Kedzaliman adalah Kegelapan pada Hari Kiamat
Kedzaliman adalah Kegelapan pada Hari
Kiamat |
Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Kedzaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Ulama kita menerangkan dengan berpatokan pada hadits di atas bahwa kedzaliman merupakan sebab kegelapan bagi pelakunya hingga ia tidak mendapatkan arah/jalan yang akan dituju pada hari kiamat atau menjadi sebab kesempitan dan kesulitan bagi pelakunya. (Syarhu Shahih Muslim 16/350, Tuhfatul Ahwadzi kitab Al-Birr wa Shilah ‘an Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bab Ma Ja`a fizh Zhulum) Mungkin ada di antara kita yang masih bertanya-tanya, apa sih yang dimaksudkan dengan dzalim? Dalam bahasa Arab, dzalim bermakna meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Asal kata dzalim adalah kejahatan dan melampaui batas, dan juga menyimpang dari keseimbangan. (An-Nihayah fi Gharibil Hadits, bab Azh-Zha’ ma‘a Al-Lam). Sadar ataupun tidak, kita sering berbuat dzalim. Padahal kedzaliman bukanlah perkara remeh. Hukumnya haram dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkannya bagi diri-Nya. Dia Yang Maha Suci berfirman dalam hadits qudsi: يَا عِبَادِيْ إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا... “Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi…” (HR. Muslim) Mengingat hal di atas, dalam rubrik ini kita coba membahas tentang kedzaliman, semoga dapat menjadi peringatan yang bermanfaat. فَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi kaum mukminin.” (Adz-Dzariyat: 55) Bentuk-Bentuk Kedzaliman Kedzaliman banyak bentuknya, di antaranya: 1. Berbuat dzalim pada diri sendiri, dengan melakukan dosa-dosa dan kemaksiatan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang dari berbuat dzalim seperti ini sebagaimana dalam firman-Nya: فَلاَ تَظْلِمُوا فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ “Janganlah kalian mendzalimi diri-diri kalian pada bulan-bulan haram1 itu (dengan melakukan perbuatan yang dilarang).” (At-Taubah: 36) 2. Kedzaliman seseorang kepada saudaranya, bisa jadi dengan cara: ia melanggar kehormatan saudaranya ia menyakiti tubuh saudaranya ia mengganggu/merampas harta saudaranya Semua ini diharamkan. Nabi kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، فِي شَهْرِكُمْ هذَا، فِي بَلَدِكمْ هذَا “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian (untuk ditumpahkan, dirampas, dan dilanggar), sebagaimana keharaman hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” (HR. Bukhari dan Muslim) 3. Mengubah perkara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala syariatkan Mengganti (bongkar pasang) syariat yang diturunkan dari atas langit dengan aturan atau undang-undang rendahan yang dibuat oleh manusia, termasuk kedzaliman yang terbesar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman mengancam orang-orang yang tidak mau berhukum dengan syariat-Nya: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ “Siapa yang tidak mau berhukum dengan hukum yang Allah turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (Al-Ma`idah: 45) Mereka berbuat dzalim karena mereka telah menempatkan perkara tidak pada tempat yang semestinya. 4. Mendzalimi hewan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ رَبَطَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيْهَا النَّارَ، لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا وَلاَ هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ اْلأَرْضِ “Ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing yang diikat/ dikurungnya hingga mati, si wanita masuk neraka karenanya. Kucing itu tidak diberinya makanan, tidak diberinya minum, tidak pula dilepaskannya hingga bisa memakan serangga/hewan yang ada di tanah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Sa‘id ibnu Jubair rahimahullah berkata: “Suatu ketika saat aku sedang berada di sisi Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, mereka melewati anak-anak muda atau sekumpulan orang yang menancapkan seekor ayam betina sebagai sasaran bidikan anak panah yang dilemparkan. Ketika anak-anak muda itu melihat Ibnu ‘Umar, mereka pun bubar meninggalkan ayam tersebut. Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma berkata: “Siapa yang melakukan hal ini? Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat orang yang melakukan perbuatan seperti ini.” (HR. Bukhari) 5. Membedakan manusia dalam penerapan hukum berdasarkan status sosial. Perbuatan seperti ini sama artinya membuat kerusakan di muka bumi karena akan menumbuhkan kecemburuan, kebencian, dan permusuhan di tengah masyarakat yang berbeda-beda status sosialnya. Tentunya muara dari semua ini adalah kebinasaan, sebagaimana keadaan umat terdahulu yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوْا إِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الضَّعِيْفُ أَقَامُوْا عَلَيْهِ الْحَدَّ “Hanyalah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ketidakadilan mereka, di mana bila ada orang mulia di kalangan mereka yang mencuri, mereka biarkan (tidak diberi sangsi hukum), namun bila yang mencuri itu orang yang lemah, mereka tegakkan hukum had padanya.” (HR. Ahmad, dishahihkan dalam Shahihul Jami` no. 2344) Maha Suci Allah Subhanahu wa Ta'ala dari Berbuat Dzalim Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan perbuatan dzalim dan Dia mensucikan diri-Nya dari sifat tersebut. وَأَنَّ اللهَ لَيْسَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ “Dan sesungguhnya Allah tidaklah mendzalimi hamba-hamba-Nya.” (Ali ‘Imran: 182) إِنَّ اللهَ لاَ يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ “Sesungguhnya Allah tidaklah berbuat dzalim walau seberat semut yang kecil.” (An-Nisa: 40) Dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: يَا عِبَادِيْ إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي... “Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku…” (HR. Muslim) Berbuat Dzalim adalah Tabiat Manusia Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ “Sesungguhnya manusia itu sangatlah dzalim lagi kufur.” (Ibrahim: 34) إِنَّا عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّموَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلاً “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72) Dua ayat di atas cukuplah menjadi dalil bahwa manusia memiliki tabiat suka berbuat dzalim. Karenanya, kita harus mencari obat penyembuh dari penyakit tabiat tersebut. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk membersihkan tabiat jiwa dari perkara yang mengotorinya? قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya.” (Asy-Syams: 9-10) Penyucian jiwa tersebut dilakukan dengan memaksanya agar mencocoki dan menyepakati manhaj/aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Cara Membersihkan Jiwa dari Berbuat Dzalim Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bersungguh-sungguh memaksa jiwa mereka agar bersih dari perbuatan yang rendah baik berupa kedzaliman, sombong, hasad, dan selainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjanjikan untuk memberikan petunjuk kepada jalan keselamatan bagi orang yang berbuat demikian karena mengharapkan wajah-Nya. وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ “Orang-orang yang bersungguh-sungguh berupaya mencari keridhaan Kami, niscaya Kami akan memberi mereka petunjuk kepada jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat ihsan.” (Al-’Ankabut: 69) Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu seseorang agar terhindar dari berbuat dzalim: 1. Bertakwa kepada Allah Takwa sebagai wasiat Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya yang awal sampai yang akhir, merupakan asas agama ini. Dengan takwa seorang hamba akan menahan dirinya dari melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itu setiap jiwa hendaklah merealisasikan takwa dan mengetahui keagungan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala. وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَاْلأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ “Mereka tidaklah mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan, padahal bumi seluruhnya berada dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Dia lagi Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.” (Az-Zumar: 67) Seorang yang berbuat dzalim seandainya memiliki pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sebenar-benar pengagungan niscaya ia akan menarik diri dan berhenti dari kedzaliman yang dilakukannya. 2. Tawadhu‘/rendah hati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi penekanan untuk bersikap tawadhu‘. إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَبْغِي أَحَدٌ عَلىَ أَحَدٍ وَلاَ يَفْخَرُ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mewahyukan kepadaku agar hendaknya kalian bersikap tawadhu’ hingga seseorang tidak berbuat dzalim kepada orang lain, dan seseorang tidak menyombongkan diri di hadapan orang lain.” (HR. Muslim) Tawadhu‘ adalah obat kedzaliman, adapun sombong merupakan sebab. Tawadhu‘ ini bisa diupayakan oleh seseorang dengan cara terus melatih dan membiasakan jiwanya agar bersikap tawadhu‘. 3. Melepaskan diri dari sifat hasad Karena hasad merupakan sebab kedzaliman dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah melarang dari berbuat hasad. وَلاَ تَحَاسَدُوْا... “Dan janganlah kalian saling hasad…” (HR. Muslim) 4. Menganjurkan jiwa untuk bersemangat meraih apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala janjikan kepada orang-orang yang berlaku adil/tidak dzalim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... “Ada tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya …” Di antara tujuh golongan itu disebutkan: إِمَامٌ عَادِلٌ “Pimpinan yang adil.” (HR. Muslim) Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: إِنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلىَ يَمِيْنِ الرَّحْمنِ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ... “Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan tangan kanan Ar-Rahman dan kedua tangan-Nya kanan….” (HR. Muslim) 5. Menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan doa yang sungguh-sungguh. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengabulkan doa sebagaimana Dia berfirman: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ... “Rabb kalian telah berfirman: ‘Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan permintaan kalian…’.” Maka semestinya seorang hamba senantiasa berdoa memohon pertolongan kepada-Nya agar dirinya dihindarkan dari perbuatan dzalim. Wallahul musta’an. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. 1 Bulan-bulan haram ada 4 yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa‘dah, dan Dzulhijjah. Dalam bulan-bulan haram ini dilarang melakukan peperangan. |
Post a Comment