Berhubungan dengan Non-Muslim, yang Dibolehkan dan yang Dilarang
Berhubungan dengan Non-Muslim, yang Dibolehkan dan yang Dilarang
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Al-Mumtahanah: 8
-- 9).
Arti dan kandungan makna ayat di atas sangat jelas dan mudah
dimengerti tanpa harus dijelaskan secara panjang lebar. Sehingga dengan demikian
timbulnya beberapa polemik pemikiran tentang hubungan antara muslim dengan
non-muslim dapat diputuskan dengan merujuk kepada ayat ini. Adalah tidak pantas
seorang muslim menolak suatu ayat Alquran dengan sesuatu yang berasal dari
pikiran dan perasaannya. Seperti ketika timbulnya polemik masalah membuka
hubungan dagang dengan Israel yang sempat mengguncang hati kita sebagai muslim.
Sayangnya ide ini didengungkan oleh seorang yang berlebel kiai. Tetapi, kiai
tidak mutlak benar. Ketika terjadi selisih paham dalam hal ini seharusnyalah
kita semua secara sadar dan ikhlas kembali merujuk kepada Alquran dan Sunnah.
Kisah diturunkannya ayat di atas adalah bahwa Asma binti Abu
Bakar Radhiyallahu 'anhuma didatangi oleh ibunya yang masih musyrik. Dia datang
dengan membawa beberapa hadiah untuk Asma. Asma ragu mengizinkannya masuk, lalu
ia menyuruh Aisyah untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan Rasulullah membolehkannya.
Dilematis memang sikap yang harus diambil oleh kaum muslimin
dalam hal hubungan dengan non-muslim. Jika kaum muslimin memberikan kebebasan
dan toleransi yang tinggi pada non-muslim, hal itu selalu dimanfaatkan oleh
mereka untuk menindas kaum muslimin dengan segala cara. Bahasa kasarnya
ngelunjak. Tetapi, ketika kaum muslimin yang ditindas oleh suatu tirani kafir,
kemudian mereka membela diri, serta merta dunia internasional menuding kaum
muslimin dengan tuduhan teroris, tidak menjunjung HAM, tidak mengenal toleransi,
fundamentalis, dan lain sebagainya.
Yang patut disayangkan juga adalah bahwa mayoritas kaum muslimin masih berada dalam kebodohan akan hakikat dan kesucian ajaran agamanya ini. Di Indonesia, negara kita ini misalnya, jumlah kaum muslimin memang paling besar di dunia. Namun secara kualitas pengetahuan mereka terhadap agama yang mereka anut, kita terpaksa harus geleng-geleng kepala, mayoritas mereka tidak mengerti Islam dengan baik. Akibatnya banyak tindakan mereka yang sebenarnya bukan ajaran Islam, namun dinisbatkan kepada Islam, hanya karena pelakunya orang Islam.
Ayat-ayat di atas juga mengandung makna timbal balik dari kedua pihak muslim dan non-muslim. Artinya, jika seorang non-muslim tidak ingin disakiti, dimusuhi, diperangi atau di...di. yang lainnya, hendaklah mereka menahan diri dari menyakiti kaum muslimin, memerangi mereka atau melecehkan mereka, begitu juga sebaliknya. Jika mereka ingin diperlakukan dengan baik, seharusnyalah mereka juga berperilaku baik terhadap kaum muslimin. Permusuhan dan kebencian dalam hati mungkin tak bisa dihilangkan, karena yang hak dan yang batil tak akan pernah bersatu. Namun dalam tindakan nyata dan perbuatan kebaikan dan keadilan harus ditegakkan antar mereka.
Dalam pengertian inilah makanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan transaksi jual beli dengan seorang Yahudi. Di lain pihak beliau bahkan bersikap keras terhadap Yahudi yang terang-terangan melanggar janji dan memusuhi Islam, seperti yang beliau lakukan terhadap Bani Quraizhah.
