Israil, Baniy Israil dan Israiliyat
Israil, Baniy Israil dan Israiliyat
Israil adalah nama lain dari Nabi Ya'qub 'Alayhissalam (AS), anak dari
Nabi Ishaq AS, anak dari Nabi Ibrahim AS. Baniy Israil adalah puak etnis
keturunan Israil. Israiliyat adalah cerita-cerita produk budaya dari kalangan
puak etnis ini, karangan, imajinasi yang bersumber dari akar historis.
Israiliyat ini perlu dibedakan dengan sumber yang nonhistoris. Yaitu wahyu yang
diturunkan Allah SWT yang diterima oleh para nabi dari Baniy Israil dalam wujud
secara verbal yang diucapkan oleh para nabi itu. Dalam bentuk tertulis secara
otentik menjadi salah satu dari rukun iman yang enam, yaitu beriman kepada wa
maa unzila min qablika, beriman kepada Kitab-kitab yang diturunkan sebelum
engkau (hai Muhammad), (S.Al Baqarah 2:4). Para pakar sejarah yang tidak percaya
wahyu, atau sekurang-kurangnya percaya wahyu akan tetapi melecehkan wahyu dalam
menganalisa sejarah dengan pendekatan historis, tidaklah membedakan antara
produk budaya Baniy Israil (Israiliyat), yang mempunyai akar historis, dengan
yang bersumber dari akar yang nonhistoris, yaitu dari wahyu yang diturunkan
Allah SWT kepada para nabi dari kalangan Baniy Israil tersebut. Perjanjian Lama
adalah campuran antara sumber non-historis (wahyu) dengan sumber yang historis
(Israiliyat). Tentu saja ummat Islam tidak diwajibkan beriman kepada Israiliyat
ini, namun apabila Israiliyat itu mengandung pesan-pesan nilai akhlaq, seperti
cerita tentang Nabi 'Isa AS yang di bawah itu, tidak ada salahnya diambil ibarat
daripadanya, dengan keyakinan bahwa cerita itu bukan kejadian yang
sesungguhnya.
Dalam kalangan Baniy Israil ada kelompok yang disebut sect of writers,
sekte penulis yang bertugas untuk menuliskan hukum-hukum Musa bagi yang
memerlukannya. Mereka para penulis itu terkadang dipanggil dengan nama Pendeta,
terkadang dengan Tuan, terkadang dengan Rabbi. Mereka ini menjadi pendukung dari
pemerintah asing dari bangsa-bangsa Parsi, Romawi dan Yunani. Mereka inilah yang
bertanggung jawab dalam penulisan yang menyisipkan unsur Israiliyat ke dalam
Perjanjian Lama.
Anehnya Israiliyat itu tidak kurang berisi dengan hal-hal yang melecehkan
para nabi dalam kalangan Baniy Israil. Seperti misalnya Ya'qub mengecoh kakak
dan ayahnya. Dalam Israiliyat itu Ya'qub digambarkan sebagai seorang yang licik
terhadap Isu, kakaknya, yang dalam keadaan terdesak karena sangat lapar Isu
menerima tawaran yang sangat tidak adil, yaitu makanan ditukar dengan kedudukan
anak sulung. Demikian pula Ya'qub mengecoh ayahnya yang sudah rabun (atau
katarak?) dengan menyamar sebagai Isu, memakai baju berbulu. Maksudnya agar sang
ayah dapat terkecoh dengan meraba lengan Ya'qub, dan memang sang ayah terkecoh.
Sebelumnya Ishaq menyuruh Isu pergi berburu dan hasil buruannya itu akan dimasak
menjadi lauk yang enak. Akan tetapi Ya'qub mendahului Isu dengan mengambil domba
peliharaan mereka. Tentu saja Ya'qub dapat mendahului Isu. Akhirnya Ya'qublah
yang mendapatkan berkah dari Ishaq sang ayah, dan siapa saja yang melawan kepada
yang diberkati itu, akan terkutuk. Di sinilah keanehan itu, Israiliyat tentang
Ya'qub ini menimbulkan citra yang jelek tentang Ya'qub. Ada kemungkinan bahwa
latar belakang sang Rabbi dari sect of writers ini mengarang cerita yang tak
terpuji itu, untuk justifikasi tentang intrik yang pernah dilakukannya, karena
seperti dikatakan di atas, sekte ini menjadi pendukung penguasa dari
bangsa-bangsa asing. Artinya untuk memberikan kesan, apabila Ya'qub dapat
berlaku licik, mengecoh, mengapa ia tidak boleh.
Sebagai ummat Islam yang diwajibkan beriman kepada para rasul, memuliakan
rasul-rasul itu, haruslah menolak Israiliyat yang menyangkut pelecehan
NabiyuLlah Ya'qub AS tersebut. Ada seorang pakar sejarah yang berlaku tidak fair
dalam hal Ya'qub dan Baniy Israil secara keseluruhan. Seperti dikatakan di atas
umumnya pakar sejarah tidak membedakan antara sumber nonhistoris dengan sumber
yang historis. J.W.D. Smith dalam bukunya God and Man in Early Israel membuat
rampatan (generalisasi) bahwa perangai Ya'qub yang ahli tipudaya ini
mencerminkan perangai (behavior) dari Baniy Israil secara
keseluruhan.
Sikap mereka yang exlusif di negeri orang ditambah dengan citra terhadap
diri mereka itu yang digambarkan berperangai penuh dengan intrik, kelicikan,
tipu daya yang menjadi batu sandungan terhadap Perjanjian Perdamaian PLO dengan
Israil, bahkan kabarnya baru-baru ini di Sudan dalam perembukan negara-negara
yang tergabung dalam OKI (Fajar, 6 Desember 1993) menolak Perjanjian Perdamaian
tersebut.
Namun perlu kita ingat bahwa setiap bangsa, setiap puak etnis tidaklah
seluruhnya akan baik, di antaranya tentu terdapat hati yang busuk. Demikian pula
sebaliknya, tidaklah semuanya yang berhati busuk, tentu di antaranya terdapat
pula mutiara-mutiara yang berhati mulia. Maryam Jamilah, sebelumnya bernama
Margaret Marcus, dalam pernyataannya setelah menganut Islam, menyatakan ungkapan
hatinya yang mengharukan dengan mengutip seperti apa yang telah diungkapkan oleh
salah seorang Baniy Israil, Muhammad Asad, sebelumnya bernama Leopold Weiss
(asad = leo = singa), seperti berikut:
I
did not embrace Islam out of any hatret for my ancestral heritage or my people.
............... Thus I can say with another from the Bani Israil who chose to
travel on the sama journey. ................. Saya menganut Islam bukanlah
karena tidak senang kepada warisan leluhur ataupun bangsa saya. .............
Walhasil saya dapat berkata seperti ucapan dari seorang Bani Israel yang telah
memilih bermusafir dalam perjalanan yang sama. Abraham that early ancestor of
mine, would have understood why I am here (in Mecca) ......................
Abraham (Ibrahim) leluhur saya, tentu mengerti mengapa saya di sini (di Mekah).
My coming to this land of Arabia; was it not in truth a homecoming? Homecoming
of the heart that has spied its old home backward over a curve of thousands of
years and now recognizes this sky - my sky- with painful rejoicing? Kedatangan
saya ke negeri ini negeri Arabia; bukankah itu pada hakekatnya kembali ke rumah?
Pulang ke rumah dari sekeping hati yang menelusuri masa silam ribuan tahun dan
mengenal langit ini - langit saya - dengan kegembiraan yang mengharukan? WaLlahu
a'lamu bishshawab.
Post a Comment