan agama para rasul secara
keseluruhan.
02 Allah tidak menerima
dari seorang pun, selain agama Islam.
03 Bahwa setelah
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka agama Islam itu hanya
terbatas pada apa yang telah disampaikan oleh beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam,
dan para pengikutnya.
04 Setiap orang yang
keluar dari ajaran syari’at agama Islam yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam,
maka orang tersebut Kafir. Karena, risalah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam
itu bersifat umum / universal, berlaku untuk semua manusia, sehingga tidak ada
alasan untuk keluar dari ketentuan tersebut.
05 Bahwa orang Yahudi
dan Kristen-Nasrani itu adalah orang-orang Kafir. Wajib mengajak atau
mendakwahi mereka ke dalam agama Islam, bahkan berjihad memerangi mereka, bila
syarat-syaratnya terpenuhi untuk itu. Sebagaimana wajib pula untuk mendakwahi
orang-orang Musyrik, dan memeranginya. Hal ini perlu dilakukan, agar tampak
nyata bahwa agama Islam, sebagai Kalimatullah itulah yang tertinggi, dan
unggul.
Allah Ta’ala
berfirman, “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk
(al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkannya atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” [QS.At-Taubah : 33].
06 Bahwa orang yang
mengakui kebenaran agama Yahudi dan Nasrani, yang telah dipenuhi oleh
penyelewengan, perubahan, dan penghapusan inti agamanya, maka orang tersebut
adalah Kafir, Murtad, keluar dari agama Islam.
07 Barangsiapa mati
dalam kekafirannya, baik di atas ajaran agama Yahudi, Kristen, dsb, padahal
sudah sampai kepadanya dakwah agama Islam, maka orang itu termasuk penghuni
neraka yang kekal selamanya.
Sebagaimana firman
Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, yakni ahli-kitab dan
orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di
dalamnya, mereka itulah seburuk-buruk makhluk.” [QS. Al-Bayyinah : 6].
Dan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah
mendengar tentang aku seseorang dari umat manusia ini, baik dia Yahudi maupun
Nashrani, lalu dia tidak mengimani risalah yang aku bawa, kecuali dia termasuk
penghuni neraka.” (HR.Muslim).
08 Wajibnya
berlepas-diri dan tanggung-jawab dari orang-orang kafir, dan dari agama mereka.
Membenci, dan memusuhi mereka, sampai mereka mau beriman kepada Allah semata.
09 Bahwa seruan-seruan
dakwah seperti, “Pendekatan antar Agama”, “Penyatuan Agama”, adalah propaganda
kebatilan, dan kekufuran belaka. Karena, terkandung padanya sebuah legitimasi
pengakuan terhadap kebenaran agama-agama Yahudi dan Nasrani tersebut, yang sudah
jelas kebatilannya.
10 Haram hukumnya
mengadakan sarana kepada apa yang disebut “Dialog Agama-agama”, dan semacamnya.
Terkecuali, dialog
yang dilakukan oleh kaum Muslimin dan para pemeluk Agama-agama yang batil itu,
adalah diarahkan untuk mengajak mereka masuk Islam.
Maka, hal ini bisa
dilakukan dengan dasar firman Allah Ta’ala : “Katakanlah: “Hai
ahli-Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka
berpaling, maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [QS.Ali Imran : 64].
Juga firman-Nya,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.”
[QS.An-Nisaa : 36].
Dan Allah Ta’ala
berfirman: “Katakanlah : “Hai manusia. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya
kamu mendapat petunjuk.” [Al-A’raaf : 158].
Dan ini pula yang
menjadi jalan dakwahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para pengikutnya, yaitu : “Katakanlah:
“Inilah jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik.” [QS.Yusuf: 108].
11 Haram hukumnya
melakukan apa yang disebut sebagai “Penghormatan terhadap Agama-agama” dan
“Tenggang Rasa antar Agama-agama” atau “Toleransi beragama”, yang didalamnya
terkandung pengertian agar supaya hujatan kepada agama-agama yang batil itu,
seperti Yahudi dan Nasrani, dapat ditinggalkan.
Hal semacam ini,
tentunya tidaka layak untuk dilakukakan, karena tidak ada agama yang pantas
untuk dihormati kecuali agama Islam saja, karena dialah agama yang haq, dan
benar.
