Beberapa Sifat Muslim yang Mukhlis


Beberapa Sifat Muslim yang Mukhlis

"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut kepada Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman pada ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan suatu apa pun dengan Tuhan mereka. Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut (karena mereka tahu) bahwa mereka sesungguhnya akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu orang-orang yang bersegera dalam kebaikan, dan mereka segera memperolehnya." (Al-Mu`minuun: 57--61)
Berikut kita akan memaparkan beberapa ciri-ciri muslim yang mukhlis berdasarkan ayat di atas:

  1. Berhati-hati dalam bertindak dan berkeyakinan karena takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala semata. Mukmin yang begini akan selalu berpikir sebelum berbuat, karena segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'ala pada hari akhir nanti. Seorang mukmin yang selalu takut kepada Allah di mana pun dia berada akan takut untuk berbuat dosa dan maksiat lahir dan batin, dilihat manusia maupun tidak. Hal ini tentu saja berbeda dengan pengawasan manusia. Lihatlah bagaimana tumbuh suburnya badan-badan pengawas terhadap beberapa instansi negara, baik badan pemerintahan maupun independen. Tetapi nyatanya hal itu tak membuat surut para koruptor dan manipulator. Bahkan, kecurangan cenderung semakin meningkat. Lihat juga bagaimana kejahatan dan kekerasan semakin merajalela di masyarakat walaupun polisi sudah mengerahkan tenaga untuk patroli di mana-mana. Itu semua karena manusia itu sangat terbatas, dan yang penting adalah bahwa manusia tidak pantas untuk ditakuti. Hanya Allah Subhaanahu wa Ta'ala semata yang patut ditakuti.
  2. Mereka adalah orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah Subhaanahu wa Ta'ala, ayat-ayat Alquran dan ayat-ayat kauniyah yang berupa alam semesta ini.
  3. Mereka juga memurnikan iman mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala dengan tidak menyekutukan suatu apa pun dengan Allah Subhaanahu wa Ta'ala dalam hal apa pun. Karena syirik adalah dosa paling besar yang bisa menghancurkan iman dan amal seseorang. Jika dosa selain syirik masih ada kemungkinan diampuni oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala, bila Dia menghendaki bagi siapa yang dikehendaki-Nya, namun syirik tidak demikian. Jika seseorang mati dalam keadaan syirik tanpa taubat maka dosa syiriknya tidak diampuni-Nya.
  4. Mereka menafkahkan dan menyedekahkan harta yang Allah karuniakan kepada mereka di jalan yang Allah perintahkan. Mereka menafkahkan itu semua karena takut akan kotornya harta mereka karena bercampur dengan hak orang lain. Mereka memberikan hak-hak fakir miskin dan yang lainnya karena takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah nanti. Mereka akan ditanya dari mana memperoleh harta dan digunakan untuk apa. Sifat seperti ini akan membuat orang jauh dari kekikiran dan kebakhilan. Mereka juga tidak merasa sedih dengan sedikitnya rezeki dunia, dan tidak sombong dengan melimpahnya rezeki dunia itu. Mereka sadar bahwa mereka pasti kembali kepada Allah dan bahwa apa-apa yang ada di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala adalah lebih baik dari yang ada di dunia dan tak pernah habis.
  5. Tentunya mereka adalah orang yang bersegera dan sigap dalam berbuat baik dan menyongsong kebaikan. Mereka bukanlah orang yang menunda-nunda suatu kebaikan hingga kesempatannya berlalu. Mereka sangat antusias melakukan itu semua. Dengan begitu mereka juga cepat mendapatkan hasil dari kebaikan yang mereka lakukan itu. Berbeda dengan orang-orang munafik dan kafir yang selalu sigap dan cepat untuk berbuat kemungkaran dan dosa, mereka justru akan merasa takut untuk melakukannya. Namun, apabila terlanjur melakukan mereka akan sangat menyesal dan segera bertaubat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Sepertinya kalau kita perhatikan, poin-poin di atas nampak sangat sederhana dan mudah, namun pelaksanaannya tidak semudah yang dikira. Hal itu semua membutuhkan tekad dan kesabaran yang baik dan istiqamah, serta selalu saling menasihati sesama mukmin dalam melakukan perintah Allah dan menghindari larangan-Nya. Karena manusia memiliki sifat lalai dan lupa. Pada saat itu ia butuh seseorang yang mengingatkannya. Ini secara otomatis akan membangun tali silaturahim yang kokoh dan berkesinambungan. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar