MA’RIFATULLAH PUNCAK AQIDAH ISLAM
MA’RIFATULLAH PUNCAK AQIDAH
ISLAM
TUJUAN
Setelah mengikuti penjelasan materi ini pemirsa
diharapkan mampu :
1. Menunjukkan Karakteristik
Aqidah Islam
2. Mengungkapkan pengertian
ma’rifatulah
3. Menunjukkan urgensi
ma’rifatullah
4. Menunjukkan sarana
ma’rifatullah
5. Menunjukkan pengaruh
ma’rifatullah
POKOK-POKOK MATERI
1. KARAKTERISTIK AQIDAH ISLAM
Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy
(berasal dari Allah ) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas
manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini :
1. Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak
ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
2. Sejalan dengan fitrah
manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan
fitrah manusia. Firman Allah : “Fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” QS.
30:30
3. Prinsip-prinsip aqidah yang baku , tidak ada penambahan
dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“ QS. 42:21
4. Dibangun di atas bukti dan
dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada
konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : “Tunjukkanlah
bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” QS 2:111
5. Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan
dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran
lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam
menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak
mereka” QS. 43:22
2. PENGERTIAN MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah
mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas
manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini
mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang
tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi
segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah
yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang
mengenali Allah) adalah ilmu yang
membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi
pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai
dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan
terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan
rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
3. CIRI-CIRI DALAM
MA’RIFATULLAH
Seseorang dianggap
ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. asma’ (nama) Allah
2. sifat Allah dan
3. af’al (perbuatan) Allah, yang
terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal
pengetahuan itu, ia menunjukkan :
1. sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah
(bekerja) dengan Allah,
2. ikhlas dalam niatan dan
tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
3. pembersihan diri dari
akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan
dengan kehendak Allah SWT
4. sabar/menerima pemberlakuan
hukum/aturan Allah atas dirinya
5. berda’wah/ mengajak orang
lain mengikuti kebenaran agamanya
6. membersihkan da’wahnya itu
dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan
ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam
ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam
mengenali Allah SWT. Sabda Nabi :
“Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”.
HR Al Bukahriy dan Muslim. Hadits ini
Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan
diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikutnya,
setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” QS. 35:28
Orang yang mengenali Allah
dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam
bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada
saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid,
pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada
Allah, kecuali dia ada di sana .
Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
4. URGENSI MA’RIFATULLAH
a. Ma’rifatullah adalah puncak
kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena
ma’rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya.
Ketiadaan ma’rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas,
bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak).
QS.47:12
b. Ma’rifatullah adalah asas (landasan)
perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang
mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan
panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu,
dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia
bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)
Orang yang
mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah,
tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
c. Dari Ma’rifatullah inilah
manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara
terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah
orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
d. Dari Ma’rifatullah ini
manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan
ruh.
e. Dari Ma’rifatullah inilah
manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini
menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan
kehidupan akherat.
5. SARANA MA’RIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan
seseorang pada ma’rifatullah adalah :
a. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan
ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan pengaruh
perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti
firman Allah : Katakanlah “ Perhatikanlah
apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul
yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. QS 10:101,
atau QS 3: 190-191
Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan
janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR.
Abu Nu’aim
b. Para Rasul
Para Rasul yang membawa
kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan
konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling
mengenali Allah. Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca
(keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25
c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali asma (nama) dan sifat Allah
disertai dengan perenungan makna dan
pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara
inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya.
Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah
lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati
manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah :
“Katakanlah
: Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru,
Dia mempunyai al asma’ al husna
(nama-nama yang terbaik) QS.
17:110
Asma’ al husna inilah yang Allah
perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :
“
Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asma al husna itu…” QS. 7:180
Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada
umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma’rifatullah). Dan ma’rifatullah ini
tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid,
yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini
sering disebut dengan tauhid al ma’rifah wa al itsbat ( mengenal
dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang
merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.
Post a Comment