ISTI’JAL
ISTI’JAL
Salah satu penyakit da’wah yang banyak
menimpa para da’i, adalah isti’jal
(terburu-buru).
Di dalam kamus da’wah, istilah isti’jal
berarti : ingin mengubah realitas kaum muslimin yang ada sekarang dalam sekejap
mata. Tanpa mempertimbangkan akibat-akibat yang akan terjadi. Tanpa memahami
kondisi dan situasi yang ada. Tanpa memiliki persiapan yang memadai, baik
menyangkut sarana, manhaj atau
kelanjutan pembinaan.
Diantara bentuk-bentuk isti’jal yang sering muncul ke permukaan
da’wah :
§ Ingin merekrut
anggota jama’ah sebanyak-banyaknya. Tanpa memikirkan aspek kualitas (tarqiyah) moral, intelektual dan
operasional. Tindakan ini, jika tidak segera diatasi, akan mengakibatkan tasaqut (bergugurannya) para prajurit
da’wah dari “kafilah da’wah” ini, karena titian kehidupan setiap muslim, khususnya
mereka yang terlibat aktif dalam gerakan da’wah, tidak akan lepas dari “hal-hal
yang tidak menyenangkan”, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW : “Syurga itu dikelilingi oleh hal-hal yang
tidak menyenangkan”. Akibat lain yang akan segera muncul, karena tindakan
ini mengakibatkan terjadinya futur
(kelesuan) di kalangan mereka. Tidak bergairah untuk melakukan tugas iqamatuddin. Akhirnya tidak memiliki
rara tanggung-jawab terhadap da’wah. Bahkan nilai-nilai ke-Islaman yang
dimilikinya pun akan mengalami degradasi sampai
pada batas yang sangat menyedihkan.
§ Ingin segera melihat
dan memetik buah da’wah. Biasanya gejala ini muncul dalam bentuk
gugatan-gugatan yang bernada frustasi : “Kita
sudah berda’wah sekian lama, tapi mengapa tidak pernah menang?”. Tragisnya
mereka mengartikan kemenangan da’wah itu hanya dengan terbentuknya sebuah Daulah
Islamiah. Akibatnya timbullah perpecahan diantara mereka, bahkan tidak
jarang mengakibatkan kematian yang tidak mulia. Padahal kemenangan da’wah
menurut Islam itu beraneka ragam bentuknya. Bisa dalam bentuk tersebarnya
fikrah. Kemenangan prinsip. Tumbangnya prinsip-prinsip Jahiliah. Syahidnya para
da’i. Kemenangan aqidah (sekalipun orangnya terbunuh seperti kasus Ashabul
Ukhdud), dan lain sebagainya.
Sebab-sebab
Terjadinya Isti’jal
Terdapat banyak faktor yang
ikut membentuk sikap isti’jal pada seseorang, diantaranya :
Pertama, faktor psikologis. Isti’jal, sebagaimana disebutkan Allah, adalah salah satu tabi’at
yang melekat pada fitrah manusia.
“Manusia
itu telah dijadikan (bertabiat ) tergesa-gesa” (Al-Anbiya’ : 37)
“ Dan
manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan
adalah manusia bersifat tergesa-gesa” (Al-Isra’ : 11)
Sebab itu jika seorang da’i tidak dapat
mengendalikannya, dengan kendali “akal” dan pemahaman, atau meredamnya, maka
tidak ayal lagi naluri tersebut akan mendorongnya untuk melakukan
tindakan-tindakan yang “tergesa-gesa”, yang akan merugikan dirinya sendiri dan
da’wah.
Dalam Al Qur’an, Allah
menyebutkan kata sabar lebih dari
seratus kali. Baik dalam ayat-ayat Makkiah ataupun dalam ayat-ayat Madaniyah.
Ini berarti untuk membina dan mengarahkan naluri manusia ini kepada sikap dan
tindakan yang terarah dan terprogram secara baik tidak hanya memperturutkan
emosi.
