Ilmu-Ilmu Alquran 2
Demikianlah, tafsir pada mulanya dinukil (dipindahkan)
melalui penerimaan dari riwayat (dari mulut ke mulut), kemudian dibukukan
sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri.
Maka, berlangsunglah proses kelahiran tafsir bil ma'tsur (tafsir berdasarkan
riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra'yi (tafsir berdasarkan penalaran).
Di samping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri
mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Alquran, dan
hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufassir (ahli tafsir).
Ali bin
al-Madini (wafat 234 H) yang merupakan guru Bukhari menyusun karangan tentang
asbaabun-nuzuul. Abul Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224) menulis Naasikh
wal-Mansuukh dan Qira-at.
Ibnu Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang
problematika quran (Musykilaatul Qur'an). Mereka semua termasuk ulama abad ke-3
Hijriah.
Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun
Al-Haawi wa-Uluumil Quraan.
Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 751
H) juga menulis tentang ilmu-ilmu Alquran.
Abu Bakar as-Sijistani (wafat
330 H) menyusun Ghariibul Qur'an.
Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388
H) menyusun Al-Istighna' fii 'Uluumil Qur'an.
Mereka ini adalah
ulama-ulama abad ke-4 Hijriah.
Dan, sesudah itu kegiatan
karang-mengarang dalam ilmu Alquran terus berlangsung.
Abu Bakar
al-Baqalani (wafat 403 H) menyusun I'jaazul Qur'an, dan Ali Ibrahim bin Said
al-Hufi (wafat 430 H) menulis I'rabul Qur'an. Al-Mawardi (wafat 450 H) mengenai
tamsil-tamsil dalam Quran (Amtsaalul Qur'an). Al-Izz bin Abdussalam (wafat 660
H) tentang majaz dalam Alquran. Alamudin as-Sakhawi (wafat 643 H) menulis
mengenai ilmu qiraat (cara membaca Alquran), dan Aqsaamul quraan. Setiap penulis
dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu Quran.
Syekh Muhammad Abdul Aziz az-Zarqani menyebutkan
dalam kitabnya, Manaahilul 'Irfaan fii Uluumil Qura'an, bahwa ia telah menemukan
dalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Said yang
terkenal dengan Al-Hufi, judulnya Al-Burhaan fii Uluumil Qura'an yang terdiri
dari 30 jilid. Dari ke-30 jilid itu ada 15 jilid yang tidak tersusun dan tidak
berurutan. Pengarang membicarakan ayat-ayat Alquran menurut tertib mushaf. Dia
membicarakan ilmu-ilmu Alquran yang terkandung ayat itu secara sendiri,
masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebutkan dalam
ayat, dengan menuliskan alqaul fii qaulihi 'Azza wa Jalla (pendapat mengenai
firman Allah ), lalu disebutnya ayat itu. Kemudian di bawah judul ini
dicantumkan alqaul fii al-Ii'rab (pendapat mengenai morfologi). Di bagian ini ia
membicarakan ayat dari sisi nahwu dan bahasa. Selanjutnya al-qaul fil ma'na wat
tafsiir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya). Di sini ia jelaskan ayat itu
berdasarkan riwayat (hadis) dan penalaran. Setelah itu al-qaul fil waqfi wal
tamam (pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak). Di sini ia menjelaskan
tentang waqaf yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Terkadang qira'at
diletakkan dalam judul tersendiri, yang disebutnya dengan al-qaul fil qira'at
(pendapat mengenai qira'at). Kadang ia berbicara tentang hukum-hukum yang
diambil dari ayat ketika ayat dibacakan.
Dengan metode seperti ini,
Al-Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ulumul qur'an (ilmu-ilmu
Alquran), meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti disebutkan tadi.
Ia wafat pada tahun 330 Hijriah.
Kemudian, Ibnul Jauzi (wafat 597 H)
mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul Fununul Afnan fi Ajaa'ibi
Uluumil Qur'an. Lalu, tampil Badrudin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah
kitab dengan judul Al-Burhan fi Uluumil Qur'an Jalaaludin al-Baqini (wafat 824
H) memberikan tambahan atas Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi'ul Uluum min
Maawaqi'in Nujum, Jalaludin as-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun kitab
yang terkenal Al-Itqan fi Uluumil Qura'an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Quran
pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang
lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran Islam telah
mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Quran dengan metode baru
pula, seperti I'jaazul Qura'an yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi'i, kitab
At-Taswiirul Fanni fil Qur'an dan Masyaahidul Qiyamah fil Qur'an oleh Sayyid
Qutb, Tarjamatul Qur'an oleh Syekh Mustafa al-Maraghi, yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-Khatib, Mas'alatu Tarjaamatil Qur'an
oleh Mustafa Sabri, An-Naba'ul Azim oleh Dr. Muhammad Abdullah Daraz, dan
Mukadimah Tafsir Mahasinut Ta'wil oleh Jalaaludin al-Qasimi.
Syekh Tahir
al-Jazairi menyusun sebuah kitab dengan judul At-Tibyaan fii Uluumil Qur'an.
Syekh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhaajul Furqaan fii Uluumil Qur'an,
yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas usuludin di Mesir
dengan spesialisasi dakwah dan bimbingan masyarakat. Kemudian, hal itu juga
diikkuti oleh muridnya, Muhammad Abdul Azim az-Zarqani yang menyusun Manaahilul
'Irfaan fi Uluumil Quran. Kemudian, Syekh Ahmad Ali menyusun Muzakkirat Uluumil
Qur'an yang disampaikan kepada para mahasiswanya di fakultas usuludin jurusan
dakwah dan bimbingan masyarakat. Akhirnya, muncul Mabaahits fii Uluumil Qur'an
oleh Dr. Subhi as-Shaleh. Juga Ustad Ahmad Muhammad Jamal menulis beberapa studi
sekitar masalah ma'idah dalam Quran.
Pembahasan-pembahasan tersebut
dikenal dengan sebutan uluumul quran, dan kata ini kini telah menjadi istilah
atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kata ulum jamak dari kata ilmu. Ilmu
berarti al-fahmu wal idrak (paham dan menguasai). Kemudian, arti kata ini
berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.
Jadi, yang dimaksud dengan ulumul quran ialah ilmu yang membahas
masalah-masalah yang berhubungan dengan Quran dari segi asbabunnuzul
(sebab-sebab turunnya Quran), pengumpulan dan penertiban Quran, pengetahuan
tentang surah-surah Mekah dan Madinah, an-nasikh wal-mansukh, al-muhkam
wal-mutasyaabih, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Alquran. Terkadang
ilmu ini juga dinamakan usuulut tafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang dibahas
berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir
sebagai sandaran dalam menafsirkan Alquran.
Sumber: Studi Ilmu-Ilmu
Quran , terjemahan dari Mabaahits fii 'Uluumil Quraan, Manna' Khaliil
al-Qattaan.
Post a Comment