Musibah atau Azab?
Musibah atau Azab?
"Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil melalui
lisan Daud dan Isa ibnu Maryam. Hal itu karena mereka durhaka lagi melampaui
batas. Mereka tidak saling mencegah dari kemungkaran yang mereka lakukan.
Amatlah buruk apa yang mereka perbuat." (Al-Maidah: 78 -- 79).
Beberapa hari terakhir ini, hujan selalu membasahi bumi
nusantara yang tercinta ini tanpa henti, kadang deras kadang rintik-rintik tiada
henti, serta tidak dapat diprediksi. Akibatnya sudah dapat diduga, yaitu banjir
datang melanda di berbagai tempat terutama di wilayah ibu kota dan sekitarnya.
Orang-orang pada panik seketika. Sudah banyak pemukiman yang dilanda banjir,
sehingga menimbulkan gelombang pengungsi yang tentu saja membutuhkan bantuan
moril dan harta benda, terutama dari pemerintah daerah ibu kota. Para pekerja
kantoran banyak yang terhambat perjalanannya, karena ruas-ruas jalan tergenang
air di mana-mana. Perekonomian tidak berjalan dengan semestinya. Angkutan umum
banyak yang tidak beroperasi, sehingga banyak yang harus jalan kaki. Gardu-gardu
lilstrik pada mati, sehingga rumah-rumah gelap sekali. Bahkan, ada yang kesetrum
langsung mati, karena gardu yang tergenang masih menyala. Dan, banyak lagi
peristiwa-periatiwa yang tidak dapat disebutkan satu persatu di sini. Apa lagi
kalau kita buka catatan kehidupan bangsa ini selama beberapa bulan atau beberapa
tahun kebelakang, kita akan mendapati catatan yang mengerikan. Ada tanah
longsor, banjir, gempa bumi, tabrakan kereta, jatuh atau hilangnya pesawat
terbang, kebakaran hutan, pembantaian massal antar etnis, perang antar umat
beragama, dan lain sebagainya. Semua itu menjadi instrumentalia pengiring bagi
krisis yang sedang melanda negeri ini. Krisis dari segala sisi vital kehidupan
berbangsa. Krisis ekonomi, kepercayaan, kejujuran, keamanan, keadilan,
kemanusiaan, yang semuanya itu bermuara dari satu krisis, yaitu krisis Iman.
Walaupun kenyataannya kebanyakan masyarakat kita tidak ambil pusing dengan
krisis yang satu ini, tetapi cenderung enggan bahkan takut untuk benar-benar
beriman.
Mari sejenak kita merenungkan betapa melimpahnya kekayaan yang
dikaruniakan Allah Tuhan alam semesta kepada bangsa kita ini. Jawabnya tentu tak
mampu kita menghitungnya, karena nikmat Allah benar-benar tidak mungkin kita
hitung. Belum lagi nikmat hidup, tentram, sehat dan sejahtera, dan lain-lainnya.
Tetapi, kita rupanya tidak tahu diri, kita mulai ingkar akan karunia Allah yang
tak terhingga ini. Mulai timbul perasaan bahwa ini semua karena kehebatan
manusia mengolah dan mengeksploitasinya. Kita lupa bahwa kita tidak ada apa-apa
di hadapan Allah. Tekhnologi canggih kita sikapi dengan berlebihan, sehingga
kita mendewakannya tanpa mau menyadari bahwa semua itu karunia Allah juga,
tetapi jika dibarengi dengan jiwa yang kering iman dan takwa, hanya akan membawa
petaka, cepat atau lambat. Kemudian bangsa ini mulai terjerumus ke dalam
jurang maksiyat dan kubangan dosa. Bangsa ini mulai meninggalkan perintah Allah
satu demi satu. Pertama, telinga kita perlahan tetapi pasti mulai enggan
mendengar ayat-ayat Allah dan seruan-seruan kebaikan dikumandangkan. Namun
sebaliknya, bangsa ini lebih suka mendengar kata-kata yang membuat orang terlena
dan terbuai dari seruan-seruan hina, kata-kata kotor, apalagi hal itu sudah
dianggap lucu, karena sudah terbiasa. Mata kita lebih suka melihat hal-hal nista
dan hina. Tangan kita banyak melakukan kejahatan dan kekejaman. Kaki kita
lebih suka melangkah menuju tempat-tempat dosa dan maksiyat. Otak dan hati kita
lebih suka memikirkan segala perkara dunia dan lalai dari dari segala perkara
akhirat.