Nah, jika sudah jelas siapa yang memusuhi dan yang tidak memusuhi, yang memerangi dan yang tidak memerangi, maka tidaklah boleh bagi siapa pun dari kaum muslimin menjadikan orang yang memerangi dan memusuhi kaum muslimin sebagai kawannya. Karena, perbuatan itu adalah suatu kezaliman terhadap kaum muslimin dan Islam. Bagaimana tidak, adalah suatu kebodohan berkawan dengan orang yang memusuhi dan memerangi kita. Adalah suatu bentuk kerelaan akan permusuhan dan tindakan mereka terhadap kaum muslimin, jika kita jadikan mereka kawan dengan segala yang telah mereka perbuat pada kaum muslimin.
Jadi, jika terjadi perselisihan antara kita dalam masalah siapa yang boleh kita jadikan kawan dan yang tidak boleh dari kalangan non-muslim, hendaklah kita kembali kepada Alquran dan Sunnah. Janganlah memandang kebenaran itu berdasarkan orangnya, karena itu merupakan suatu kebodohan, setidaknya pintu kebodohan. Wallahu a'lam.
Yang patut disayangkan juga adalah bahwa mayoritas kaum muslimin masih berada dalam kebodohan akan hakikat dan kesucian ajaran agamanya ini. Di Indonesia, negara kita ini misalnya, jumlah kaum muslimin memang paling besar di dunia. Namun secara kualitas pengetahuan mereka terhadap agama yang mereka anut, kita terpaksa harus geleng-geleng kepala, mayoritas mereka tidak mengerti Islam dengan baik. Akibatnya banyak tindakan mereka yang sebenarnya bukan ajaran Islam, namun dinisbatkan kepada Islam, hanya karena pelakunya orang Islam.
Ayat-ayat di atas juga mengandung makna timbal balik dari kedua pihak muslim dan non-muslim. Artinya, jika seorang non-muslim tidak ingin disakiti, dimusuhi, diperangi atau di...di. yang lainnya, hendaklah mereka menahan diri dari menyakiti kaum muslimin, memerangi mereka atau melecehkan mereka, begitu juga sebaliknya. Jika mereka ingin diperlakukan dengan baik, seharusnyalah mereka juga berperilaku baik terhadap kaum muslimin. Permusuhan dan kebencian dalam hati mungkin tak bisa dihilangkan, karena yang hak dan yang batil tak akan pernah bersatu. Namun dalam tindakan nyata dan perbuatan kebaikan dan keadilan harus ditegakkan antar mereka.
Dalam pengertian inilah makanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan transaksi jual beli dengan seorang Yahudi. Di lain pihak beliau bahkan bersikap keras terhadap Yahudi yang terang-terangan melanggar janji dan memusuhi Islam, seperti yang beliau lakukan terhadap Bani Quraizhah.
Nah, jika sudah jelas siapa yang memusuhi dan yang tidak memusuhi, yang memerangi dan yang tidak memerangi, maka tidaklah boleh bagi siapa pun dari kaum muslimin menjadikan orang yang memerangi dan memusuhi kaum muslimin sebagai kawannya. Karena, perbuatan itu adalah suatu kezaliman terhadap kaum muslimin dan Islam. Bagaimana tidak, adalah suatu kebodohan berkawan dengan orang yang memusuhi dan memerangi kita. Adalah suatu bentuk kerelaan akan permusuhan dan tindakan mereka terhadap kaum muslimin, jika kita jadikan mereka kawan dengan segala yang telah mereka perbuat pada kaum muslimin.
Jadi, jika terjadi perselisihan antara kita dalam masalah siapa yang boleh kita jadikan kawan dan yang tidak boleh dari kalangan non-muslim, hendaklah kita kembali kepada Alquran dan Sunnah. Janganlah memandang kebenaran itu berdasarkan orangnya, karena itu merupakan suatu kebodohan, setidaknya pintu kebodohan. Wallahu a'lam.
Post a Comment