Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah mereka yang berpedoman kepada petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Disebut Ahlus Sunnah, karena mereka berpegang teguh dan mengikuti sunnah (tuntunan) Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Disebut Jama'ah, karena mereka adalah orang-orang yang berkumpul dalam kebenaran, tidak berpecah belah dalam agama, mereka bersatu dalam pimpinan imam-imam yang benar, tidak keluar dari imam-imam tersebut serta mereka mengikuti apa yang menjadi ijma' (kesepakatan tanpa ada yang menyelisihinya) para salaf.

A. Muqaddimah:

  1. Aqidah berasal dari akar kata 'aqd yang berarti mengikat dengan kuat. Menurut syara', aqidah adalah iman (kepercayaan) teguh, yang sama sekali tak ada keraguan bagi pemiliknya.
  2. Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh kepada Allah Ta'ala, dengan mengesakanNya dan mentaati segala perintahNya, beriman kepada para malaikatNya, semua-kitabNya, para rasulNya, Hari Akhir dan qadarNya (ketentuanNya terhadap segenap makhluk), serta beriman kepada segala yang ghaib sebagaimana yang diceritakan Allah dan RasulNya.
  3. Salaf yaitu generasi pertama dari umat ini, yang terdiri atas para sahabat, tabi'in dan para imam pemberi petunjuk pada tiga abad pertama (dari tahun hijriyah). Selanjutnya sebutan salaf diberikan kepada setiap orang yang meneladani para salaf terdahulu dan yang berjalan di atas manhaj mereka. Mereka lalu terkenal dengan sebutan salafy (nisbat kepada salaf).
  4. Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah mereka yang berpedoman kepada petunjuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Disebut Ahlus Sunnah, karena mereka berpegang teguh dan mengikuti sunnah (tuntunan) Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Disebut Jama'ah, karena mereka adalah orang-orang yang berkumpul dalam kebenaran, tidak berpecah belah dalam agama, mereka bersatu dalam pimpinan imam-imam yang benar, tidak keluar dari imam-imam tersebut serta mereka mengikuti apa yang menjadi ijma' (kesepakatan tanpa ada yang menyelisihinya) para salaf. Lalu, karena mereka adalah orang-orang yang mengikuti Sunnah Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Atsarnya, mereka kemudian juga dikenal dengan sebutan Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, Ahlul Ittiba', juga disebut dengan At Tha'ifah Al Manshurah (Golongan yang mendapat perto-longan/ kemenangan), ataupun Al Firqah An Najiyah (Golongan yang selamat).
B. Prinsip-prinsip dan manhaj (methode) memahami aqidah:
  1. Sumber aqidah adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang shahih, serta ijma' para salaf.
  2. Setiap yang shahih dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam wajib diterima, meskipun kedudukan-nya sebagai hadist ahad (bukan mutawatir).
  3. Rujukan dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah adalah nash-nash lain yang menjelaskannya, pemahaman para salaf, serta para imam yang berjalan di atas manhaj mereka. Pemahaman mereka itu tidak ditolak hanya karena adanya kemungkinan-kemungkinan makna lain ditinjau dari segi bahasa.
  4. Semua prinsip-prinsip agama telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam. Tak seorangpun boleh mengadakan sesuatu yang baru dalam persoalan agama, lalu mengatasnamakannya sebagai agama.
  5. Menyerah secara total kepada Allah dan RasulNya, lahir batin. Tidak menentang sesuatupun dari Al Qur'an atau As Sunnah yang shahih, baik dengan qiyas (memperbandingkan sesuatu berdasarkan logika), perasaan, pendapat syaikh, imam atau sejenisnya.
  6. Akal yang sehat dan jernih selalu berkesesuaian dengan dalil naqli (nash) yang shahih. Dua hal yang qath'i (jelas, tidak ada keraguan di dalamnya) tersebut, selamanya tidak akan pernah bertentangan. Ketika diragukan terjadi pertentangan, maka yang didahulukan adalah dalil naqli.
  7. Wajib berpegang teguh dengan lafadz-lafadz (baca: istilah-istilah) syar'i dalam aqidah, serta membuang jauh-jauh istilah-istilah yang diada-adakan. Istilah-istilah mujmal (umum) yang mengandung pengertian salah dan benar harus disertakan maknanya, jika benar maka istilah itu ditetapkan sesuai dengan istilah syara'nya, dan jika salah maka harus ditolak.
  8. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah maksum (terjaga dari dosa), dan umat Islam juga terjaga (maksum) dari melakukan kesepakatan dalam kesesatan. Tetapi, secara pribadi, tidak seorangpun dari umat Islam yang maksum (terjaga dari dosa). Bila terdapat sesuatu yang diperselisihkan antar-ulama, maka harus dikembalikan kepada Al Qur'an dan As Sunnah, dan kita memaklumi akan adanya kesalahan pada mujtahid ummah tersebut.
  9. Di antara umat Islam ada yang diberi ilham oleh Allah, mimpi yang baik adalah benar dan merupakan sebagian dari nubuwwah, firasat yang jujur adalah benar. Semua ini merupakan karamah -dengan syarat hal itu tidak menyalahi syara'-, hal-hal tersebut tidak menjadi sumber dalam persoalan aqidah dan syari'ah.
  10. Berdebat dalam persoalan agama untuk mencari kemenangan adalah tercela, sedang berdebat dengan cara yang baik (untuk mendapatkan al haq) adalah terpuji dan disyari'atkan. Sesuatu yang oleh agama dilarang membahasnya secara mendalam wajib ditaati. Dengan catatan, pelarangan itu shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Setiap muslim wajib menahan diri dari membahas secara mendalam hal yang tak diketahui-nya, lalu menyerahkan hakekat masalah tersebut kepada Allah Ta'ala.
  11. Seorang muslim wajib meng-gunakan manhaj samawi dalam membantah suatu pendapat. Demikian pula dalam persoalan i'tiqad (keper-cayaan) dan penetapan sesuatu. Karena itu, bid'ah tidak boleh dibantah dengan bid'ah, tafrith (sikap menggampangkan, menyepelekan) tidak dihadapi dengan ghuluw (sikap berlebih-lebihan), demikian pun sebaliknya.
  12. Setiap hal baru yang diada-adakan dalam agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adanya di dalam neraka.
C. Tauhid Ilmi I'tiqadi:

