Manusia Menyikapi Petunjuk
Manusia Menyikapi Petunjuk
"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara
mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang
demikian itu itu adalah karunia yang amat besar." (Fathir: 32).
Ada tiga tipe umat terkait sikap mereka terhadap Alquran:
dhalimun linafsih, muqtashid, dan saabiq bil khairaat.
Dhalim linafsih artinya orang yang menganiaya diri
sendiri, yaitu mereka yang meninggalkan sebagian amalan wajib dan melakukan
sebagian yang diharamkan. Seperti, orang menjalankan salat tetapi korupsi,
menjalankan saum Ramadan tetapi suka riya, pergi salat Jumat tetapi menggunjing
orang, membayar zakat tetapi menyakiti tetangga, membelanjai istri tetapi juga
menyakitinya, berhaji tetapi menzalimi karyawan. Pendek kata, dhalimun
linafsih adalah orang yang terpadu dalam dirinya kebaikan dan keburukan,
yang wajib kadang ditinggalkan, yang haram kadang diterjang.
Muqtashid artinya orang pertengahan, yaitu mereka yang
menunaikan seluruh amalan wajib dan meninggalkan segala yang haram, walau
terkadang masih meninggalkan yang sunah dan mengerjakan yang makruh. Seluruh
kewajiban ia penuhi, baik kewajiban pribadi (seperti salat, zakat, puasa, dan
haji) maupun kewajiban menyangkut hak orang lain (seperti berbakti pada orang
tua, menafkahi istri, berbuat adil, dan seterusnya).Yang haram ia tinggalkan,
seperti, mencela, mengumpat, memeras, dan seterusnya. Ia kadang meninggalkan
amalan sunah dan kadang melakukan hal yang makruh. Bukan berarti orang semacam
ini tidak pernah berbuat dosa, tetapi jika ia berbuat dosa Allah mengampuni
dosanya lantaran taubat atau hal lain yang menghapuskannya.
Saabiq bil khairaat artinya orang yang beregegas dalam
kebaikan, yaitu mereka yang menunaikan seluruh yang wajib dan sunah,
meninggalkan yang haram dan makruh, juga sebagian yang mubah. Syaikhul Islam
dalam Majmu' Fatawa menulis, "Saabiq bil khairaat adalah mereka
yang mendekatkan diri (bertaqarrub) dengan segenap kemampuannya untuk
menunaikan yang wajib dan yang sunah serta meninggalkan yang haram dan makruh,
walaupun ini tidak menutup kemungkinan golongan muqtashid, dan saabiq
bil khairaat mempunyai dosa yang dihapuskan darinya, baik itu dengan taubat,
amalan yang bisa menghapus dosa, musibah, atau yang lain.
Perhitungan Mereka di Akhirat
Abu Darda mendengar Rasulullah saw. bahwa kelompok
saabiqun adalah mereka yang akan masuk janah (surga) dengan tanpa hisab.
Kelompok muqtashid adalah mereka yang akan dihisab dengan hisab yang
ringan (hisaban yasiira). Kelompok dhalimun adalah mereka yang
mendapat rintangan sepanjang mahsyar, kemudian Allah menghapus kesalahannya
karena rahmat-Nya, hingga mereka berkata, "Dan mereka Segala puji bagi Allah
yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rab kami benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang
kekal (jannah) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada
pula merasa lesu." (Fathir: 34--35). (R Imam Ahmad).
Di Mana Posisi Kita?
Dalam Tafsir Ibnu Katsir halaman 534 disebutkan bahwa
suatu ketika ibunda Aisyah r.a. ditanya oleh Uqbah bin Shuhban al-Hinai tentang
ayat di atas. Beliau menjawab, "Wahai anakku, mereka berada di janah. Adapun
sabiq bil khairat adalah mereka yang telah berlalu pada masa Rasulullah
saw., Rasulullah menjanjikan untuk mereka janah. Adapun muqtashid adalah
mereka yang mengikuti jejaknya dari kalangan sahabatnya sehingga bertemu dengan
mereka. Adapun dhalim linafsih adalah seperti aku dan kalian?."
Komentar ibunda Aisyah r.a. yang mengelompokkan dirinya ke
dalam dhalim linafsih, tentu sebuah ketawadhu'an, sebagaimana
dinyatakan oleh Uqbah bin Shuhban, menurutnya, Ibunda Aisyah justru termasuk
pemuka sabiq bil khairat. Namun, bagi kita tidak ada alasan untuk tidak
menyatakan diri kita sebagai muqtashid apalagi sabiq bil khairat.
Tampaknya yang tersisa bagi kita adalah posisi dhalimu
linafsih. Betapa tidak? setiap hari kita selalu bergelimang dosa. Terlalu
banyak kewajiban yang kita tinggalkan, juga terlalu banyak larangan yang kita
terjang. Setiap waktu kita sering melihat hal yang tidak boleh dilihat,
mendengar hal yang tak boleh didengar, dan berucap ucapan yang dilarang.
Tiga kelompok di atas memang akhirnya dinyatakan akan masuk
janah, karena mereka adalah umat Muhammad saw. yang bertauhid. Namun, bagi
kelompok dhalim linafsih sungguh berada pada posisi terancam. Mengapa?
untuk dapat memasuki janah, kelompok ini harus melewati proses hisab yang berat.
Beruntung jika mendapat ampunan dan rahmat Allah, hingga selamat dalam meniti
shirat, jika tidak, api neraka akan turut menjilati tubuh sebagai
pembalasan atas dosa yang dilakukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa
menulis, "Dhalimun linafsih termasuk dalam kelompok orang-orang yang
beriman, mereka mendapatkan walayah (kecintaan) dari Allah sebatas iman dan
takwanya, dan sekaligus mendapatkan adawah (permusuhan) sebatas
kefajirannya. Yang demikian itu karena pada seseorang bisa jadi terkumpul
kebaikan-kebaikan yang menjanjikan pahala dan kejelekan-kejelekan yang
menjanjikan siksa, sehingga seseorang mungkin saja diberi pahala dan disiksa.
Ini adalah pendapat seluruh sahabat, para imam dan Ahlus Sunnah wal-Jamaah yang
menyatakan bahwa siapa pun yang dihatinya ada seberat zarah dari iman, tidak
akan kekal di neraka."
Semoga kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan ampunan
Allah, hingga terhindar dari panasnya api neraka. Wallahu a'lam.
Post a Comment