Menghidupkan Semangat Rendah Hati dan Menghilangkan Sifat Sombong


Menghidupkan Semangat Rendah Hati  dan Menghilangkan Sifat Sombong


"Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku." (Al-A'raf: 146).
Takabbur atau sombong adalah lawan kata dari tawaddu' atau rendah hati, dan merupakan salah satu jenis penyakit hati yang telah memakan banyak korban, seperti Raja Fir'aun dan bala tentaranya, Namrud, Abu Jahal dan Abu lahab, kaum Yahudi dan masih banyak lagi.
Menurut tata bahasa, "takabbur" semakna dengan ta'azhzum, yakni menampak-nampakkan keagungan dan kebesarannya, merasa agung dan besar. Penyusun kamus Lisanul Arab mengatakan "takabbur dan istikbar ialah ta'azhzum, merasa besar dan menampak-nampakkan kebesarannya (sombong)."
Perbedaan antara takabur, ujub dan ghurur adalah bahwa ujub itu mengagumi atau membanggakan diri dari segala seuatu yang timbul darinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan tapi tidak merendahkan dan meremehkan orang lain.
Ghurur adalah sikap ujub yang ditambah sikap meremehkan dan menganggap kecil apa yang timbul dari orang lain tapi tidak merendahkan orang lain.
"Tidaklah masuk surga orang yang didalam hatinya ada penyakit kibr (takabbur) meskipun hanya seberat dzarroh." Kemudian ada seorang laki-laki berkata : "Sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan sandalnya/sepatunya bagus." Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kibr (takabbur/sombong) itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain." (HR Muslim).

Sebab-Sebab Takabur

  1. Rusaknya penilaian dan tolak ukur kemuliaan manusia.
    Di antara faktor yang menyebabkan timbulnya takabur ialah terjadinya nilai dan cara pandang manusia yang rusak. Mereka memandang mulia dan hormat kepada orang-orang yang kaya harta, meskipun dia itu ahli maksiat dan menjauhi manhaj dan aturan Allah. Orang yang hidup dalam kondisi seperti ini sudah barang tentu akan begitu mudah sombong, merendahkan dan meremehkan orang lain, kecuali orang yang dirahmati Allah.
    "Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaika kepada mereka ? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar." (Al-Mu'minun: 55 -- 56).
    "Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (dari pada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab. Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehandi-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang di kehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan pula anak-anak kamu yang mendekatkatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa ditempat-tempat yang tinggi (dalam surga)'." (Saba': 35 -- 37).
  2. Membandingkan nikmat yang diperolehnya dengan yang diperoleh orang lain dengan melupakan Pemberi nikmat.
    "Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang mukmin dan orang-orang kafir) sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang." (Al-Kahfi: 32).
    "Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia: 'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat'." (Al-Kahfi: 34).
  3. Sikap tawadhu' orang lain yang berlebihan.
    Kadang-kadang ada sebagian orang yang bersikap tawadhu' secara berlebihan hingga tidak mau berhias dan mengenakan pakaian yang bagus, tidak peduli terhadap orang lain, bahkan tidak mau tampil ke depan untuk memikul amanat dan tanggung jawab. Sikap yang demikian ini kadang-kadang menimbulkan kesan negatif pada sebagian orang yang melihatnya, yang tidak mengetahui hakekat masalah sebenarnya. Lalu setan membisikkan ke dalam hatinya bahwa orang tersebut tidak menghias diri, tidak mengenakan pakaian bagus, dan tidak pernah tampil ke dalam mengurusi urusan umat adalah semata-mata karena miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab. Anggapannya ini kemudian berkembang dengan memandang orang tersebut dengan pandangan rendah dan hina, dan sebaliknya menganggap dirinya lebih besar dan lebih agung. Inilah dia penyakit takabur telah muncul. Alquran dan Sunnah telah mengantisipasi masalah ini. Karena itu disuruhnya manusia menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
    "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (Adh-Dhuhaa: 11).
    Sabda Nabi saw, "Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai keindahan." (HR Muslim).
    Para salaf mengerti betul akan hal ini, karena itu mereka sangat antusias menceritakan nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada mereka (dengan penuh rasa syukur, bukan sombong) dan mencela orang yang melalaikan hal ini. Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu 'anhu berkata, "Bila engkau memperoleh kebaikan atau melakukan kebaikan, maka ceritakanlah kepada orang yang dapat dipercaya dari antara teman-temanmu." (Al-Qurtubi, al-Jami' li Ahkamil Qur'an) .
  4. Mengira nikmat yang diperolehnya akan kekal dan tidak akan lenyap.
    "Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu'." (Al-Kahfi: 35 -- 36).
  5. Karena mengungguli yang lain dalam memperoleh keutamaan.
    Adakalanya yang memicu takabur bagi seseorang ialah karena lebih unggul dari pada yang lain dalam keutamaan, atau lebih banyak melakukan keutamaan-keutamaan, misalnya dalam bidang ilmu, dakwah, jihad, pendidikan dll. Keunggulan semata-mata tidak ada artinya di hadapan Allah kalau tidak disertai dengan keikhlasan dan kejujuran. (Al-Hasyr: 8 -- 10).
  6. Melupakan akibat buruk takabur.
    Di antara sebab timbulnya rasa takabbur adalah melupakan akan akibat buruknya.

