FIQIH WAQI’I


FIQIH WAQI’I

Perkembangan zaman menimbulkan beberapa persoalan baru. Persoalan ini  menuntut adanya pemecahan yang sesuai dengan kondisi  masyarakat dan pertumbuhannya. Keadaan ini merupakan tantangan bagi para ulama Islam untuk melahirkan produktif hukum yang adaptif (sesuai dengan kondisi kini), namun tetap berakar kepada kaidah-kaidah syar’i yang shohih. Inilah yang melatar belakangi lahirnya fiqih waqi’i (fiqih realitas)
Fiqih Waqi’i lahir untuk mengetahui hakekat realitas kaum muslimin masa kini, karakteristik permasalahan yang timbul, dan kebutuhan-kebutuhannya. Sehingga dengan fiqih waqi’I, kita dapat menimba nilai-nilai positif sebagai kerangka untuk menentukan sasaran acuan. Para ulama memutuskan, bahwa fatwa atau mengetengahkan hukum syara’, harus diiringi dengan pengetahuan tentang realita umat. Ibni Qoyyim rahimahullah mengatakan : “ fatwa itu bisa berbeda sesuai waktu, kemungkinan, situasi, dan kondisi maupun adat”. Ada pula ungkapan lain yang senada “ perubahan hukum tidak dapat dihindari dengan adanya perubahan zaman”.
Ini bukan berarti fatwa tunduk kepada kenyataan. Justru kenyataan yang mengharuskan adanya fatwa, demi terpeliharanya tujuan syariah secara umum. Juga demi terpeliharanya kelanggengan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Realita yang baik selalu menyeru kepada kebaikan dan menjauhkan dari keburukan.
Jika kita melihat disekitar kita, alhamdulillah masih kita dapatkan berbagai kebaikan pada masyarakat. Masih adanya orang yang mengabdi kepada Allah ; orang kaya yang dermawan; para da’i yang giat menegakan islam yang dibekali pemahaman tsakopah Islamiyah yang syamil, dan lain-lain. Semuanya termasuk kenyataan positif, sekalipun masih diperlukan dorongan dan pengarahan yang efektif.
Namun bila kita tengok sisi lain, kita dapat menemukan bencana dasyat yang mengancam eksistensi umat. Diantaranya :

1. Jatuhnya khalifah Islamiyah, menyebabkan umat kehilangan perlindungan dan lemah.
2.      Terpecahnya umat islam menjadi kelompok atau negara-negara kecil dengan panatisme  nasionalismenya masing-masing yang kuat.
3.      Jatuhnya daerah teritorial kaum muslimin ketangan musuh Islam, seperti Palestina, Afgainistan, Moro, Pathani, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena umat Islam hannya sibuk memikirkan daerahnya sendiri.
4.      Bersatunya musuh untuk menghancurkan kaum muslimin. Fenomena yang jelas adalah persengkokolan salibisme Internasional, Zionisme Internasional dan komunisme dalam upaya menghancurkan umat, dan bumi islam.
5.      Perpecahan dan perselisihan antar pejuang dakwah islam.
6.      Lemahnya iman akibat jauhnya dari Allah dan terlena dengan godaan dunia.

Mengahadapi kenyataan diatas, umat islam dituntut untuk menyelesaikan secara
Positif. Sehingga mampu mengadakan perbaikan, sebagaimana yang Allah inginkan terhadap umat ini, dalam ayat :
“Kalian adalah sebaik-baik umat, yang ditampilkan ke tenagah manusia untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran” (QS. 3 : 110)
           
Mempertimbangkan lilitan problema kekinian tadi, maka fiqih waqi’I menetapkan beberapa program yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat islam dimanapun berada. Yakni :

1.      Bekerja keras untuk mengembalikan khalifah islamiyah. Pakar poltik islam seperti Al- Mawardi dan Abi Ya’la telah memutuskan : wajib hukumnya untuk memilih dan mengangkat khalifah muslimin, yang akan menegakan hukum Allah serta akan memelihara agama dan dunia dari kehancuran. Kaum muslimin akan berdosa jika tidak merealisasikannya.
Imam Ahmad – rahimahullah – berkata : “merupakan fitnah bila tidak ada pemimpin atau imam yang  mengurusi kepentingan umat”. (kitab Ahkam As – Sultoniyah, hal 3).
      Karena itu pengkajian terhadap sebab-sebab jatuhnya khalifah dan khalifah Islamiyah harus dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan dengan mewujudkan metode dan sistem yang dapat mengembalikan kekhalifahan seperti jaman Rasul dan Khulafaur Rasyidin. Hal ini tentu mensyaratkan adanya saling bantu, serta koordinasi yang rapih sesama pejuang dakwah. Tanpa ini tidak akan tujuan tersebut.