12 Bahwa tidak ada
persaudaraan antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir. Sehingga, tidak
boleh dikatakan : “saudara-saudara kami orang-orang Nasrani” atau semacamnya
dari kelompok orang-orang kafir. Hal ini berlaku, karena persaudaraan dan
loyalitas, yang benar adalah antara sesama kaum beriman.
Allah ber-firman, “Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara” [QS. Al-Hujuraat: 10]. Dan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
(Muttafaqun ‘Alaihi, disepakati oleh Bukhari-Muslim). Juga firman-Nya, “dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.” [QS. At-Taubah: 71].
Dan sesungguhnya Allah telah
mengikatkan tali persaudaraan antara orang-orang Kafir dengan orang-orang
Munafiq, dalam firman-Nya, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
Munafiq yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang Kafir diantara ahli
kitab.” [QS. Al-Hasyr : 11].
Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan orang-orang Kafir itu pelindung bagi
sesama mereka, satu sama lain. Firman-Nya, “Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para
Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [QS.
Al-Anfaal: 73].
13 Bahwa Kitab Taurat
dan Injil, setelah diselewengkan, dirubah, dan dihapus dari inti agamanya, maka
tidak boleh lagi dijadikan acuan untuk digunakan dalam mencari petunjuk
kebenaran, dan mengetahui apa yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Keduanya
tidak boleh lagi disebut bersama Al-Quran, sekalipun keduanya pernah memiliki
kesucian pada sisi Allah. Karena telah masuk ke dalam keduanya itu, begitu
banyak hal yang bersifat batil, dan telah dihapus status hukum-hukumnya.
Adapun yang masih terdapat pada
keduanya, berupa kebenaran, maka cukuplah bagi kaum Muslimin untuk berpegang
hanya kepada kitab-Nya yang terakhir, yakni Al-Quran, yang pasti memiliki sifat
sebagaiman dalam firman-Nya:
“yang
tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”
[QS. Fushshilat: 42].
Oleh
karena itu, ketika Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam
dengan memegang lembaran yang didalamnya terdapat beberapa potongan ayat
Taurat, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Apakah engkau masih
ragu, wahai ibnul Khaththab? Bukankah aku telah membawa agama yang putih
bersih? Sekiranya saudaraku Musa alaihis salam hidup sekarang ini, maka tidak
ada keluasan baginya kecuali mengikuti syari’atku.” (Hadits riwayat Ahmad).
Demikianlah,
dan kami pun memohon kepada Allah, untuk memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya
kepada kami, dan kepada seluruh kaum Muslimin, dalam rangka meniti jalan-Nya
yang luru, yaitu jalan “..orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para Shiddiqiin, orang-orang yang mati Syahid, dan
orang-orang Saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dan juga agar dijauhkan dari
jalannya orang-orang yang dimurkai, dan orang-orang yang sesat.
Semoga
Allah memberikan kecintaan kepada kami terhadap keimanan, dan menjadikan
keimanan itu indah didalam hati. Serta menjadikan kami benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Dan agar kami dijadikan orang-orang yang lurus,
sebagai karunia dan nikmat dari-Nya, dan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana..
Shalawat
dan salam, serta keberkahan, semoga Allah curahkan selalu kepada hamba dan
utusan-Nya, Muhammad, penutup para Nabi, beserta segenap keluarga, dan para
shahabatnya semua.
Ditulis oleh:
Abdurrahman bin Nashir
al-Barrak.
Ringkasan :
“Penyatuan Agama-agama”; Penyatuan Ibrahimisme” ;
“Penyatuan Kitab-kitab Samawi”. “Persaudaraan Ber-Agama” ; “Dialog antar
Peradaban”, dan “Dialog antar Agama”, dan segala wacana dan slogan lainnya
adalah cara-cara konspiratif yang dipropagandakan musuh-musuh Islam untuk
merusak aqidah umat Islam. Abdurrahman bin Nashir al-Barrak melalui tulisan ini
memaparkan secara detail dan tajam mengenai hakikat yang tersembunyi dari
slogan-slogan yang menyesatkan tersebut.
Post a Comment