Kedua, karena semangat keimanan yang tidak
dibarengi oleh penguasaan manhaj da’wah. Suatu program pembinaan yang hanya
mengandalkan pada pemompaan semangat keimanan, tanpa dibarengi penguasaan
konsepsional da’wah, maka tidak ayal lagi akan melahirkan tindakan
tergesa-gesa. Sehingga terjadilah pemborosan potensi keimanan. Karena dis-alokasi oleh karena itu Allah
memberi arahan kepada kita didalam ayatnya :
“Katakanlah: “Ini jalanku, Aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashirah (manhaj da’wah) yang
jelas. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf : 108).
Hendaknya, Al Qur’an jangan
hanya dijadikan sumber nilai dan kekuatan moral (syariah). Tetapi harus juga
dijadikan sebagai minhaj kehidupan dan da’wah yang akan memberikan bimbingan,
dan arahan dalam mengalokasikan potensi moral tersebut.
“…………………….untuk
tiap-tiap ummat di antara kamu, kami berikan aturan (syariat dan jalan yang
terang (minhaj)”. (Al-Maidah : 48)
Ketiga, Watak dan tabiat zaman dimana kita hidup
sekarang ini. Keberadaan kita di abad teknologi dan informasi yang serba cepat
dan canggih ini memberi kemungkinan memiliki andil dalam membentuk dan
melahirkan sikap isti’jal. Sehingga para da’i pun ikut terbawa ingin cepat didalam da’wahnya, ia lupa manusia tidak sama dengan teknologi yang
dapat dipercepat proses pematangannya.
Keempat, ketidaktahuan
tentang cara kerja musuh. Ini kemungkinan lain yang ikut membidangi lahirnya
isti’jal di kalangan ummat Islam, khususnya para da’i. Mereka mudah tertipu
kepura-puraan lawan, yang menyelusup kedalam tubuh ummat Islam dengan membawa
“racun-racun” pemikiran yang dibungkus dengan “cap-cap” “jihad”,
“hijrah” dan lain sebagainya. Ini ditambah dengan ketidaktahuan mereka
tentang Islam. Khususnya konsepsi Islam tentang masalah-masalah yang sering
dipakai oleh musuh sebagai “pisau” untuk menusuk Islam dan ummatnya.
“Hai
orang-orang yang beriman, berhati-hatilah kamu, dan majulah (kemedan jihad)
berkelompok-kelompok (jama’ah) atau majulah bersama-sama “. (An-Nisa’ : 71)
Kelima, lupa terhadap tujuan seorang muslim. Tujuan
utama setiap muslim mencari keridhaan Allah. Ini tidak dapat tercapai kecuali
dengan berpegang teguh terhadap manhaj-Nya. Teguh dan sabar, hingga menghadap
kepada-Nya.
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya”. (Al-Kahfi : 110).
Mereka lupa bahwa kita hanya
dituntut untuk beramal shalih. Amal yang sesuai dengan manhaj-Nya. Kita tidak
dituntut “Hasil” atau kemenangan dalam wujud kekuasaan. Sebab, hal ini
merupakan wewenang Allah yang akan diberikan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya.
“Dan
kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah”. (Al-Anfal : 10)
Sesungguhnya fenomena terjadinya isti’jal di
dalam da’wah ini bukan monopoli abad kita sekarang saja. Di masa Rasulullah SAW
pun fenomena isti’jal ini pernah muncul. Khabbab bin Al-Arit ra. pernah datang
kepada Rasulullah tentang ihwal dirinya, dan para sahabat yang menghadapi
gangguan yang tak terperikan. Khabbab berkata “Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau berkenan untuk berdo’a bagi kami
….”.jawab Nabi SAW, “Kalian ini belum
seberapa. Orang-orang sebelum kalian bahkan ada yang dimasukkan ke dalam
lubang, kemudian digergaji kepalanya menjadi dua. Tetapi itu semua tidak
membuatnya bergeser dari agamanya ….., tetapi kalian tergesa-gesa”.
Isti’jal, suatu sikap yang berbahaya dan harus
dihindari dalam da’wah. Diantaranya dapat disembuhkan dengan bekerja melalui
program yang terarah, manhaj pembinaan yang jelas dan menyeluruh, dalam suatu
mekanisme kerja yang terpadu serta terstruktur. Tanpa program atau manhaj
da’wah yang jelas dan menyeluruh, selamanya kita akan terjebak ke dalam sikap
isti’jal.[*]
Wallahu’alam.
Post a Comment