  1. Dalam hal Asma' (Nama-nama) Allah dan Sifat-sifatNya, akidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah menetap-kan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diriNya, atau yang ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dengan tidak menyerupakan atau menggambarkanNya dengan sesuatu; juga menafikan (meniadakan) sesuatu yang dinafikan oleh Allah atas diriNya, atau yang dinafikan oleh RasulNya Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dengan tanpa mengubah atau membatalkannya, sebagaimana firman Allah: "Tiada sesuatupun yang menyerupaiNya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy Syura; 11), disertai dengan iman terhadap kandungan makna nash-nash tersebut, juga maksud yang ada di dalamnya.
  2. Tamtsil (menyerupakan) dan ta'thil (meniadakan) Nama-nama Allah dan Sifat-sifatNya adalah kufur. Adapun tahrif (mengubah) yang oleh ahlul bida' (para pembuat bid'ah) disebut ta'wil, maka daripadanya ada yang masuk kategori kufur; seperti ta'wilnya orang-orang bathiniyah, dan di antaranya merupakan bid'ah dhalalah; seperti ta'wil yang dibuat oleh orang-orang yang meniadakan sifat-sifat Allah, dan di antaranya ada yang terjadi karena kekeliruan.
  3. Paham Wihdatul Wujud dan kepercayaan bahwa Allah menitis kepada makhlukNya, atau Dia bisa bersatu dengan makhlukNya adalah kepercayaan yang membuat seseorang kufur dan keluar dari agama.
  4. Beriman kepada para malaikat Allah secara ijmali (global), adapun secara terperinci, maka kita beriman berdasarkan keterangan-keterangan dalil yang shahih. Misalnya tentang nama-nama dan sifat-sifat mereka, pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan dsb.
  5. Beriman kepada seluruh kitab-kitab yang diturunkan Allah (kitab-kitab samawi), dan bahwa Al Qur'an adalah kitab samawi yang paling utama. Al Qur'an menghapus berlakunya syari'at kitab-kitab samawi terdahulu (kecuali yang ditetapkan oleh Al Qur'an, pent.), dan bahwa kitab-kitab samawi sebelum-nya telah diubah oleh tangan-tangan manusia, karena itu kita wajib mengikuti Al Qur'an dan tidak kepada kitab-kitab samawi sebelumnya.
  6. Beriman kepada para nabi dan rasul Allah Shalawatullah Wasala-muhu 'Alaihim, dan bahwa mereka adalah orang-orang paling mulia dari segenap manusia lainnya, barangsiapa mempercayai selain itu maka dia telah kafir. Kita wajib percaya terhadap keterangan dalil shahih yang menjelas-kan tentang mereka secara terperinci, dan kita wajib beriman kepada para rasul itu secara global. Kita wajib beriman bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah yang paling mulia di antara mereka, dan Allah mengutusnya kepada segenap manusia.
  7. Beriman bahwa wahyu telah terputus setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Barangsiapa mempercayai selain itu, maka dia telah kafir.
  8. Beriman kepada Hari Akhir, serta adanya berbagai tanda yang menun-jukkan kedatangannya, berdasarkan hadits-hadits shahih.
  9. Beriman kepada qadha' dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk. Yaitu dengan beriman bahwasanya Allah mengetahui sesuatu sebelum ia terjadi, dan bahwa semuanya tertulis di Lauhul Mahfuzh, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi, sesuatu tidak terjadi kecuali dengan kehendak dan izinNya, dan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Pencipta segala sesuatu dan ber-buat sesuai dengan yang dikehendakiNya.
  10. Beriman kepada yang ghaib, sesuai dengan keterangan dalil yang shahih; seperti beriman kepada 'Arsy, Kursi, Surga, Neraka, kenikmatan kubur dan siksanya, Shirath (titian, jembatan), Mizan (timbangan amal) dan yang lain, tanpa menta'wilkannya sedikitpun.
  11. Beriman kepada adanya syafa'at Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, syafa'at para nabi, malaikat, orang-orang shaleh dan lainnya pada hari kiamat, sebagaimana yang diterang-kan oleh hadits-hadits shahih.
  12. Melihatnya orang-orang beriman kepada Rabb mereka pada hari kiamat; ketika di Mahsyar dan di Surga adalah haq, barangsiapa mengingkari-nya, ia sesat, dan melihat Tuhan tak akan dialami seorang manusiapun selama di dunia.
  13. Karamah para wali dan orang shaleh adalah haq, dan tidak semua perkara yang luar biasa menandakan karamah, sebaliknya bisa merupakan istidraj (penguluran), atau dari setan. Sedang ukuran bahwa hal-hal yang luar biasa itu karamah atau tidak, adalah kesesuaiannya dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
  14. Semua orang beriman adalah Auliyaur Rahman (wali-wali Allah), dan setiap mukmin memiliki tingkat kewalian sesuai dengan kadar imannya.
Sumber:
Mujmalu Ushuli Ahlis Sunnah wal Jama'ah fil Aqidah

Tidak ada komentar