BID’AH DALAM AGAMA
BID’AH
DALAM AGAMA
TUJUAN
Setelah mengikuti
penjelasan materi ini pemirsa diharapkan
mampu :
1. Mendefinisikan bid’ah dan
mengartikannya
2. Menunjukkan macam-macam
bid’ah dalam agama
3. Menunjukkan hukum perbuatan
bid’ah
4. Menunjukkan
penyebab-penyebab lahirnya bid’ah
5. Menunjukkan bahaya bid’ah
bagi agama
6. Menunjukkan dalil-dalil yang
mencela bid’ah
7. Menunjukkan cara
menghindarkan diri dari bid’ah
POKOK-POKOK
MATERI
a. Definisi
Menurut bahasa kata “bid’ah” berarti segala sesuatu yang baru, yang belum pernah
ada sebelumnya. Sedangkan menurut pengertian syar’iy bid’ah berarti :sesuatu
yang bertentangan dengan ajaran agama tetapi dianggap sebagai bagian ajaran
agama, biasanya dengan menambahkan atau mengurangi ajaran agama yang sudah ada.
Ar Rabi’ meriwayatkan dari As
Syafi’i yang mengatakan bahwa bid’ah itu ada dua macam, pertama sesuatu yang baru dan bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah
dan Ijma’. Kedua sesuatu yang baru
dan tidak bertentangan dengan konsep sebelumnya.
b. Dalil-dalil
Dalil-dalil yang banyak membicarakan
tentang bid’ah antara lain :
1. Hadits Aisyah ra. Rasulullah
bersabda “Hal yang mengada-ada dalam
urusanku, yang tidak ada perintahku, maka hal itu akan tertolak”. Muttafaq
alaih
2. Hadits Jabir bin Abdullah,
yang menceritakan bahwa pernah Rasulullah berkhutbah dan menyatakan :”Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah
Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW. Dan
seburuk-buruk urusan adalah yang baru, dan setiap bid’ah adalah sesat” HR
Ahmad.
3. Hadits Irbadh ibn Sariyah
yang menceritakan: Suatu hari Rasulullah SAW shalat bersama kami, lalu ia
menghadapi kami dan menasehati kami dengan nasehat yang melelehkan air mata,
menggetarkan hati. Berkatalah salah seorang dari kami: “Ya Rasulullah
sepertinya ini adalah nasehat perpisahan, maka apa yang akan engkau pesankan
untuk kami? Sabda Nabi: “Aku wasiatkan
kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati kepada
pemimpin kalian, meskipun ia adalah budak hitam. Maka sesungguhnya barang siapa
yang akan hidup berumur panjang, pasti akan menyaksikan perselisihan yang
banyak, maka tetaplah kalian dalam sunnahku, sunnah khalifah rasyidin yang
mendapatkan hidayah. Peganglah dan gigitlah dengan gigi taringmu. Dan
waspadalah dengan hal-hal baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah, dan
setiap bid’ah itu sesat”. An Nasa’iy menambahkan: “ dan setiap bid’ah akan masuk neraka.” HR Ahlussunan.
a.
Penyebab Lahirnya Bid’ah
Bid’ah dalam agama lahir disebabkan oleh banyak
sebab. Secara global penyebab itu dapat dikategorikan dalam dua kelompok:
penyebab intern dan ekstern.
1. Penyebab-penyebab intern
- Ketidak tahuan terhadap Sunnah Nabi
- Keinginan untuk berbuat baik yang berlebihan
- Ketakutan kepada Allah yang berlebihan
- Mengikuti syetan
- Mencari dan mempertahankan kedudukan
- Adanya pendapat yang memperbolehkan taqlid (mengekor
dalam beramal tanpa mengetahui dalil)
- Pengalihan belajar Al Qur’an dan Sunnah pada pendapat ulama dan
fuqaha (ahli fiqh).
- Syubhat (ketidak jelasan) antara bid’ah
dan al mashalih al mursalah ( kebaikan yang tidak disebutkan
dalam tekstual dalil syar’iy)
2. Penyebab-penyebab ekstern
Penyebab ekstern munculnya
bid’ah adalah rekayasa dari luar yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam seperti
yang dilakukan kaum zindiq (kafir ateis) dengan menyebarkan pemikiran dan pemahaman
yang merusak akidah dan konsep Islam, seperti pengkultusan kepada orang-orang
shalih, atau penghentian pemberlakuan syariah Islam, sehingga umat Islam
mencari alternatif syariah lainnya.
b.
Hukumnya
Secara umum bid’ah adalah
perbuatan dosa yang haram dikerjakan. Hal ini dapat kita perhatikan dari
dalil-dalil yang menerangkan tentang bid’ah sebagaimana tersebut di atas. Meski
begitu tingkatan haramnya berbeda-beda sebagaimana tingkatan maksiyat yang
lain.
Hukum bid’ah dapat dibedakan
dalam dua kelompok, yaitu bid’ah kabirah (besar) dan bid’ah shaghirah (kecil).
1. Bid’ah Shaghirah
Bid’ah Shaghirah adalah
bid’ah yang terjadi pada masalah furu’iyyah (cabang), karena adanya
syubhat (ketidak jelasan) dalil. Bid’ah ini akan terus kecil jika:
- tidak menjadi bentuk kebiasaan (mudawamah)
- tidak mengajak orang lain mengikutinya
- tidak melakukannya di tempat umum, atau tempat pelaksanaan sunnah
mu’tabarah (diakui)
- tidak dianggap remeh.
