Hukum Thaharah 1. Dalil
Normatif Thaharah Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah.
Allah Taala berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, apabila
kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian
sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai
dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, "Dan,
pakaianmu bersihkanlah." (Al-Mudatstsir: 4). "Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri."
(Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), "Kunci salat
adalah bersuci." Dan sabdanya, "Salat tanpa wudu tidak diterima." (HR Muslim).
Rasulullah saw. Bersabda, "Kesucian adalah setengah iman." (HR Muslim).
2. Penjelasan tentang Thaharah Thaharah itu terbagi menjadi
dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari
pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari
semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu,
dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta
kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT
dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci
dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi,
atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan
air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat
salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.
Alat Thaharah Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu
apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air
salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. "Dan Kami turunkan dari
langit air yang amat suci." (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda, "Air itu
suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran
yang masuk padanya." (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang
sahih).
Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair.
Rasulullah saw. bersabda, "Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku."
(HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak
bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman,
"…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah
yang suci." (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya tanah yang baik
(bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air
selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya
ke kulitnya." (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
"Rasulullah saw.
mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat
dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air
yang dingin." (HR Bukhari).
Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang
manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari
kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing),
atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan,
darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya
kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw.
bersabda, "Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci." (HR Muslim).
Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi
Post a Comment