Untaian nasehat Ibnu Taimiyyah 2 : "Janganlah mencegah orang untuk melakukan penyiaran kebajikan dengan dalih kawatir riyaa'"
Untaian nasehat Ibnu Taimiyyah 2 : "Janganlah mencegah orang untuk melakukan penyiaran kebajikan dengan dalih kawatir riyaa'"
Syaikhul Islam
berkata, "Barang siapa yang memiliki kebiasaan ibadah yang disyari'atkan
seperti sholat dluha, sholat malam, dan yang lainnya, maka hendaknya ia tetap
mengerjakannya dimanapun ia berada. Hendaknya ia tidak meninggalkan kebiasaan
ibadahnya tersebut hanya karena dia sedang berada dihadapan manusia jika Allah
telah mengetahui dari isi hatinya bahwasanya ia (biasanya) telah melakukan
ibadah-ibadah tersebut secara sirr (bersendirian dan sembunyi-sembunyi) karena
Allah dan kesungguhannya untuk membersihkan hatinya dari penyakit riyaa' dan
penyakit-penyakit lain yang bisa merusak keikhlasannya. Oleh karena itu Fudhoil
bin 'Iyaadh pernah berkata,
تَرْكُ الْعَمَلِ
لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ، وَالْعَمَلُ لِأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ
"Meninggalkan
amalan karena manusia adalah riyaa', dan beramal karena manusia adalah
kesyirikan"….
Barangsiapa yang melarang suatu perkara (ibadah) yang disyari'atkan hanya karena
persangkaanya bahwa hal itu adalah riyaa' maka pelarangannya tersebut tertolak
dari beberapa segi;
Pertama : Amalan-amalan yang
disyari'atkan tidaklah dilarang hanya karena takut terjerumus dalam riyaa',
bahkan amalan-malan tersebut tetap diperintahkan sambil diperintahkan untuk
ikhlas dalam mengamalkannya. Jika kita melihat ada orang yang melakukan ibadah
dan amalan –meskipun kita bisa memastikan ia melakukannya karena riyaa'- kita
tetap membenarkan amalannya. Orang-orang munafiq yang disifati oleh Allah
dengan firmanNya
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ
اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى
يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا
Sesungguhnya orang-orang munafik
itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali (QS An Nisaa’ [4] :142)
Nabi –sallallahu 'alaihi wa sallama- dan
kaum muslimin membenarkan perkara agama yang dinampakkan oleh orang-orang
munafiq tersebut –meskipun mereka melakukannya karena riyaa'-, dan mereka tidak
dilarang untuk menampakkan amalan dzohir. Hal ini karena kerusakan yang timbul akibat
meninggalkan sikap menampakkan (menyiarkan) ibadah yang disyari'atkan lebih
besar dari pada kerusakan yang timbul akibat menyiarkan ibadah dengan riyaa'.
Sebagaimana kerusakan yang timbul karena meninggalkan penyiaran iman dan sholat
lebih besar daripada kerusakan yang timbul akibat menyiarkannya dengan riyaa'.
Dan karena pengingkaran hanyalah tertuju
pada kerusakan yang timbul karena menyiarkan amalan karena riyaa' terhadap
manusia.
Kedua : Karena pengingkaran hanyalah
tertuju pada apa yang diingkari oleh syari'at, padahal Rasulullah pernah
bersabda
إنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ
عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ، وَلَا أَنْ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ
"Sesungguhnya aku tidak
diperintahkan untuk memeriksa hari-hati manusia dan membelah perut mereka"
Umar bin Al-Khotthoob pernah berkata,
مَنْ أَظْهَرَ لَنَا خَيْرًا
أَجَبْنَاهُ، وَوَالَيْنَاهُ عَلَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ سَرِيرَتُهُ بِخِلَافِ
ذَلِكَ، وَمَنْ أَظْهَرَ لَنَا شَرًّا أَبْغَضْنَاهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ زَعَمَ
أَنَّ سَرِيرَتَهُ صَالِحَةٌ
"Barangsiapa yang
menampakkan kepada kami kebaikan maka kami akan menerimannya dan kami akan
berwala' kepadanya, meskipun batinnya menyelisihi dzohirnya.