Lihatlah kemungkaran dan kejahatan yang sekarang sangat
meresahkan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Mulai dari pencurian,
perampokan, pembunuhan, perkelahian antarkampung, penjambretan, pemerasan,
hina-menghina, menggunjing, tipu daya, mengurangi timbangan, makan riba, makan
yang diharamkan, judi, pemerkosaan, perzinaan, pornografi yang marak di
berbagai media baik cetak maupun elektronik, narkoba, mabuk-mabukan,
kezaliman, jual beli keadilan, mempermainkan kemanusiaan, jiwa kikir,
keserakahan terhadap dunia yang tak putus dari generasi ke generasi, korupsi,
manipulasi, suap, dan masih banyak lagi. Namun, nampaknya kita sampai saat ini
belum menyadari sehingga tidak mau mengambil pelajaran dan hikmah dari semua
yang terjadi. Kita tidak lagi mau mencegah kemungkaran, enggan menyeru kepada
perbuatan yang ma'ruf. Akibatnya, kemungkaran menjadi hal biasa di mata kita,
sementara kebaikan menjadi hal yang aneh dan mungkar. Betapa tidak, setiap yang
ingin menegakkan nilai-nilai agama dengan gigihnya dianggap sebagai kelompok
militan yang membahayakan, setiap usaha mengusir perjuadian, perzinaan, dan
perbuatan keji lainnya dianggap sebagai tindakan keras dan berlebihan. Tidakkah
ini merupakan suatu krisis yang sangat parah dan berbahaya?
Mungkin kita masih berpikir bahwa itu kan perbuatan sebagian
orang. Benar, tetapi bukankah kita hanya diam dan membisu? Orang yang diam
melihat kemungkaran adalah setan bisu. Apalagi, Allah telah memperingatkan kita
akan bahaya membiarkan kemungkaran dalam firmat-Nya, "Dan takutlah kalian
akan fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim di antara kalian
saja. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Pedih azab-Nya." (Al-Anfaal:
25 )
Keadaan bertambah parah ketika bencana datang melanda silih
berganti, kebanyakan kita belum juga ingat akan Tuhan, apalagi berdoa meminta
ampunan dan memohon pertolongan. Kalau memang demikian keadaan kita, maka
wajarlah kalau Allah menimpakan kepada kita segala krisis yang terjadi. Harga
diri tidak berarti lagi, harga-harga melambung tinggi, kebutuhan sulit dipenuhi,
keamanan menjadi sangat sulit dicari, bahkan butuh biaya tinggi. Kejujuran
menjadi barang langka yang sangat diminati tetapi sulit ditemui. Karena
kejujuran yang telah diberikan Allah kepada setiap orang sudah tergadai sedikit
demi sedikit hingga habis dengan segala kepentingan dunia yang sangat mempesona
ini.
Segeralah bertaubat memohon ampunan, dan pertolongan kepada
Allah, karena hanya Allah-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penolong. Allah Maha
Penerima Taubat bagi hamba-Nya yang bertaubat. Ia akan mengampuni dosa betapapun
besarnya selama pintu taubat belum ditutupnya. Sesungguhnya rahmat Allah itu
meliputi segala sesuatu dan ampunan-Nya jauh lebih besar dari murka-Nya.
Wabillahit taufiq wal hidayah, wal hamdu lillahi rabbil 'alamin.
Post a Comment