2.      Menyatukan negara-negara islam
Nabi Muhammad SAW bersabda : “ hedaklah kalian berjamaah karena srigala hanya memakan kambing yang menyendiri “ (HR. An Nasai dan Ahmad)
Kenyataan kini, sedikit sekali negara islam yang merealisasikan hadits tersebut. Mayoritas negara Islam – dimana penduduknya mayoritas muslim – terus berpecah belah. Sementara Yahudi terus mengembangkan wilayahnya kemana-mana.
Karena itu, mereka yang mencita-citakan kesatuan negara Islam, harus mempelajari sebab-sebab kehancuran dan perpecahan. Serta harus meyakinkan masysarakat, pemerintah dan berbagai kalangan akan pentingnya persatuan umat.

3.      Mengembalikan tanah dari tangan kaum muslimin dari angan musuh-musuhnya.
Imam madzhab yang empat serta ulama lainnya, berpendapat, wajib hukumnya mengembalikan tanah kaum muslimin, walau sejengkal yang jatuh ketangan musuh islam. Menyerahkan atau membiarkan bumi Islam dicaplok, dianggap dosa besar. Dalam kenyataanya kini, masih banyak tanah kaum muslimin yang dicaplok dan belum kita rebut kembali.

4.      Berusaha untuk menghentikan persengkokolan musuh.
Allah berfirman : Artinya “Orang-orang kafir ingin kamu lengah terhadap senjatamuadan harta bendamu, lalu meraka menyerbu kamu dengan sekaligus”. (QS. 4.102)
Ini merupakan gambaran unik tentang akibat musuh Islam dan perlakuan mereka terhadap kaum muslimin. Mereka selalu mengintai kesempatan untuk menghancurkannya.
Hadits Rasulullah menegaskan : “Hampir saja umat lain memperebutkan kalian sebagaimana memperebutkan makanan di atas nampan”. (HR.Abu Daud).
      Dan usaha untuk melawan persekongkolan ini juga harus bersifat internasional. Harus ada kesamaan gerak dan koordinasi dalam melaksanakannya.

5.      Mempersatukan pejuang dakwah Islam.
Nabi bersabda :
Aku mengajukan permohonan kepada Allah mengenai tiga hal, sedangkan yang ketiga di tolak. Yang ketiga itu adalah : permohonan agar tidak terjadi pertikaian diantara mereka”.
      Syaikh Muhammad Arowi berkata : “ setelah mereka mengatakan pentingnya ukhuwah dan jeleknya perpecahan, namun mereka berbeda pandangan. Allah menegaskan dalam ayat-Nya :
“ Jagalah dirimu, tiadalah orang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu, apbila kamu telah mendapat petunjuk “ (QS. 5:105)
      Syaikh Arowi menafsirkan ayat ini, “ Jika kita menjaga diri dan komitmen terhadap petunjuk, maka sekalipun musuh sangat kuat tidak akan mampu mengalahkan kita. Dan tanda kita mendapat petunjuk adalah menjauhi siat tanazu’ (perselisihan ) Allah berfirman: “dan janganlah bersilang sengketa, nanti kalian akan gagal dan hilang kekuatan”. (QS. 8:46)
      Setelah kita paparkan realita kaum muslimin yang memilukan ini, maka kita harus mampu memahami hakekat permasalahaan umat, serta sebagai upaya pemecahannya melalui konsep Fiqih Waki’i . maka satu hakekat yang jelas terlihat yaitu : kita membutuhkan adanya jama’ah alami yang terkoordinir seluruh usaha tersebut. Wallahu a’lam bissawab.   ( diterjemahkan dari majlah Al Jihad peshawar hal. 50-51,oleh A. Mutawali). 

Tidak ada komentar