Akibat Buruk dari Takabur

  1. Terhalang dari memperhatikan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu.
    Hal ini disebabkan orang yang takabur merasa lebih tinggi dari hamba-hamba Allah yang lain. Maka, secara sadar atau tidak sadar ia telah melampaui batas hingga menempati kedudukan Ilahi. Orang seperti ini sudah barang tentu akan terkena sangsi, dan sangsi atau hukuman yang pertama ialah terhalang dari memperhatikan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu.
    " Dan betapa banyak tanda-tanda di langit dan dibumi yang mereka lewati, tetapi mereka berpaling dari padanya." (Yusuf: 105).
  2. Kegoncangan jiwa.
    Orang yang takabur dan merasa lebih tinggi dari pada orang lain, berkeinginan agar orang lain menundukkan kepala kepadanya. Tetapi, harga diri manusia sudah barang tentu tidak mau berbuat demikian, dan memang pada dasarnya mereka tidak disiapkan untuk hal itu. Sebagai akibatnya timbulah kegoncangan dalam jiwanya.
    "Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit." (Thaha: 124).
    "Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, Tuhan akan memberinya siksaan yang berat." (Al-Jin: 17).
  3. Selalu dalam keadaan aib dan kekurangan.
    Hal ini disebabkan orang yang sombong mengira dirinya telah sempurna dalam segala hal, maka ia tidak mau intropeksi diri sehingga ia tidak mau menerima nasihat, pengarahan, dan bimbingan dari orang lain.
    "(Bukan demikian), yang benar, barangsiapa berbuat dosa dan ia telah meliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 81).
  4. Terhalang untuk masuk surga.
    Dan Rasullullah saw telah bersabda, "Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat zarrah dari takabbur...." (HR Muslim).

Cara Mengobati Takabur

  1. Mengingat akibat-akibat dan bahaya yang ditimbulkan oleh takabur, baik yang mengenai dirinya sendiri maupun mengenai amal Islami, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi.
  2. Menengok orang sakit, meyaksikan orang yang akan meninggal dunia, menolong kesusahan, mengantarkan janazah dan ziarah kubur.
  3. Tidak berteman dengan orang-orang yang takabur dan sebaliknya bersahabat dengan orang-orang yang tawadhu' dan ahli ibadah.
  4. Suka duduk-duduk bersama orang lemah, orang fakir dan miskin, bahkan makan dan minum bersama mereka, karena hal ini akan dapat membersihkan jiwa dan mengenbalikannya ke jalan yang lurus.
  5. Suka memikirkan dirinya dan alam semesta, bahkan merenungkan semua nikmat yang diperolehnya sejak yang paling kecil hingga yang paling besar. Siapakah sumber semua itu? Siapakah yang dapat menahan dan menghalanginya? Dengan jalan bagaimanakah seorang hamba berhak mendapatkannya? Bagaimanakah keadaan dirinya seandainya salah satu kenikmatan itu dicabut, apalagi bila dicabut seluruhnya?
  6. Memeprhatikan riwayat-riwayat orang takabur, bagaimana keadaan mereka dan bagaimana akhirnya, sejak iblis, Namrud, Fir'aun, Haman, Qorun, Abu Jahal hingga para thaghut-yhaghut, para dictator dan orang-orang yang gemar berbuat dosa pada setiap waktu dan tempat.
  7. Menghadiri majlis-majlis taklim yang diasuh oleh ulama-ulama yang bisa dipercaya dan sadar akan tugas, kewajiban dan akan dirinya. Lebih-lebih majlis yang di dalamnya sering diisi dengan peringatan-peringatan dan penyucian jiwa.
  8. Meminta maaf kepada orang yang disombongi dan dihinanya.
  9. Menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepada dirinya dan menceritakannya kepada orang lain.
  10. Selalu mengingat tolak ukur keutamaan dan kemajuan Islam.
    "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu pada pandangan Allah ialah orang yang paling bertakwa." (Al-Hujarat: 13).
  11. Rajin melakukan ketaatan, karena dengan melakukan ketaatan semata-mata mencari ridha Allah ini akan dapat membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran dan kehinaan-kehinaan, bahkan akan meningkat ke derajat yang lebih tinggi.
    "Barangsiapa yang melakukan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman maka benar-benar Kami akan memberinya kehidupan yang baik...."(An-Nahl: 97).
  12. Melakukan introspeksi untuk mengetahui penyakit-penyakit hatinya sampai dapat mengobatinya hingga kelak akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan.
  13. Selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT karena Dia akan menolong orang yang meminta pertolongan kepada-Nya dan akan mengabulkan doa orang-orang yang sungguh memohon kepada-Nya.
    "Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina'."(Al-Mu'min: 60). 

Tidak ada komentar