Sifat-Sifat Kepemimpinan Rasulullah


Sifat-Sifat Kepemimpinan Rasulullah

"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (At-taubah: 128)
Dalam ayat tersebut Allah memberikan sebuah ilustrasi yang jelas mengenai sosok seorang pemimpin yang patut diteladani oleh seluruh pemimpin yang ada di muka bumi ini agar kepemimpinannya mampu mengayomi dan menyejahterahkan masyarakat yang dipimpinnya. Dengan sifat-sifat atau karakter-karakter khusus yang diberikan Allah kepada kekasih-Nya, Muhammad saw, maka sepatutnya para pemimpin itu--dalam semua level yang ada-- bisa mencontoh dan merujuk kepadanya.
Karakter-karakter atau sifat-sifat khusus yang dimaksudkan Allah telah jelas. Pertama, rasul yang diutus Allah itu berasal dari jenis manusia sendiri. Sebagai suatu wujud kasih-sayang Allah kepada umat manusia, Allah mengutus seorang rasul yang menyebarkan risalah-Nya dari jenis mereka sendiri. Allah tidak mengutus seorang malaikat atau seorang jin kepada mereka, karena Allah tahu bahwa hanya manusialah yang paling mengerti dan menyelami komunitasnya sendiri, bukannya jenis makhluk lain.
Dari sini ada suatu hal yang bisa dijadikan ibroh (pelajaran), yaitu apabila seorang pemimpin hendak mengutus seorang duta/utusan/juru dakwah kepada suatu bangsa atau sekelompok orang, maka hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah utusan tersebut hendaknya orang yang sudah mengetahui seluk-beluk atau paling tidak mengerti gambaran mengenai komunitas masyarakat yang akan dihadapi. Hal ini untuk lebih mendekatkan sosiokultural masyarakat kepada seorang juru dakwah tersebut sehingga masyarakat tidak dengan serta-merta menolak utusan tersebut karena ternyata utusan yang datang kepada mereka itu merupakan bagian dari mereka sendiri. Ada suatu ungkapan Arab klasik yang mengatakan, "Barang siapa mengetahui bahasa suatu masyarakat, dia akan selamat dari tipu daya mereka."
Kedua, rasul yang diutus Allah itu senantiasa merasa senasib, seperjuangan, dan sepenanggungan terhadap kondisi yang sedang diderita bangsanya. Seorang pemimpin yang menghendaki berpihak atau memikirkan rakyatnya sebenarnya cukup mengikuti jejak dan perilaku Rasul saw. Dengan perhatian yang penuh kepada rakyat yang dipimpin dan mencoba berlaku seperasaan dengan mereka, sudah barang tentu mereka akan merasakan kedekatan dengan pemimpinnya dan bersimpati kepadanya. Seorang pemimpin tidak perlu membual dengan janji-janji kosong dan jargon-jargon politik yang tidak pernah ada buktinya.
Ketiga, rasul yang diutus Allah itu menghendaki keselamatan atas umatnya. Rasulullah sangat mencintai umatnya dan mengharapkan umatnya untuk menempuh jalan keselamatan. Rasulullah berusaha dengan gigih semaksimal mungkin berdakwah beramar makruf nahi munkar untuk menyelamatkan umatnya dari murka Allah SWT. Sesungguhnya umat yang hendak diselamatkan oleh Rasulullah melalui perjuangannya bagaikan laron di malam hari yang memburu terangnya cahaya lampu ceplik. Hewan-hewan kecil yang beterbangan itu bukannya memburu sesuatu yang diinginkannya, akan tetapi hanya memburu sesuatu yang kelihatan menarik untuk didekati. Sesungguhnya apilah yang mereka dekati. Mereka yang tidak sampai tercegah masuk kedalamnya akan mati dan terbakar, tetapi bagi yang masih dapat tercegah, maka akan selamat dari kobaran api tersebut.
Keempat, rasul yang diutus Allah itu amat kasih sayang terhadap umatnya. Sesungguhnya Rasulullah amat kasih sayang terhadap umatnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasul saw pernah berkorban atas nama umatnya yang tidak mampu berkorban. Beliau tegaskan dalam hadisnya, "Ya Allah ini (korban) atas namaku dan atas nama umatku yang tidak berkorban." 

Tidak ada komentar