2. Bid’ah Kabirah
Bid’ah Kabirah adalah bid’ah
yang terjadi pada masalah-masalah pokok, tidak pada masalah furu’iyyah,
pelakunya diancam dengan ancaman Al Qur’an maupun As Sunnah. Sebagaimana
tingkatan bobot yang ada dalam dosa besar, begitu juga perbedaan tingkatan
dalam bid’ah kabirah. Bahkan ada yang membuat pelakunya menjadi kufr.
c.
Macamnya
Macam bid’ah dapat
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok
berikut ini :
1. Bid’ah Haqiqah (asli)
Bid’ah Haqiqah adalah sesuatu yang baru
dan sama sekali tidak ada dalil syar’inya, baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun
Ijma’. Tidak ada istidlal (petunjuk dalil) yang digali oelh para ulama mu’tabar.
2. Bid’ah Idlafiyyah (tambahan)
Bid’ah Idlafiyyah adalah sesuatu yang secara
prinsip memiliki dasar syar’iy, tetapi dalam penjelasan dan operasionalnya
tidak berdasar dalil syar’iy.
- Dari sisi waktu seperti :shalat, raghaib, shalat
nisfu sya’ban. Secara prinsip shalat malam diajarkan dalam agama, tetapi
pembatasan waktu dan kerangka tertentu inilah yang tidak ditemukan dalil
syar’inya.
- Dari sisi penyimpangan prinsip, seperti Talhin
(lagu) dalam adzan. Adzannya sendiri diajarkan dalam agama, tetapi
melagukan adzan dalam nada tertentu menjadi bid’ah
- Dari sisi sifat pelaksanaan, seperti : mengeraskan dzikir dan
bacaan Al Qur’an di hadapan jenazah. Dzikir dan tilawah Al Qur’an adalah
ibadah yang masyru’, tetapi pelaksanaannya di hadapan jenazah menjadi
lain.
Penolakan pada bid’ah kelompok ini adalah sikap
penolakan pada kaifiyah (cara), bukan pada prinsipnya.
3. Bid’ah Tarkiyyah (meninggalkan)
Bid’ah Tarkiyyah adalah sikap meninggalkan
perbuatan halal dengan menganggap bahwa sikapnya itu tadayyun (kesalihan
beragama). Sikap ini bertentangan dengan konsep syari’ah secara umum. Seperti
yang pernah diajukan oleh tiga orang yang bertanya tentang ibadah Nabi, lalu
masing-masing dari tiga ini berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang halal
dengan tujuan agar lebih shalil dalam beragama. Sehingga keluar pernyataan
Nabi: …barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia bukanlah dari
ummatku”. Muttafaq alaih
4. Bid’ah Iltizam dengan Ibadah Muthlaqah (mewajibkan
diri dengan ibadah yang bebas )
Bid’ah Iltizam adalah pembatasan diri pada
syari’ah yang mutlak, dengan waktu atau tempat tertentu. Syari’ah yang mutlak
itu bisa berupa ucapan, perbuatan. Seperti bershalawat Nabi, dsb. Secara
prinsip bershalawat diajarkan agama dan diperintahkan untuk banyak
melakukannya, kecuali yang dibaca pada shalat. Bid’ah dalam hal ini muncul
ketika ada pembatasan waktu atau tempat tertentu, tidak bisa dilakukan di luar
waktu atau tempat yang telah ditentukan itu.
Imam Hasan Al Banna
memandang bid’ah selain bid’ah haqiqah, tidak termasuk dalam
bid’ah prinsip yang menyesatkan, akan tetapi lebih merupakan keberagaman
ijtihad dalam masalah furu’iyyah. Ada dalil prinsip yang menjelaskan pokok
masalah, lalu muncul ijtihad dalam penerapan dan pelaksanaannya.
d.
Bahaya Bid’ah
Tersebarnya bid’ah dalam kehidupan umat akan
berakibat buruk dan akan memperlemah
umat. Akibat yang ditimbulkan antara
lain :
1. Memperlemah iman umat,
karena bid’ah lebih mendasarkan pada hawa nafsu, bukan pada wahyu Allah.
2. Menyebarkan taqlid (mengekor tanpa mengenali dalil), karena biasanya
bid’ah lebih cocok dengan hawa nafsu, bukan dengan dalil syar’iy.
3. Tergusurnya/punah
sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga Islam tidak dikenali lagi kecuali namanya
saja.
e.
Cara Menghadapinya
Menghadapai bid’ah yang menyesatkan
ini, kita wajib melakukan sesutu untuk menghentikannya. Cara efektif dalam
menghadapi bid’ah adalah lewat bentuk-bentuk pengingkaran/penolakan dengan hikmah
(bijak), bashirah (ketajaman mata hati), dialog yang sehat dan
metode-metode lain yang tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar dari yang
hendak dihapuskan.
Metode efektif menghadapi
bid’ah adalah metode yan dapat diukur tingkat pencapaiannya dengan biaya yang
paling ringan dan korban yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi
bid’ah tidak baku dan kaku, tetapi
berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan waktu bid’ah itu muncul.
Rasulullah saw telah
memberikan teladan dalam menghadapi bid’ah dengan hikmah dan bashirah
agar tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang
berbeda diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya dalam
menghadapi bid’ah di Makkah, di Madinah dan di Makkah seusai Fathu Makkah. Hal
ini bisa kita lihat dari sikap Nabi
terhadap berhala yang ada di sekitar Ka’bah, antara sebelum hijrah dan sesudah
fathu Makkah. Dan adakah yang lebih
bid’ah dibandingkan dengan berhala di sekeliling Ka’bah?
Wallahu a’lam.
Post a Comment