Janganlah Merasa Hina, Anda Lebih Mulia
Janganlah Merasa Hina, Anda Lebih Mulia
Firman Allah Ta'ala yang artinya:
"Kehidupan dunia dijadikan dindah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia dari mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehedaki-Nya tanpa batas." (Al-Baqarah: 212)
"Kehidupan dunia dijadikan dindah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia dari mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehedaki-Nya tanpa batas." (Al-Baqarah: 212)
Secara umum, saat ini kaum Muslimin dipandang sebelah mata,
terutama oleh orang-orang kafir. Segala keterbelakangan seolah-olah suatu yang
beralamat pada kaum Muslimin. Pasca runtuhnya khilafah terakhir, khilafah Turki
Utsmani tahun 1924 Masehi - belum seratus tahun berlalu - umat Islam sontak
seperti terjatuh ke dalam jurang ketertinggalan dan kehinaan di mata dunia.
Secara historis, sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang
sekarang dibanggakan orang-orang kafir itu berasal dari kaum Muslimin pada masa
jayanya. Ketika Andalusia diperintah oleh kaum Muslimin, ilmu pengetahuan
mencapai kejayaannya, sementara Eropa mengalami kegelapannya. Bahkan,
sampai-sampai raja Inggris ketika itu meminta secara khusus agar khalifah waktu
itu mengizinkan beberapa utusannya untuk belajar pada kaum Muslimin di Andalusia
tentang beberapa ilmu pengetahuan.
Namun, kita tidak boleh tenggelam oleh kenangan kejayaan masa
lalu. Justru seharusnya kita mengambil pelajaran dari sejarah. Kalaulah boleh
dikatakan bahwa umat Islam sekarang ibarat perumpamaan yang telah disabdakan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa kita akan diperebutkan oleh umat-umat
lain ibarat orang-orang menyerbu makanan di sebuah piring besar. Bukan karena
jumlah umat Islam sedikit, tetapi karena kualitas kita yang tidak sesuai dengan
kuantitas kita. Kita banyak, tetapi kualitas kita sedikit. Bukan hanya masalah
ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga masalah pengetahuan umat terhadap
Islam dan ajarannya. Sejujurnya harus diakui bahwa mayoritas umat ini tidak
mengerti dengan baik ajaran agamanya yang sempurna ini. Kelemahan yang dikatakan
Rasulullah sebagai penyebabnya ternyata benar adanya. Hal itu adalah cinta dunia
dan takut mati. Ditambah lagi, satu penyakit batin yang tak kalah bahayanya,
yaitu merasa rendah dan hina dihadapan orang-orang kafir dan takjub akan segala
kemajuan mereka dalam kehidupan dunia ini.
Seharusnya seorang mu'min tidak boleh merasa lebih rendah dan
hina dari orang-orang kafir. Karena, dunia ini adalah suatu yang akan musnah.
Dunia ini memang dijadikan indah bagi orang-orang kafir, mereka mencurahkan
seluruh hidupnya untuk dunia ini. Sementara, mukmin hanya menjadikan dunia
sebagai jalan menuju ridha Allah dan sorga-Nya di akhirat kelak. Lagi pula,
bukankah menjadi seorang mukmin itu sudah merupakan suatu nikmat yang tak dapat
dibandingkan dengan dunia seisinya. Ingatlah firman Allah yang artinya,
"Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi derajanya, jika kamu benar-benar
orang-orang yang beriman." (Ali Imran: 139).
Kita janganlah tertipu bahwa dengan meraih dunia, kita akan
dipandang mulia. Adalah sifat orang-orang kafir memandang hina kaum Mulimin
bagaimanapun keadaannya. Ketika kaum Muslimin tertinggal, orang-orang kafir
menghina mereka karena ketertinggalan. Jika kaum Muslimin lebih maju dari
mereka, mereka tetap memandang hina kaum Muslimn karena iri dan dengki. Apalagi,
di zaman globalisasi informasi sekarang ini. Dengan menguasai jalur informasi,
mereka dengan mudah membentuk opini dunia bahwa merekalah yang terbaik di muka
bumi ini.
Bukan berarti kita tidak boleh meraih kesenangan dunia dan
kejayaan di dalamnya. Alangkah indahnya doa orang yang berkata, "Ya Allah,
jadikanlah dunia di tangan kami, dan jangan jadikan dunia di hati kami."
Sekarang secara umum keadaan kita terbalik. Dunia bersemayam di hati kita,
tetapi tidak di tangan kita. Sungguh ironis memang, keadaan ini sangat bertolak
belakang dengan para pendahulu kita. Dunia mereka kuasai dalam genggamannya,
namun tidak mereka biarkan bersemayam di hati mereka. Banyak sahabat yang kaya
raya, memiliki apa saja, namun hal itu tidak memalingkan hatinya dari takwa.
Sebagai contoh, Abdur Rahman bin 'Auf, salah seorang dari sepuluh sahabat yang
diberi kabar gembira akan masuk sorga. Beliau adalah seorang pedagang yang
sangat sukses, sampai dikatakan bahwa beliau jika membalikkan sebuah batu pun
menghasilkan rezeki yang banyak dan berkah. Namun, hal itu tidak pernah
melalaikan beliau dari takwa. Bahkan, diriwayatkan bahwa ketika meninggal,
beliau meninggalkan 20 ribu dinar. Satu dinarnya sama dengan 4,25 gram emas,
jika ditotal maka itu adalah seberat 85 kg emas. Sungguh jumlah yang tak
sedikit.
Bagaimanapun keadaan kita saat ini, kita tak boleh berkecil
hati. Bukankah Allah akan memberikan kemuliaan bagi kita atas orang kafir di
akhirat nanti. Bukan berarti kita juga harus berhenti berusaha mengibarkan dan
menegakkan panji-panji Allah di muka bumi ini, hanya dengan mengharapkan
akhirat. Dunia adalah tempat kita harus beramal dengan sebaik-baiknya untuk
menegakkan kalimatullah. Jangan pedulikan hinaan orang-orang kafir. Bila saatnya
tiba, kita pasti akan menghina mereka dan mereka tidak akan pernah keluar dari
kehinaan itu.
Optimisme adalah sifat yang disukai Allah. Maka janganlah
merasa pesimis dengan ketertinggalan yang jauh ini. Selangkah demi selangkah
adalah lebih baik daripada diam menyesali diri, dan hanya menonton dari jauh
tanpa pernah terusik untuk menjadi pemain utama.
Post a Comment