Ridho
Ridho
kata yang gampang untuk diucapkan namun susah untuk dipraktekkan
Ridho Terkadang ridho disama artikan dengan ikhlas. Namun sebenarnya ridho dan ikhlas adalah dua hal yang berbeda. Ridho (رِضً) berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya. Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia tidak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau tidak terjadi adalah sama saja baginya.
Bahkan bila tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi, ia akan selalu memuji Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik nikmat maupun bencana, karena ia percaya apa yang menimpanya semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sang hamba secara suka rela dan senang menerima apapun yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa nikmat maupun musibah berupa bencana.
Menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ridho terhadap takdir Allah terbagi menjadi tiga macam:
1. Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya haruslah mutlak dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan tanpa ada perasaan bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah untuk kepentingan kita sebagai umat-Nya.
2. Disunnahkan untuk direlakan, yaitu musibah berupa bencana.Para ulama mengatakan ridho kepada musibah berupa bencana
tidak wajib untuk direlakan namun jauh lebih baik untuk direlakan, sesuai
dengan tingkan keridhoan seorang hamba. Namun rela atau tidak, mereka wajib
bersabar karenanya. Manusia bisa saja tidak rela terhadap sebuah musibah buruk
yang terjadi, tapi wajib bersabar agar tidak menyalahi syariat. Perbuatan putus
asa, hingga marah kepada Yang Maha Pencipta adalah hal-hal yang sangat
diharamkan oleh syariat.
3. Haram direlakan, yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkan kemaksiatan dan kemungkaran di muka bumi.
Bila ditimpa musibah, janganlah kita mengucapkan “celaka!”, atau seruan kasar lainnya. Atau bahkan lebih buruk lagi bila kita memukul-mukulkan anggota tubuh atau mencoba untuk menyakiti diri sendiri.
“Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Bukan termasuk golongan kami, orang yang menampar pipi (ketika tertimpa musibah), merobek-robek baju atau berdoa dengan doa Jahiliyah (meratapi kematian mayit seraya mengharap-harap celaka).” Menampar pipi atau menyakiti diri sendiri saat terjadi musibah adalah perbuatan yang dilarang, apalagi bila sampai melakukan bunuh diri. Na’udzubillah mindzalik.
Bila seorang muslim ditimpa suatu musibah atau bencana, ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Dan janganlah berkata, "oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
kata yang gampang untuk diucapkan namun susah untuk dipraktekkan
Ridho Terkadang ridho disama artikan dengan ikhlas. Namun sebenarnya ridho dan ikhlas adalah dua hal yang berbeda. Ridho (رِضً) berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya. Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia tidak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau tidak terjadi adalah sama saja baginya.
Bahkan bila tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi, ia akan selalu memuji Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik nikmat maupun bencana, karena ia percaya apa yang menimpanya semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sang hamba secara suka rela dan senang menerima apapun yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa nikmat maupun musibah berupa bencana.
Menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, ridho terhadap takdir Allah terbagi menjadi tiga macam:
1. Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya haruslah mutlak dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan tanpa ada perasaan bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah untuk kepentingan kita sebagai umat-Nya.
2. Disunnahkan untuk direlakan, yaitu musibah berupa bencana.
3. Haram direlakan, yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkan kemaksiatan dan kemungkaran di muka bumi.
Bila ditimpa musibah, janganlah kita mengucapkan “celaka!”, atau seruan kasar lainnya. Atau bahkan lebih buruk lagi bila kita memukul-mukulkan anggota tubuh atau mencoba untuk menyakiti diri sendiri.
“Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Bukan termasuk golongan kami, orang yang menampar pipi (ketika tertimpa musibah), merobek-robek baju atau berdoa dengan doa Jahiliyah (meratapi kematian mayit seraya mengharap-harap celaka).” Menampar pipi atau menyakiti diri sendiri saat terjadi musibah adalah perbuatan yang dilarang, apalagi bila sampai melakukan bunuh diri. Na’udzubillah mindzalik.
Bila seorang muslim ditimpa suatu musibah atau bencana, ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Dan janganlah berkata, "oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
Post a Comment