Dan barangsiapa yang menampakkan
kejelekan kepada kami maka kami akan memusuhinya meskipun dia menyangka bahwa
batinnya baik"
Ketiga : Pembenaran perkara ini (yaitu
mengingkari orang yang menampakkan amalan sholeh karena dituduh riyaa')
menjadikan para pelaku kesyirikan dan kerusakan akan mengingkari para pelaku
kebaikan dan agamawan. Karena jika mereka melihat ada orang yang menampakkan ibadah
yang disyari'atkan dan disunnahkan serta merta mereka akan berkata, "Orang
ini adalah orang yang riyaa'". Hal ini tentu mengakibatkan orang-orang
yang baik dan ikhlas akan meninggalkan penyiaran ibadah-ibadah yang
disyari'atkan karena kawatir dengan celaan dan ejekan mereka. Akibatknya
kebaikan akan ditinggalkan, dan jadilah kekuatan didominasi oleh para pelaku
keyirikan dalam menyiarkan keburukan, dan tidak seorangpun yang mengingkari
perbuatan mereka. Ini tentu merupakan kerusakan yang sangat besar.
Keempat : Bentuk pengingkaran seperti
ini merupakan salah satu syi'arnya orang-orang munafiq, yaitu mencela orang
yang menampakkan amalan-amalan yang disyari'atkan. Allah berfirman
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ
الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لا يَجِدُونَ
إِلا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
(orang-orang munafik itu) Yaitu
orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)
selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka.
Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih
(QS At Taubah [ 9] :79)
Sesungguhnya tatkala Nabi –sallallahu
'alaihi wa sallama- tatkala memotivasi para sahabat untuk berinfaq pada waktu
perang Tabuuk maka datanglah sebagian sahabat menginfakkan sekantong uang yang
berat hingga hampir-hampir tangannya tidak mampu untuk membawa kantong
tersebut. Orang-orang munafik pun mengomentari dengan berkata, "Orang ini
orang yang riyaa'". Sebagian sahabat ada juga yang menginfakkan satu soo'
(sekitar 2,5 kg gandum atau kurma) maka orang-orang munafikpun berkomentar,
"Allah sungguh tidak butuh dengan satu soo' si fulan". Maka mereka
orang-orang munafik mengejek yang model ini dan model itu, maka Allahpun
menurunkan ayat diatas, dan jadilah peristiwa ini sebagai peringatan bagi
orang-orang yang mengejek dan mencela kaum mukminin yang melakukan amalan
sholeh karena Allah dan RasulNya. Wallahu a'lamu" (Majmuu' al-Fataawaa
23/174-175)
Sungguh nasehat emas Ibnu Taimiyyah
diatas mengingatkan kita untuk terus semangat beramal sholeh dengan penuh
keikhlasan, dan tetap berjuang untuk ikhlas dan melawan penyakit riyaa' jika
kita melakukan amalan-amalan kebajikan dihadapan khalayak ramai. Jangan sampai
kita akhirnya meninggalkan syi'ar islam hanya karena takut riyaa'.
Menyembunyikan amalan sholeh memang merupkan hal yang disyari'atkan, akan
tetapi terkadang kita dihadapkan dengan kondisi yang mau atau tidak mau kita
harus menampkkan amalan sholeh kita dihadapan orang lain, jika tidak maka kita
tidak jadi beramal. Misalnya kita sedang berada rapat bersama sahabat-sahabat
kita dari pagi hingga waktu sholat dzuhur, sementara kebiasaan kita adalah
sholat dhuha. Maka bagaimanakah sikap kita, apakah kita tetap melaksanakan
sholat dhuha dihadapan teman-teman kita?, ataukah kita meninggalkan sholat
dhuha kita, karena kawatir terjerumus dalam riyaa'?. Terkadang datang bisikan
dalam hati kita untuk tidak menampakkan syi'ar islam dengan alasan kawatir
terjerumus dalam riyaa'. Jika datang bisikan tersebut maka yakinlah bisikan
tersebut datang dari syaitan yang ingin mencegah kita dari beramal
kebajikan. Maka nasehat emas di atas merupakan jawaban atas bisikan yang
menggoda kita tersebut.
Dan ingatlah,
bukankah jika kita menampakkan syi'ar-syi'ar Islam maka itu merupakan salah
satu bentuk dakwah secara terang-terangan?. Ketahuilah di zaman sekarang ini
betapa banyak kaum muslimin dan muslimat yang malu untuk menunjukan ke-Islaman
mereka. Betapa banyak orang Islam yang malu untuk membuka al-qur'an jika mereka
sedang berada di hadapan umum, di ruang tunggu, atau di atas bis kota.? Betapa
banyak orang Islam yang malu melaksanakan sholat sunnah di hadapan teman-teman
mereka?. Betapa banyak wanita yang malu untuk memakai jilbab yang lebar dan
syar'i hanya karena malu dan takut dikatakan sok alim.
Wahai para pembaca
yang budiman, ingatlah bagaimana para sahabat –tatkala di awal dakwah Islam di kota Mekah- betapa banyak
di antara mereka yang berangan-angan untuk bisa menampakkan Islam. Meskipun
taruhannya adalah siksaan yang berat dan pedih yang harus mereka rasakan. Untuk
bisa mengucapkan Laa ilaaha illallaah secara terang-terangan maka harus ditebus
dengan pukulan yang menyakitkan dengan kroyokan, bahkan ada diantara para
sahabat yang diseret dengan bertelanjang badan diatas tanah dan batu-batu yang
panas di bawah sinar matahari yang sangat terik. Bahkan ada diantara mereka ada
yang harus menebus penyiaran Islam dengan harus diletakkan tubuhnya di atas
arang yang menyala-nyala hingga akhirnya arang-arang tersebut padam karena
melecetkan kulit tubuhnya….
Bahkan ada yang harus menebus penyiaran
Laa ilaaha illallahu dengan mati syahid….
Lantas sekerang kenapa kita sekarang
harus malu untuk menyiarkan syi'ar Islam dihadapan masyarakat??, kenapa kita
harus malu untuk menggerakkan bibir dan lisan kita dengan menunjukkan kepada
masyarakat bahwasanya kita cinta untuk berdzikir dan mengingat Allah penguasa
alam semesta ini???
Nasehat emas diatas
juga merupakan bantahan yang telak kepada syubhat yang sering dilontarkan oleh
orang-orang yang dalam hati mereka ada kemunafikan. Diantara mereka ada yang
berkata –seakan-akan memberi nasehat, padahal hakekatnya adalah ingin menyesatkan-,
"Janganlah engkau sholat berjama'ah nanti engkau terjerumus dalam riyaa',
cukuplah engkau sholat di rumah, karena hal itu bisa lebih menjaga
keikhlasan". Ada
juga yang berkata kepada wanita mukminah, "Janganlah engkau memakai
jilbab, itu akan mendatangkan riyaa' dalam hatimu, bukankah sahabat-sahabatmu
tidak memakai jilbab?, maka buat apa engkau tampil beda yang akan bisa
mendatangkan kesomobongan dalam hatimu". Dan lontaran-lontaran lainnya
yang merupakan bisikan Iblis kepada mereka.
Kepada mereka kita katakana,
"Jangalah kalian mengaku sebagai seorang muslim, karena itu akan
mendatangkan riyaa', katakanlah saja jika ada yang bertanya tentang agama
kalian, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang munafik". Karena
sesungguhnya jawaban ini lebih jauh dari riyaa' –sebagaimana keyakinan
kalian-"
Post a Comment